Advertisement

OPINI: Mencermati Indeks Kebahagiaan 2021

Y. Sri Susilo, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 06 Januari 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Mencermati Indeks Kebahagiaan 2021   Y. Sri Susilo, Dosen Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Akhir bulan Desember 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan hasil survei yang berjudul Indeks Kebahagiaan 2021 (Kamis, 30/12/21). Survei tersebut merupakan yang ketiga, setelah Survei Pengukuran Tingkat Kebahagian (SPTK) yang dilakukan pada tahun 2014 dan 2017. Secara umum, tujuan SPTK 2021 bertujuan mendapatkan informasi rinci tentang tingkat kebahagiaan yang diukur dengan variabel objektif dan subjektif yang relevan. Untuk tahun 2021, survei dilakukan serentak di seluruh kabupaten/kota di 34 provinsi pada 1 Juli sampai 27 Agustus terhadap 75.000 rumah tangga yang dipilih secara acak (random).

Menurut BPS (2021), Indeks Kebahagiaan sebagai ukuran pembangunan yang bersifat subjektif ditawarkan untuk melihat persepsi masyarakat, tentang apa yang dirasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pendekatan pengukuran yang digunakan mencakup tiga dimensi  yaitu Kepuasan Hidup (Life Satisfaction), Perasaan (Affect), dan Makna Hidup (Eudaimonia). Dimensi Kepuasan Hidup dibedakan menjadi Subdimensi Kepuasan Hidup Personal dan Kepuasan Hidup Sosial.

Advertisement

Setelah pendahuluan, bagian kedua artikel ini menjelaskan hasil dari SPTK 2021. Dilanjutkan untuk mencermati Indeks Kebahagiaan jika dibandingkan dengan indikator pembangunan yang lain. Bagian terakhir merupakan catatan penutup untuk melengkapi artikel pendek ini.

Hasil SPTK 2021

Berdasarkan SPTK 2021, Indeks Kebahagiaan Indonesia pada tahun 2021 naik 0,80 poin menjadi 71,49 dibandingkan hasil SPTK 2017 yang sebesar 70,69. Jika dirinci, maka Indeks Dimensi Kepuasan Hidup sebesar  sebesar 75,16, Indeks Dimensi Perasaan sebesar 65,61 dan Indeks Dimensi Makna Hidup sebesar 73,12. Selanjutnya Indeks Dimensi Kepuasan Hidup terdiri dari Indeks Subdimensi Kepuasan Hidup Personal yang sebesar 70,26 dan Indeks Subdimensi Kepuasan Sosial sebesar 80,07.

Survei BPS tersebut juga menunjukkan laki-laki lebih bahagia dibandingkan perempuan dengan angka 71,96 berbanding 71,04. Dari segi pendidikan, responden dengan pendidikan S2 (Magister) dan S3 (Doktor) memiliki tingkat kebahagiaan paling tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Dengan semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula tingkat kebahagiaan seseorang.

Selanjutnya dari sisi pendapatan, responden survei yang memiliki penghasilan di atas Rp 7,2 juta memiliki kebahagiaan paling tinggi dibandingkan pendapatan di bawah Rp 7,2 juta. Penduduk perkotaan memiliki nilai Indeks Kebahagiaan yang lebih tinggi (71.73) dibandingkan dengan perdesaan (71,17).

Publikasi BPS (2021) juga mengelompokkan Indeks Kebahagiaan di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi. Hasil SPTK 2021, menunjukkan wilayah dengan masyarakat paling bahagia adalah provinsi Maluku Utara (76,34), Kalimantan Utara (76,33), Maluku (76,28), Jambi (75,17), dan Sulawesi Utara (74,96). Selanjutnya, wilayah dengan masyarakat yang paling tidak bahagia adalah Provinsi Banten (68,08), Bengkulu (69,74), Papua (69,87), Nusa Tenggara Barat (69,98), dan Jawa Barat (70,23).

Hasil SPTK 2021 juga melaporkan bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia mengalami peningkatan Indeks Kebahagiaan. Di sisi lain, terdapat 10 wilayah provinsi justru turun. Provinsi tersebut adalah Aceh, Riau, Sumatra Selatan, dan Bengkulu untuk kawasan Sumatra. Kemudian provinsi yang juga mengalami penurunan Indeks Kebahagiaan adalah DKI Jakarta, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Bagaimana dengan Indeks Kebahagian DIY? Berdasarkan SPTK 2021 sebesar DIY 71,70 atau turun 1,23 poin dibandingkan hasil SPTK 2017 yang sebesar 72,93. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa, maka Indeks Kebahagiaan DIY masih di bawah Provinsi Jawa Timur,  Jawa Tengah namun di atas Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Mencermati Indeks Kebahagian

Bagaimana jika dibandingkan Indeks Kebahagian dengan indikator pembangunan lain, seperti Kemiskinan? Hasil SPTK 2021 yang dilakukan BPS (2021) dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Sebagian besar provinsi di Indonesia berada dalam kondisi: (1) persentase penduduk  miskin dan Indeks Kebahagiaan penduduknya yang relatif tinggi. Sebagai contoh, Provinsi Papua Barat, Maluku dan Gorontalo. (2) Persentase penduduk miskin relatif rendah dan Indeks Kebahagiaan yang relatif tinggi. Sebagai contoh, Provinsi Kalimantan Utara, Maluku Utara dan Sulawesi Utara.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat kemiskinan tidak selalu berkorelasi negatif dengan tingkat kebahagiaan. Tegasnya, tingkat kebahagiaan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Kebahagiaan subjektif tidak selalu berkaitan dengan status ekonomi individu. Dengan kata lain, kebahagiaan dapat diperoleh atau dipengaruhi oleh variabel nonekonomi atau pendapatan. Dengan demikin, individu yang miskin tetap dapat memperoleh dan menikmati kebahagian.

Jika dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)? Sebagian besar provinsi di Indonesia termasuk dalam TPT relatif rendah dan Indeks Kebahagiaan tinggi. Sebagai contoh, Provinsi Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat.

Dalam korelasi antara IPM dengan Indeks Kebahagiaan, sebagian besar provinsi di Indonesia mempunyai pola sebagai berikut: (1) IPM dan Indeks Kebahagiaan secara beriringan relatif tinggi, misalnya Provinsi Kalimantan Timur. (2) IPM relatif rendah namun Indeks Kebahagiaan relatif tinggi, contohnya Provinsi Papua Barat. (3) IPM tinggi namun tidak diiringi dengan tingginya Indeks Kebahagiaan. Untuk kasus ini, keenam provinsi di Jawa dapat digunakan sebagai contoh.

Catatan Penutup

Berdasarkan hasil SPTK 2021, tinggi rendahnya Kemiskinan, TPT dan IPM tidak selalu beriringan dengan tinggi rendahnya Indeks Kebahagiaan masing-masing Provinsi di Indonesia. Namun demikian, Indeks Kebahagiaan harus tetap dikembangkan metodologinya agar hasilnya sebagai salah satu indikator pembangunan semakin valid.

SPTK 2021 ini dilakukan pasa masa Pandemi Covid-19, tentu ada beberapa faktor yang terkait dengan pandemi akan mempengaruhi responden.

Kondisi pandemi sedikit banyak memengaruhi hasil survei. Sebagai penutup, penulis menduga tinggi rendahnya kasus pandemi Covid-19 yang terjadi berkorelasi dengan tinggi rendahnya  Indeks Kebahagiaan di setiap provinsi. Untuk menjawab dugaan tersebut tentu harus dilakukan dengan kajian yang yang komprehensif. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement