Advertisement

OPINI: Ritel Tradisional Tetap Eksis di Masa Pandemi

Sri Ekanti Sabardini, Dosen STIM YKPN
Rabu, 08 September 2021 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Ritel Tradisional Tetap Eksis di Masa Pandemi Sri Ekanti Sabardini, Dosen STIM YKPN

Advertisement

Tepat 1 Agustus 2021 menjadi sejarah pamitnya Giant dari kompetisi ritel offline modern di Indonesia. Sebanyak 100 gerai Giant di Indonesia akhirnya tutup dengan 14.000 tenaga kerja menjadi terdampak.

Penutupan ini tentu menyisakan pilu yang mendalam karena ribuan orang harus kehilangan pekerjaannya. Kasus ini menjadi bukti bahwa ritel sebesar Giant pun bisa terpuruk. Giant yang didukung dari manajemen Hero sejak 2002 sudah mulai menutup gerainya secara bertahap sejak 2015 (75 gerai), 2019 dan 2020.

Advertisement

Bukti lain yang menunjukkan bahwa ritel offline modern sekalipun bisa mengalami keterpurukan adalah dengan penutupan 75 gerai Matahari pada Juli 2020. Matahari juga menyatakan bahwa pada tahun 2020 telah mengalami kerugian sebanyak Rp823 miliar, meskipun pada tahun 2019 masih memperoleh laba sebesar 1.34 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan terjadi dengan sangat cepat, khususnya penurunan drastis di industri ritel. Lalu bagaimana kelanjutan nasib ritel offline di Indonesia

Younki Susilo, staf ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengatakan bahwa sudah sekitar lima tahun terjadi penurunan di industri ritel. Para peritel lebih banyak berperang melalui harga. Di luar penjualan produk grocery, peritel kurang pandai untuk membuat pengalaman belanja lebih menarik.

Sebenarnya manajemen Hero telah melakukan sejumlah upaya untuk mempertahankan Giant lewat perbaikan gerai dan peningkatan kualitas produk agar dapat menarik pelanggan, tetapi perubahan perilaku konsumen itu bertahan dan semakin cepat pada masa pandemi. Hal ini dikatakan oleh Patrick Lindvall selaku Direktur Utama PT Hero Supermarket Tbk.

Menurut Dr Indrawan Nugroho dalam artikelnya yang berjudul Ulasan di Balik Penutupan Giant dan Matahari mengatakan bahwa perubahan perilaku konsumen pada pada masa pandemi adalah pada pemilihan gerai yang lebih kecil, lebih dekat dengan tempat tinggal serta perkembangan teknologi juga mengubah perilaku masyarakat untuk menggunakan alat/gagdget mereka untuk belanja secara online.

Menurut DX Trends global retail industry 2021 lebih dari sepertiga (34%) retailer kini menjual mayoritas produk dan layanan melalui online. Sementara 2/3 percaya bahwa online dan offline semakin menyatu. Mc Kinsey Report melaporkan bahwa gaya belanja Omni Channel (belanja melalui Whatsapp) meningkat 28%.

Belanja kebutuhan sehari hari secara online yang diantar ke rumah tersebut naik 57%.  Bahkan 56% pelanggannya tersebut mengaku berencana untuk meneruskan gaya belanja seperti itu bahkan setelah pandemi berakhir. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga menyatakan bahwa penjualan online dari industri ritel mengalami peningkatan hingga 15%, walaupun hanya memberikan kontribusi kurang lebih 8% dari penjualan ritel seluruh Indonesia. Trend seperti ini tidak hanya ada di Indonesia.

Laporan Mc Kinsey Report April 2021 juga menyebutkan bahwa hanya sepertiga dari pelanggan di Amerika yang ingin kembali belanja di shopping mall.

Berdasarkan kasus dan data tersebut, sebenarnya dapat menjadi peluang bagi ritel tradisional untuk bangkit berbenah diri. Ritel tradisional juga perlu belajar dari ritel yang mampu bertahan di era pandemi seperti Alfamart dan Indomaret. Keunggulan ritel tradisional adalah pada letaknya yang dekat dengan pemukiman/lokasi dekat dengan konsumen. Tantangan selanjutnya pada bagaimana pasar tradisional secara aktif melakukan adaptasi dengan perubahan perilaku konsumen tersebut. Lalu apa yang bisa dilakukan ritel tradsional?

Menyediakan penjualan secara online dan jasa delivery

Peritel tradisional dapat memanfaatkan peluang dari perkembangan digital saat ini. Peritel tradisional dapat melakukan dengan pendekatan serderhana. Sebagai contoh dengan melakukan promosi dan penjualan dengan memanfaatkan media Whatsapp chat. Peritel dapat mempromosikan toko dan menerima proses penjualan pada konsumen dan calon konsumen. Jika dalam jarak jauh, peritel dapat menyediakan jasa delivery. Peritel tradisional dapat mengambil pelajaran dari beberapa ritel yang dapat bertahan di masa pandemi.

Fresh Mart (Prima) mampu bertahan di era pandemi dengan menyediakan penjualan baik secara offline maupun online melalui Whatsapp.

Alfamart menggunakan aplikasi untuk belanja sehingga konsumen mudah melakukan belanja, bahkan gratis ongkir jika belanja sejumlah tertentu. Konsumen yang puas dengan sistem belanja ini menjadi sangat loyal pada ritel, dan bahkan saat pandemi berakhir mereka dapat menggunakan cara yang sama.

 

Mengenali Kebutuhan Konsumen

Periset tradisional juga dapat mengambil peluang dengan mengenali kebutuhan konsumen. Peritel dapat mengumpulkan data pelanggan dan menggunakannya untuk membuat strategi pemasaran. Sebagai contoh, Ibu X selalu menggunakan sabun cuci R, sedangkan Ibu Y menggunakan sabun cuci S.

Daftar ini akan memudahkan ritel tradisional dalam belanja produk yang akan dijual dan mempromosikan pada pelanggan yang tepat. Produk yang tidak laku akan diminimalkan karena semua kebutuhan masyarakat pada wilayah tersebut sudah terpenuhi.

Selain itu, data pelanggan juga akan bermanfaat untuk meneliti produk apa yang paling laku. Berdasarkan data tersebut, maka peritel dapat memberikan promosi berupa potongan harga pada produk tersebut.

Belajar dari Alfamart, pelanggan mulai menghapal bahwa di Alfamart roti tawar jumbo merek S harganya selalu dipotong 3.000, suatu jumlah yang cukup menarik hati bagi calon pembeli. Pelanggan juga menghapal bahwa sabun cuci piring merek M dan S selalu dipotong 25%, ini merupakan promosi yang menarik dan akan dibeli oleh konsumen karena Alfamart tahu dari catatan pelanggan bahwa produk tersebut sangat laku. Pada akhirnya, pelanggan akan selalu membeli produk itu dan akan membeli produk lainnya yang sedang dibutuhkan pelanggan. Promosi yang diberikan pada produk yang tepat sesuai perilaku konsumen akan memicu pembelian produk lainnya.

Pembayaran Online

Salah satu dampak perkembangan teknologi juga pada kegiatan transaksi pembayaran. Oleh karena itu, peritel tradisional dapat memanfaatkan peluang tersebut dengan menerapkan sistem pembayaran transfer atau dengan e-wallet. Pembelian melalui online dan pembayaran online akan memberikan kemudahan bagi pelanggan.

Situasi pandemi telah membentuk sikap dan perilaku berbeda dari konsumen. Oleh karena itu, peritel tradisional perlu beradaptasi untuk menangkap situasi pandemi ini sebagai peluang ketimbang sebagai ancaman.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Baliho Menjamur di Jalanan Sleman, Lurah Banyurejo Siap Maju di Pilkada 2024

Sleman
| Jum'at, 19 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement