Advertisement

OPINI: Risalah Bisnis Digital dan Kemanusiaan

Agnes Gracia Quita, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 17 Maret 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Risalah Bisnis Digital dan Kemanusiaan Agnes Gracia Quita, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Ibarat satu kesatuan, telepon seluler saat ini bisa dianalogikan sebagai salah satu organ tubuh manusia. Telepon seluler menjadi lebih dari sekedar alat komunikasi. Lensa kamera pada HP telah menjadi lensa sosial. Media sosial tidak lagi menjadi platform silaturahmi saja, melainkan menjadi alat ukur standar sosial dan menciptakan norma baru. Kelahiran anak, pertumbuhan anak, kegiatan sehari-hari dan bahkan suasana hati semuanya telah secara gamblang kita bagikan dalam internet. Keterikatan manusia dengan gawai semakin menjadi-jadi. Bahkan saat ini kemunculan berbagai produk digital seperti cryptocurrency, NFT, dan Metaverse pun disambut meriah oleh berbagai kalangan. Namun apakah situasi bisnis digital yang semakin meriah ini membawa kita kepada peradaban yang lebih baik atau malah mendegradasi eksistensi manusia?

Sebagai pengantar, mari refleksi dari kehadiran Metaverse. Pengembang bisnis digital Metaverse mungkin perlu menjadi perhatian, karena layanan ini bisa jadi mimpi buruk bagi privasi dan kemanusiaan. Skenario Metaverse sejatinya mirip seperti permainan The Sims dulu. Anda membuat avatar dan kemudian berinteraksi dengan orang lain yang juga avatar di dunia virtual. Hanya saja, Metaverse terasa lebih nyata karena Anda dapat bekerja di kantor virtual, ada cryptocurrency, media sosial, dan bahkan streaming langsung. Metaverse nantinya juga akan penuh dengan iklan yang terintegrasi dengan data personal anda. Ya, tentunya ini bisa jadi menciderai privasi Anda. Metaverse menjadi tempat menghabiskan waktu sepanjang hari dan membawa anda semakin terdiskoneksi dengan dunia nyata. Anda akan beranggapan menghabiskan waktu dengan teman-teman Metaverse lebih menyenangkan dibanding interaksi dunia nyata. Interaksi dunia nyata tidak bisa dimonetisasi dan Anda tidak bisa menciptakan dunia sesuai imaji Anda.

Advertisement

Kondisi di atas membuat manusia semakin adiktif dengan konsep pelarian dari realita, sama seperti mengadopsi maladaptive daydreaming yang menyenangkan, hanya saja Metaverse sedikit terasa lebih nyata karena bukan sekedar halusinasi pribadi, namun ada komunitas dan ada produk riilnya. Bisnis ini menjadi contoh bahwa kreativitas digital dikembangkan dengan sangat baik. Konsep Metaverse tentunya inovatif dan memberikan banyak keuntungan finansial pada perusahaan. Namun, apakah jenis bisnis seperti Metaverse ini benar baik adanya terutama untuk manusia itu sendiri?

Sajian dan stimulan digital yang semakin beragam dan persuasif namun juga yang semakin superfisial, membuat manusia rentan stres, cemas, dan bahkan terancam sakit mental. Potret peradaban digital saat ini memberikan pelajaran bahwa jika pengembangan konsep bisnis digital hanya mempertimbangkan monetisasi dan komersialisasi akan riskan untuk peradaban dan kemanusiaan itu sendiri.

Tentunya kita tidak bisa melawan deras arus teknologi, sehingga eksplorasi perkembangan bisnis digital jangan dianggap salah tetapi harus dibenahi. Aspek yang perlu selalu dilibatkan dalam bisnis digital secara berkelanjutan adalah upaya untuk melakukan kampanye positif dan kualitas layanan.

Kampanye positif berkaitan dengan konten yang perlu menjadi perhatian entitas bisnis digital. Perusahaan bisnis digital sebaiknya selalu melibatkan isu dan nilai sosial mulai dari misi awal sampai ke dalam sistem dan proses bisnisnya. Pelibatan ini bukan cuma sekedar penerapan sensorship atau peringatan tunggal terkait konten yang mendiskriminasi atau sensitif, melainkan terlihat dalam program, menu dan pengaturan.

Beberapa contoh isu sosial yang dimaksud adalah kesetaraan gender, isu rasial, isu keberagaman, dan isu lingkungan. Pelibatan kampanye positif tidak lagi hanya sebagai tanggung jawab tambahan, melainkan bagian dari susunan bisnis itu sendiri sedari awal (Kilpatrick, 2021).

Sehingga platform bisnis digital memberikan sumbangsih kepada nilai-nilai kehidupan. Konsep besar ini bisa dinamai digital sociopreneurship.

Dari perspektif kualitas layanan, selama ini performa aplikasi/situs dikaitkan dengan empat dimensi yaitu efisiensi, ketersediaan, pemenuhan, dan privasi. Efisiensi merupakan kemudahan dan kecepatan akses yang pengguna rasakan dalam menjelajahi situs. Sementara ketersediaan sistem dan pemenuhan menunjukkan sejauh mana platform memiliki kinerja teknis ketika dibutuhkan.

Misalnya tautan atau sites bisa diakses kapan pun, tidak eror, tidak down. Semakin efisien suatu platform berarti interaksi digital juga semakin cepat. Semakin baik ketersediaan dan pemenuhan, maka semakin muluslah aktivitas selancar pada dunia maya. Namun kita harus sadar, selain kecepatan dan kehandalan sistem, kenyamanan emosional dan efek jangka panjang juga harus dipertimbangkan. Untuk itu perlu disusun pengaturan yang customized dan personalized.

Contohnya pengaturan pembatasan pesan masuk pada jam tertentu diaplikasi percakapan, agar tidak mengganggu waktu berkualitas bersama keluarga. Ada pula pengaturan yang berkaitan dengan urgensi perihal.

Ritme Kerja

Misalnya pada situs kantor, agenda yang belum prioritas tidak terkirim kepada pengguna, supaya tidak menginterupsi ritme kerja yang berlangsung. Kesimpulannya adalah layanan daring perlu didesain tidak melulu mengenai kecepatan, kehandalan dan ketersediaan sistem tapi ketepatan, kenyamanan dan pemenuhan sesuai kebutuhan personal.

Sementara itu bagian lain pada kerangka kualitas layanan daring yang masih menjadi PR besar adalah privasi. Privasi dalam internet menyangkut keamanan suatu situs dan perlindungan terhadap informasi pelanggan yang bersifat pribadi. Selama ini walaupun ada jaminan akan privasi, namun perlindungan terhadap data personal, data transaksi, data jelajah yang tereksploitasi terbukti masih terjadi. Penegakan perlindungan baik oleh pelaku bisnis, pemerintah bahkan peningkatan literasi oleh pengguna harus dibenahi. Consent atau kesadaran pengguna seharusnya menjadi landasan perusahaan  dalam mengelola data pelanggan. Jadi data apapun yang diakses oleh perusahaan sudah berdasarkan izin pelanggan.

Dengan dipugarnya konsep kualitas layanan dan pelibatan kampanye positif, kita bisa berharap digital sociopreneurship menjadi pendukung kemajuan peradaban dan proses memanusiakan manusia dalam dunia maya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Darah di DIY Menipis, PMI: Aktivitas Donor di Luar Belum Banyak

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

alt

Film Dua Hati Biru Ajarkan Para Aktor Belajar Mengelola Rumah Tangga

Hiburan
| Sabtu, 20 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement