Advertisement

OPINI: Restorasi Keselamatan Jalan

Haryo Pamungkas, Kepala Divisi Pelayanan PT Jasa Raharja
Sabtu, 05 Maret 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Restorasi Keselamatan Jalan Truk sarat muatan melintasi jalur lintas Sumatra Timur di Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Jumat (3/5/2019). - Bisnis/Tim Jelajah Infrastruktur Sumatra 2019/Abdullah Azzam.

Advertisement

Kementerian Perhubungan bersama perangkat kerja lainnya belakangan ini mengintensifkan kegiatan jembatan timbang dengan tujuan zero over dimension overload (ODOL) bagi kendaraan barang sebagai upaya menegakan keselamatan jalan.

Pemerintah melakukan hal ini sangatlah beralasan mengingat selama beberapa tahun terakhir akibat kelebihan muatan barang dan batas ketentuan dimensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas dan kerusakan jalan.

Advertisement

Upaya ini merupakan bentuk nyata dari Kemenhub dan Korlantas Polri mendorong upaya pemberantasan truk ODOL yang melintas jalan raya di mana targetnya terlaksana pada awal 2023 Indonesia bebas kendaraan ODOL.

Alhasil dari temuan di lapangan Kemenhub mendapatkan beberapa truk angkutan barang melanggar batas toleransi, bahkan kelebihan ini bahkan ada yang melampaui 100%, sehingga jelas berdampak pada kerusakan jalan dan keselamatan jalan.

Tercatat beberapa peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan angkutan barang terjadi pada 3 September 2021 di mana truk nomor polisi AB 8242 ZU bermuatan batu hilang kendali dan terperosok kemudian menabrak rumah. Diduga rem blong, insiden tersebut mengakibatkan enam orang meninggal dunia dan empat lainnya luka-luka.

Kecelakaan fatal juga terjadi di Muara Rapak, Kota Balikpapan pada 21 Januari 2022 ketika sebuah truk menabrak banyak kendaraan lain yang diduga akibat rem blong. Akibatnya, empat orang meninggal dunia dan puluhan korban luka-luka. Masih banyak peristiwa berdarah yang mewarnai jalan raya.

Berdasarkan data Korlatans Polri yang dicatat pada lampiran Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2022, untuk tingkat fatalitas jenis kendaraan pada 2020, truk berada di posisi ketiga setelah sepeda motor dan mobil.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menegakkan aturan ini mendapat respons dari para supir dan awak dengan unjuk rasa dan protes. Pada situasi ini ada dua kepentingan yang berseberangan antara pemerintah dan pelaku usaha, supir, dan awak angkutan barang. Pemerintah berkepentingan untuk menciptakan keselamatan jalan sedangkan insan angkutan barang berkepentingan mempertahankan ekonominya.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Timur Sundoro, solusi atas persoalan ini adalah kenaikan tarif karena ongkos angkut yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang Dengan Kendaraan Bermotor di Jalan, sudah tidak sesuai lagi. (Bisnis Indonesia, 24 Februari 2022).

Menurut penulis, adanya perbedaan kepentingan antara pemerintah dan insan angkutan barang merupakan cermin dari tatanan atau regulasi yang tidak efektif. Menurut Soerjono Soekanto suatu aturan atauhukum dapat dianggap baik apabila memenuhi tiga hal. Pertama, berlakunya secara yuridis. Artinya, hukum harus dibuat dan dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga pemerintahan yang berwenang menurut tata cara yang sah.

Kedua, berlaku secara sosiologis. Artinya, hukum dapat berlaku secara efektif diakui, ditaati atau dipatuhi di dalam masyarakat sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Ketiga, berlaku secara filosofis, yakni hukum yang berlaku di dalam masyarakat telah dipatuhi sesuai dengan maksud pembentukan hukum. (Jonlar Purba, 2017:20)

Adapun menurut Lawrence M. Friedman, terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dalam penegakan aturan supaya efektif yaitu struktur, substansi, dan budaya hukum. Struktur artinya dipengaruhi oleh petugas/pejabat yang memiliki kewenangan. Substansi artinya aturan atau norma yang berlaku mampu menciptakan ketertiban masyarakat dan keadilan sesuai kebutuhan masyarakat.

Budaya hukum artinya bagaimana kebiasaan dari masyarakat menyikapi suatu aturan yang dipengaruhi oleh faktor Pendidikan, jenis kelamin, suku ekonomi, sosial dan lain-lain. (H. Salim HS, 2013:305).

Memperhatikan pendapat Soerjono Soekanto dan Friedman pada persoalan ODOL, penulis mencermati beberapa hal. Pemerintah yang berdedikasi menegakkan aturan demi menciptakan jalan yang berkeselamatan berdasarkan regulasi yang sah dianggap tidak memihak kepada insan angkutan barang.

Insan angkutan barang merasakan aturan yang ditegakan tidak memberikan solusi atas persoalan hidupnya dalam mencari nafkah, sehingga secara sosiologis aturan tersebut tidak ditaati atau dipatuhi. Peraturan yang seharusnya memberikan kemanfaatan dan keadilan justru tidak dirasakan oleh insan angkutan barang.

Insan angkutan barang umumnya berpendidikan minim dan banyak mengalami himpitan ekonomi, sehingga berwawasan terbatas. Alhasil, jika ada aturan yang mengganggu kepentingannya meskipun untuk kepentingan luas dilihat sebagai penghambat, karena tidak memberikan keadilan kepadanya.

Pada situasi ini pemerintah segera menyelesaikan persoalannya dengan membuka ruang komunikasi ke semua pihak sebagai langkah restorasi agar kehidupan kembali tertib dan jika diperlukan dilakukan perubahan aturan yang kurang berpihak pada masyarakat.

Bagi insan angkutan barang harus dapat memahami bahwa jalan adalah milik bersama, semua pengguna jalan berhak selamat, jangan sampai untuk kepentingan sepihak berakibat kerugian harta dan nyawa pihak lain. Ingat, sudah banyak peristiwa duka terjadi di jalan raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement