Advertisement

OPINI: Peringkat Daya Saing DIY

Y. Sri Susilo, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 01 Oktober 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Peringkat Daya Saing DIY Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Beberapa referensi menyatakan pengertian daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak sebatas hanya pada tingkat mikro perusahaan. Definisitersebut juga mencakup aspek di luar perusahaan seperti iklim berusaha atau iklim investasi yang merupakan faktor di luar kendali suatu perusahaan. Faktor termaksud dapat bersifat iklim atau lingkungan mikro perusahaan, daerah/regional, dan nasional/negara.

Menurut Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI, 2001), definisidaya saing daerah adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Abdullah (2002), indikator penentu daya saing daerah adalah perekonomian daerah, keterbukaan, sistem keuangan, infrastruktur dan sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, kelembagaan, tata kelola (governance), kebijakan dan manajemen pemerintah, serta ekonomi makro.

Advertisement

Daya saing daerah terkait dengan daya saing investasi. Keterkaitan termaksud dalam arti semakin meningkat daya saing suatu daerah maka daya saing investasi daerah tersebut juga meningkat. Peningkatan tersebut dilihat dari indikator meningkatnya investasi swasta (asing dan domestik) di daerah tersebut.

Menurut Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah/KPPOD dan Asia Foundation (2009) terdapat beberapa faktor penentu daya tarik investasi daerah (Sri Susilo, 2018). Faktor termaksud adalah: (1) faktor kelembagaan, (2) faktor sosial politik, (3) faktor ekonomi daerah, (4) faktor tenaga kerja dan produktivitas, dan (5) faktor infrastruktur fisik.

Hasil studi KPPOD (2017) menunjukkan faktor atau variabel tata kelola ekonomi juga menjadi faktor atau variabel penentu daya tarik suatu daerah (Sri Susilo, 2018). Daerah-daerah berkategori inovatif tersebut menjadikan tata kelola sebagai instrumen untuk bersaing dan mengejar ketertinggalannya. Mereka memiliki pemimpin perubahan (Kepala Daerah), pemerintahan yang bekerja (effective bureaucracy) dalam sistem terlembaga, strategi fokus yang menjadi kerangka dan orientasi dari perencanaan, penganggaran hingga program kegiatan pemerintahan. Daerah-daerahtermaksud meretas jalan pembangunan ekonomi berbasis investasi swasta dengan memberikan pelayanan yang optimal kepada investor.

Bagaimana dengan daya saing Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)? Jawaban pertanyaan tersebut menjadi fokus tulisan ini. Berdasarkan hasil survei Asia Competitiveness Institute/ACI (2020), DIY pada tahun 2020 berada di peringkat 9 dari 34 provinsi di Indonesia. Sebelumnya pada tahun 2017 di peringkat 9, tahun 2018 peringkat 6, dan kemudian tahun 2019 tetap di peringkat 6. Dibandingkan tahun 2018 dan 2019, peringkat tahun 2020 mengalami penurunan.

Survei yang dilakukan ACI mencakup responden yang dianggap mengetahui masalah (purposive sampling) yaitu pelaku usaha (APINDO), akademisi (perguruan tinggi) dan birokrasi (pemerintah provinsi). Jumlah rata-rata setiap provinsi sebanyak 81 responden. Data primer yang bersumber dari responden (24 indikator/23%) diolah/diokombinasikan dengan data sekunder (81 indikator/77%) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Bank Dunia INDO DAPOER (Indonesia Data Base for Economic Research), Kementerian Kesehatan dan sebagainya.

Dalam survei ACI Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore terdapat empat lingkup yang dikaji yaitu: (1) kualitas hidup dan pembangunaninfrastruktur, (2) stabilitas ekonomi makro, (3) kondisi finansial bisnis dan tenaga kerja, serta (4) pemerintahan dan institusi publik. Dari ke-4 lingkup tersebut, hasil survei ACI (2020) untuk DIY masing-masing memperoleh skor 1,538 (kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur/peringkat 2), -0,653 (stabilitas ekonomi makro/peringkat 27), 0,442 (kondisi finansial bisnis dan tenaga kerja/peringkat 8), dan0,072 (pemerintahan dan institusi publik/peringkat 14), dan. Dengan demikian DIY memperoleh skor 0,414 (peringkat 9).

Hasil survei tentu ada kelebihan dan kekurangan, termasuk hasil survei ACI. Kemungkinan kekurangan yang bisa terjadi adalah terkait keterwakilan responden, proporsi responden dan jumlah responden (sample size). Di sisi lain, hasil survei ini juga dapat digunakan sebagai pembanding atau komparasi untuk melihat daya saing daerah atau provinsi lain. Dengan melihat hasil survei dan membandingkan dengan daerah lain maka Pemda DIY dapat melakukan introspeksi untuk memperbaiki yang dianggap kurang dan mempertahankan/meningkatkan capaian yang sudah dianggap baik.

Mengacu pada hasil survei ACI (2020), DIY mempunyai kekurangan yang terkait dengan lingkup stabilitasekonomimakro (peringkat 27) serta pemerintahan dan institusi publik (peringkat 14). Faktor-faktor penyebab stabilitas ekonomi makro serta pemerintahan dan institusi di DIY dipengaruhi oleh faktor internal dan factor eksternal. Untuk faktor yang bersifat eksternal, Pemda DIY tentu tidak bisa mempengaruhi secara langsung melalui kebijakan. Sebaliknya, jika factor yang bersifat internal kemungkinan besar Pemda DIY dapat mempengaruhi melalui kebijakan yang diterapkan.

Upaya memperbaiki stabilitas ekonomi makro, maka Pemda DIY dapat menerapkan strategi dan kebijakan yang mampu memperbaiki ketimpangan pendapatan (Rasio Gini), menurunkan tingkat pengangguran, mendorong ekspor nonmigas, masuknya investasi dan sebagainya. Selanjutnya untuk mendorong peningkatan kinerja pemerintahan dan institusi pelayanan maka dapat dilakukan melalui strategi dan kebijakan yang mendorong peningkatan koordinasi Pemda DIY dengan Pemkab/Pemkot, kualitas Perda, kapasitas pemerintahan, dan mendorong meningkatkatnya efisiensi pemda dan sebagainya.

Sebagai catatan penutup, berbagai upaya Pemda DIY tersebut harus mendapat dukungan dari pemangku kepentingan agar strategi dan kebijakan yang diterapkan dapat lebih optimal hasilnya. Pemangku kepentingan (dunia usaha, akademisi, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, asosiasi profesi, komunitas masyarakat dan media massa) harus memberikan dukungan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki agar daya saing DIY meningkat. Dengan meningkatnya daya saing daerah maka dapat mendorong daya tarik investasi DIYsehingga diharapkan investasi di DIY juga meningkat. Kondisi tersebut dapat mendorong pembangunan ekonomi melalui pertumbuhan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disnakertrans Bantul Segera Buka Posko Aduan THR

Bantul
| Selasa, 19 Maret 2024, 11:27 WIB

Advertisement

alt

Pihak Ryu Joon Yeol dan Han So Hee Akhirnya Mengakui Adanya Hubungan Kasih

Hiburan
| Sabtu, 16 Maret 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement