Advertisement
NGUDARASA: Keadilan Restoratif, Solusi yang Kian Diminati

Advertisement
“Sedapat mungkin jangan berurusan dengan masalah hukum di negeri ini,” demikian ujar seorang sahabat suatu ketika. Karena, menurut dia, urusannya bisa sangat panjang dan berbelit-belit. Tidak jarang harus keluar banyak biaya,” ujar sahabat yang menekuni seluk-beluk dunia keadilan dan peradilan tersebut.
“Apalagi kalau, misalnya, ketanggor persoalan karena kamu melakukan korupsi, jangan tanggung-tanggung korupsilah dalam jumlah besar sekalian, soalnya nanti akan sangat banyak biaya ini-itu untuk dapat keluar dari belitan persoalan tersebut,” tuturnya mewanti-wanti. Karena, lanjutya, besar kemungkinan hasil korupsi itu akan habis untuk ngongkosi proses peradilan itu sendiri, karena hampir di setiap tahapan proses penegakan hukum itu—kepolisian, kejaksaan, pengadilan—ada saja oknum tertentu yang menjadikan loopholes alias celah untuk meminta fulus agar urusannya aman dan lancar.
Advertisement
Begitulah potret dunia keadilan dan peradilan di negeri ini. Karena itu, benar sekali warning teman tadi, kalau tidak terpaksa banget jangan sampai kita berurusan dengan masalah hukum. Pemeo lama mengatakan, “kalau kamu kehilangan ayam, jangan lapor ke penegak hukum. Bisa-bisa kamu akan kehilangan kambing.”
Karena itu, tren yang kini berkembang di dunia panegakan hukum di Indonesia, juga di dunia, adalah penerapan keadilan restoratif (restorative justice), terutama bagi kasus-kasus pidana ringan, perkara yang melibatkan anak, serta mediasi konflik untuk menghindari proses hukum formal yang panjang dan berpotensi merugikan semua pihak. Proses keadilan formal cenderung menjadi penyelesaian hukum yang bersifat win-lose alias menang-kalah, maka keadilan restoratif yang mengarah pada win-win solution atau penyelesaian yang sama-sama menang.
Oh iya, karena korupsi disepakati oleh banyak bangsa sebagai extra-ordinary crime on humanity atawa kejahatan kemanusiaan luar biasa, tentunya tidak dapat menggunakan pendekatan restorative justice ini. Keenakan si koruptornya kalau dengan prinsip keadilan restoratif ini justru dia akan beroleh impunitas.
Karena sifatnya yang sedemikian itu, restorative justice pun semakin populer di seluruh dunia, sebagai alternatif penyelesaian sengketa hukum di luar persidangan karena dapat memberikan solusi yang lebih konstruktif dan memulihkan hubungan sosial.
Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian sengketa hukum yang fokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat, serta memperbaiki dampak dari tindak pidana. Berbeda dengan sistem peradilan konvensional yang fokus pada hukuman, restorative justice bertujuan untuk memulihkan kerugian dan mempromosikan rekonsiliasi.
Restoratif (restorative) mengandung makna "memulihkan" atau "mengembalikan". Ini sesuai dengan esensi restorative justice yang bertujuan untuk memulihkan keadaan dan hubungan yang rusak akibat kejahatan, bukan hanya menghukum pelaku. Sedangkan terminologi keadilan (justice) merepresentasikan konsep dasar keadilan, di mana semua pihak yang terdampak (korban, pelaku, komunitas) memperoleh hak dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyelesaian masalah.
Konsep keadilan restoratif merupakan pendekatan dalam penanganan tindak pidana yang menitikberatkan pada pemulihan keadilan dan keseimbangan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, yaitu korban, pelaku, dan masyarakat. Ini berbeda dengan pendekatan retributif (pembalasan) yang fokus pada penghukuman pelaku.
Tujuan utamanya adalah memberikan kesempatan bagi korban untuk menyampaikan dampak kejahatan, mendapatkan ganti rugi (materiil dan/atau non-materiil), serta merasa aman dan didengar. Selain itu, keadilan restoratif mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, memahami dampak kejahatan, dan berupaya memperbaiki kesalahan. Keadilan retoratif lebih melibatkan komunitas dalam proses penyelesaian masalah dan pemulihan, demi terciptanya keharmonisan sosial.
Pemulian Hubungan/Rekonsiliasi
Prinsip dasar keadilan restoratif meliputi (1) partisipasi aktif dari pelaku, korban, dan masyarakat yang dilibatkan secara aktif dalam proses penyelesaian, (2) aspek pemulihan yang fokus pada upaya memperbaiki dampak dari suatu tindak pidana dan pemulihan hubungan, serta (3) aspek rekonsiliasi yang mendorong pemahaman dan membangun kembali hubungan antara pihak-pihak yang terlibat.
Proses keadilan restoratif dapat melibatkan mediasi, dialog, atau pertemuan antara pelaku dan korban untuk mencapai kesepakatan dan pemulihan. Pendekatan ini dapat membantu mengurangi konflik, mempromosikan pemaafan, dan memperbaiki hubungan sosial.
Prinsip restorative justice telah diterapkan di berbagai negara dan kawasan, misalnya Selandia Baru, Australia, Kanada, dan Afrika Selatan. Selandia Baru telah menerapkan restorative justice dalam sistem peradilan pidana sejak tahun 1980-an, terutama untuk kasus-kasus remaja. Sedangkan Australia mengadopsi prinsip keadilan restoratif dalam berbagai bentuk, termasuk mediasi korban-pelaku dan program keadilan restoratif untuk kasus-kasus kekerasan.
Kanada bertindak lebih maju lagi. Negeri itu menerapkan restorative justice dalam sistem peradilan pidana, terutama untuk kasus-kasus yang melibatkan masyarakat adat, sementara Afrika Selatan menggunakan restorative justice sebagai bagian dari proses rekonsiliasi pasca-apartheid, melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Di Indonesia, prinsip restorative justice juga telah diterapkan dalam beberapa konteks, seperti peradilan anak dan penyelesaian sengketa. Indonesia menerapkan restorative justice dalam sistem peradilan anak, dengan fokus pada pemulihan dan reintegrasi anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Prinsip kedilan restoratif di Indonesia juga digunakan dalam penyelesaian sengketa di luar persidangan, seperti mediasi dan negosiasi.
Namun, penerapan prinsip keadilan restoratif di Indonesia masih terbatas dan belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem hukum konvensional. Masih terdapat tantangan dalam menerapkan prinsip tersebut secara luas, seperti keterbatasan sumber daya dan infrastruktur yang memadai.
Selain itu, dari sisi kebudayaan dan kesadaran masyarakat pun belum sepenuhnya mendukung. Penerapan keadilan restoratif memerlukan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip restorative justice. Hal yang tidak kalah penting adalah penerapan rpinsip keadilan restoratif perlu diintegrasikan dengan sistem hukum konvensional untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum.
Meskipun demikian, Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan prinsip restorative justice lebih luas, terutama dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan mengembangkan infrastruktur yang mendukung. Pada dasarnya, terdapat pemahaman dasar di kalangan masyarakat yakni adanya prinsip musyawarah-mufakat dan gotong royong.
Prinsip restorative justice juga memiliki akar yang kuat dalam berbagai budaya di Afrika. Banyak masyarakat adat Afrika yang telah lama menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam menyelesaikan konflik dan memperbaiki hubungan sosial.
Dalam konteks Afrika, keadilan restoratif seringkali melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, keluarga, dan tokoh adat dalam proses penyelesaian konflik. Tujuan utamanya adalah untuk memulihkan hubungan, memperbaiki kerugian, dan mempromosikan rekonsiliasi.
Contoh-contoh penerapan restorative justice di Afrika antara lain Ubuntu di Di Afrika Selatan dan Mato Oput di Uganda. Konsep "Ubuntu" (artinya "kemanusiaan terhadap sesama") menekankan pentingnya hubungan sosial dan komunitas dalam menyelesaikan konflik, dangkan proses "Mato Oput" melibatkan ritual dan mediasi untuk memulihkan hubungan antara pelaku dan korban, serta mempromosikan rekonsiliasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- NGUDARASA: Keadilan Restoratif, Solusi yang Kian Diminati
- Gratifikasi dan Ketidakjujuran Akademik Masih Membayangi Dunia Pendidikan
- HIKMAH RAMADAN: Tasamuh Sesama Muslim dalam Perbedaan Gerakan Salat
- HIKMAH RAMADAN: Merangkul Duka, Menemukan Cahaya
- HIKMAH RAMADAN: Meningkatkan Keterampilan Regulasi Emosi Anak saat Ramadan
Advertisement

Tarif dan Jadwal Sinar Jaya dari Jogja ke Parangtritis Bantul dan Pantai Baron Gunungkidul, Senin 9 Juni 2025
Advertisement

Sutradara Australia Ini Terkesan dengan Penonton Film di Jogja
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement