Advertisement

OPINI: Tata Kelola Food Estate

Made Satyaguna
Jum'at, 17 Februari 2023 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Tata Kelola Food Estate Kawasan food estate di Kab. Humbang Hasundutan. - Istimewa - Diskominfo Sumut

Advertisement

Permasalahan pangan saat ini tidak lepas dari isu lingkungan, sosial-ekonomi, dan politik yang berkembang, mulai dari pencemaran hingga geopolitik mendorong ketidakstabilan ekosistem yang berdampak serius terhadap perekonomian. Pascapandemi virus Covid-19 yang baru saja terjadi makin memberikan sinyal peringatan yang jelas bahwa ketidakstabilan ekosistem harus menjadi skala prioritas tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga pelaku industri dan masyarakat dalam membangun swasembada pangan.

Pendekatan food estate yang diajukan dalam upaya membangun ketahanan pangan diyakini mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan penduduk secara linier sekaligus menjadi model keekonomian pasar yang berkelanjutan. Namun, tingkat kegagalan transformasi food estate sangatlah tinggi karena harus mampu mendorong aktivitas ekonomi lokal setempat secara simultan dan efektif.

Advertisement

Regulasi yang ketat, pedoman yang lengkap, dan be­sar­an insentif bukanlah menjadi kunci keberhasilan berjalannya keekonomian pasar yang berlandaskan ketahanan pangan dan kepedulian lingkungan. Pemahaman holistik tentang tata kelola sangat di­per­lukan sebelum mendorong food estate mencapai ke­ekonomian pasar yang di­ingin­kan dan dibutuhkan.

Pembangunan food estate tanpa disertai dengan upaya pelestarian lingkungan tidak akan menyelesaikan issue yang terjadi, tetapi justru me­nambah permasalahan seperti misalnya eksploitasi yang berlebihan. Sebaliknya pe­­les­tarian lingkungan tanpa di­imbangi dengan kebijakan pem­­bangunan food estate da­­­pat mengakibatkan permasa­lah­an seperti, misalnya, so­­sial–eko­nomi akibat kenaikan harga makanan.

Dalam proses untuk mencapai pengelolaan ekonomi secara bersama memang me­ngalami banyak kenda­la yang dihadapi seperti 1) skala prioritas dalam pe­menuhan maupun perbai­k­an sumber daya yang ter­kait, 2) konsistensi dan komitmen kebijakan yang masih memiliki celah konflik kepentingan, 3) biaya yang di timbulkan dalam ukuran waktu serta inovasi terbuka yang dapat mendukung pembangunan food estate.

Mengesampingkan tata kelola dapat menimbulkan implikasi atas perkembangan ekonomi yang berlandaskan ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan menjadi negatif. Kepedulian terhadap berjalannya suatu mekanisme kelembagaan untuk memastikan pengambilan keputusan secara ilmiah masih rendah akibat tuntutan dan tanggung jawab dari para aktor memiliki hierarki yang berbeda.

Penelitian terhadap food estate yang memfokuskan pada keekonomian pasar berkelanjutan belum banyak dilakukan karena proses implementasi serta dampak tambahan yang mungkin terjadi dari upaya interdisipliner telah terabaikan seperti daur ulang dan potensi ekonomi sirkular belum memadai.

Kontribusi interdisipliner dari para aktor dalam membentuk sistem timbal balik (bottom-up maupun top-down) menjadi komponen penting untuk meredakan atau meminimalkan konflik kepentingan sebagai tindakan efektif mendukung pembangunan food estate.

Karena kurangnya pemahaman proses dan struktur tata kelola ketahanan pangan; ketersediaan pangan yang didasari oleh produk pertanian, peternakan dan perkebunan saat ini masih dikelola sebagian besar oleh aktor yang mempromosikan wacana liberalisasi perda­gang­an. Hal ini sedikit ba­nyak memiliki kelemahan terutama bagi petani ska­la kecil, sehingga sering diketahui ketersediaan pangan menjadi arena kepentingan diluar kemampuan da­lam mengelola sumber alam.

Banyak petani skala ke­cil dan aktor masyarakat si­pil menawarkan pendekat­an yang sangat berbeda, dengan fokus intrinsik pada keadilan sosial dan kelesta­ri­an lingkungan. Sangat pen­ting bagi debat tata kelola ketahanan pangan untuk me­ng­integrasikan secara erat per­spektif dari seluruh aktor de­ngan harapan dapat menga­tasi berbagai implikasi negatif dari pelaksanaan ketahanan pangan yang dominan ser­ta pengaruh dari kontribusi swasta dalam keekonomian pasar jangka panjang.

Dalam mengembangkan ke­ta­hanan pangan yang dikait­kan dengan ketidak pastian sua­tu ekonomi akan mendorong tingkat dinamika so­sial–lingkungan yang berubah de­­ngan cepat.

Integrasi masalah yang saling terkait seperti pe­­nyediaan lahan, teknologi, pe­­lestarian lingkungan, serta pro­­duktivitas pangan membu­tuh­kan me­ka­nisme pengelola­an yang tepat, fleksibel dan adap­tif.

Tanpa adanya ketiga hal tersebut potensi pengelolaan sumber daya dapat terperangkap kekakuan (sistem yang tangguh tetapi tidak adaptif), sehingga membatasi kemampuan dalam penyediaan pangan sesuai kebutuhan yang diinginkan.

Tidak semua negara memiliki tingkat tahap tata kelola yang sama, sehingga diperlukan langkah awal membuat kerangka pembangunan food estate yang dapat diterima oleh para aktor yang berpentingan. Implikasi kebijakan, praktik lapangan dan penelitian lanjutan bagi pembuat aturan maupun pedoman akan menjadi terbuka dan mendorong pertukaran informasi secara menyeluruh.

Walaupun tujuan pembangunan food estate dapat mengarah kepada keekonomian pasar, tetapi selama pemahaman tata kelola minim maka pembuktian tersebut masih berupa teori semata tanpa terciptanya ketersediaan pangan secara konkret ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pj Walikota Jogja Singgih Raharjo Maju Pilkada, Begini Respons Pemda DIY

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

alt

Lima Kdrama yang Dinanti pada 2025

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 21:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement