Advertisement

OPINI: Society 5.0 dalam Perspektif Generasi Milenial

Dibyo Sumantri
Sabtu, 16 Februari 2019 - 08:00 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Society 5.0 dalam Perspektif Generasi Milenial Ilustrasi. - Harian Jogja

Advertisement

Dewasa ini bangsa Indonesia tengah sibuk memperbincangkan bagaimana menghadapi Revolusi Industri 4.0. Akan tetapi sesungguhnya di 2017 yang lalu, PM Jepang, Shinzo Abe, dalam Forum Ekonomi Davos telah mencanangkan Society 5.0 adalah platform resmi kebijakan pemerintah Jepang.

Sayang, maknanya sering rancu dengan Revolusi Industri 5.0. Padahal, dalam Society 5.0 tidak ada lompatan teknologi tetapi sebagai tatanan masyarakat yang berpusat pada manusia dalam penggunaan “tenaga robot”. Pada hakekatnya merupakan keselarasan dalam proses integrasi antara teknologi digital dengan realitas kehidupan sosial.

Oleh karena itu, agar tidak terjadi “salah kaprah,” dalam memahami Revolusi Industri 4.0 dengan Society 5.0 sebagai platform kebijakan pemerintah Jepang. Maka untuk selanjutnya pembahasan ini menggunakan istilah Society 5.0.

Advertisement

Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan oleh para pakar teknologi dan industri, penerapan Industri 4.0 tak terlepas dari penggunaan teknologi robotisasi, mahadata, kecerdasan artifisial dan pelengkapnya seperti Cloud, Unix User, Block Chain, robot, bioengineering, Internet of Things, mobile net, bioteknologi dan dagang elektronik yang menggantikan peran manusia di berbagai bidang.

Namun, dari tinjauan sosiologis, hal tersebut justru dianggap sebagai ancaman pada eksistensi manusia. Bahkan menurut International Labor Organization (ILO), tidak mustahil robot bakal menggantikan 56% tenaga kerja manusia di berbagai sektor. Lantas bagaimana aspek kemanusiaan dan kebudayaan yang terdegradasi?

Berangkat dari prediksi itu, diharapkan Society 5.0 mampu mengembalikan citra dan peradaban manusia yang luhur mengiringi Revolusi Industri 4.0.

Melengkapi
Gelombang teknologi dan industri tidak mungkin terhenti dalam satu momentum, tetapi diikuti gelombang berikutnya seperti penerapan Energy Renewable, Bio Economy, Nano Technology dan disain serta arsitektur yang ramah lingkungan. Maka sesungguhnya pemahaman Society 5.0 adalah refleksi Revolusi Kebudayaan.

Lewat Society 5.0, kecerdasan artifisial digunakan untuk mentransformasi mahadata pada segala sendi kehidupan. Internet of Things diharapkan membentuk kearifan, yaitu persembahan nilai dan peluang yang bersifat humanistik. Transformasi tersebut punya makna untuk “memanusiakan manusia”.
Oleh karena itu bagi Indonesia yang memiliki penduduk dalam jumlah besar tetapi dengan sebaran pengetahuan dan pendidikan yang tidak merata, maka Society 5.0 adalah faktor komplemen keberhasilan Revolusi Industri 4.0.

Kesenjangan dalam kemampuan serta ketrampilan intelektual tenaga kerja, seperti dikatakan psikolog Satwika Ganendra (Lihat opini Tenaga kerja Bersiap Hadapi Revolusi Industri 4.0. Harian Jogja , 6/2) perlu perhatian serius dari pemerintah. Tidak cuma ketrampilan teknis, tetapi soft skill tenaga kerja adalah masalah strategis untuk melahirkan sustainable-development bangsa Indonesia dalam terpaan gelombang apapun.

Perspektif Generasi Y
Society 5.0 sebagai komplemen Revolusi Industri 4.0, perlu diarahkan pada peran generasi Y (generasi milenial) untuk kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Generasi Y adalah generasi yang begitu gandrung pada Revolusi Industri 4.0. Sebaliknya cenderung abai terhadap masalah sosial.

Generasi Y memiliki perilaku egaliter, tidak birokratis, kreatif dan inspiratif. Bahkan pola kerja mereka dibangun dengan ketrampilan interpersonal yang kuat, dan tidak suka birokrasi berkepanjangan. Konsekuensinya mereka cenderung individual, dan tergantung teknologi digital.

Karena itu, untuk membangun ketrampilan masyarakat, khususnya Generasi “Y” butuh pemahaman seimbang antara Revolusi Industri 4.0 dengan basis teknologi, dan Society 5.0. yang berbasis spiritualitas dan kebudayaan.

Seperti diketahui, generasi yang berorientasi pada teknologi semata, cenderung akan melahirkan generasi yang “rigid”terhadap perbedaan pandangan. Selain itu dikhawatirkan juga melahirkan pribadi robotik atau generasi zombie yang egoistik, infantil, dan antisosial.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Melalui penerapan Society 5.0 maka penggunaan mahadata, kecerdasan artifisial dan teknologi digital bisa diselaraskan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan masyarakat.

Generasi Y yang kreatif, inovatif dan produktif, sejak dini perlu diperkaya dengan ketrampilan soft skill yang tertuang dalam kebijakan Society 5.0. Tentu kemampuan paripurna tersebut diharapkan berhasil memenangkan persaingan di era disruptif dan dunia tak berbatas.

*Penulis merupakan psikolog, mantan HR & Finance Director di Krakatau Steel Group

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Bus Damri dari Jogja-Bandara YIA, Bantul, Sleman dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement