OPINI: Menuju Era Pembiayaan Inklusif

Advertisement
Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang kokoh merupakan modal penting bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan, terlebih di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 serta risiko ketidakpastian lainnya.
Pemberdayaan terhadap sektor riil, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang berkontribusi besar dalam pembentukan produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja dipercaya mampu menjadi penopang bagi stabilitas sistem keuangan dan perekonomian. Sayangnya, pengembangan UMKM di Tanah Air masih menghadapi berbagai kendala, salah satunya dari sisi akses keuangan.
Pada kuartal III/2022, data Bank Indonesia menunjukan pertumbuhan kredit UMKM yang melambat terjadi di semua skala usaha. Hal ini searah dengan kinerja penjualan UMKM yang terbatas, khususnya pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian didorong oleh biaya logistik yang masih tinggi, kenaikan harga bahan baku, serta cuaca ekstrem yang melanda Tanah Air. Terbatasnya kenaikan omzet UMKM searah dengan menurunnya ekspektasi pemulihan ekonomi yang berdampak pada penurunan ekspektasi pembiayaan UMKM. Dengan demikian, kebutuhan pembiayaan dengan skema tertentu bagi UMKM adalah sesuai demi menjaga aktivitas dan akselerasi pemulihan ekonomi nasional.
UPAYA BANK SENTRAL
Dalam menjalankan mandat kebijakan makroprudensial khususnya dalam mendorong fungsi intermediasi serta peningkatan akses keuangan, Bank Indonesia memiliki sumbangsih dalam pengembangan UMKM. Sejalan dengan ini, Bank Indonesia menetapkan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebagai dukungan terhadap upaya pemerintah dalam mewujudkan akses pembiayaan dan pengembangan bagi UMKM dan perorangan berpenghasilan rendah.
Selanjutnya, RPIM diharapkan mampu mendorong kontribusi bank secara optimal mempertimbangkan pemenuhan RPIM berdasarkan keahlian dan model bisnis bank dalam pembiayaan inklusif.
Sebagaimana peraturan Bank Indonesia (BI) tentang RPIM bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah, bank wajib melakukan pemenuhan RPIM dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Pemenuhan RPIM untuk pertama kali akan dimulai dengan posisi Desember 2022 untuk seluruh bank, kecuali bagi yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha oleh OJK, Bank Dalam Pengawasan Intensif/Khusus, bank perantara, dan bank dalam kondisi tertentu atas dasar rekomendasi dari OJK.
Pemenuhan RPIM sendiri dapat dilakukan melalui pembiayaan inklusif secara langsung dan rantai pasok, melalui lembaga jasa keuangan/badan layanan umum/badan usaha, pembelian surat berharga pembiayaan inklusif (SBPI), dan/atau pembiayaan inklusif lainnya.
Dalam pelaksanaan dan monitoring implementasi-nya, Bank Indonesia berkoordinasi erat dengan Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas bank dalam menyukseskan ketentuan RPIM dan menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif. Dalam hal penyediaan SBPI, sinergi antarlembaga turut dilakukan oleh BI dan Kementerian Keuangan melalui potensi penerbitan Sukuk Bank Indonesia (SukBI) Inklusif sebagai instrumen keuangan yang tradable dan diharapkan dapat mendorong pengembangan pasar uang, khususnya pasar uang syariah, melalui transaksi produk keuangan yang multi-manfaat.
DIOPTIMALKAN
Sebagaimana telah disinggung, bank menetapkan target kewajiban RPIM dalam rencana bisnis bank (RBB) berdasarkan penilaian mandiri sesuai dengan keahlian dan model bisnis, serta ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, pembiayaan inklusif bagi perbankan diharapkan dapat dilakukan secara optimal sesuai dengan kalkulasi profit dan manfaat, serta tidak membebani bank untuk mengkalibrasi strategi bisnis atas dasar keunggulan kompetitifnya.
Selanjutnya, sebagaimana ketentuan BI, besaran kewajiban pemenuhan RPIM yang ditetapkan oleh bank harus meningkat dibandingkan RPIM bank posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya. Dalam hal RPIM bank pada posisi akhir Desember tahun sebelumnya sebesar 30% atau lebih, besaran kewajiban pemenuhan RPIM paling sedikit sebesar pemenuhan RPIM posisi akhir bulan Desember tahun sebelumnya.
Pengaturan ini menjadi win win solution dalam menuju era pembiayaan inklusif di tanah air, terutama di tengah antisipasi risiko pembiayaan internal bank serta upaya untuk terus mendorong pembiayaan inklusif. Melalui RPIM yang perhitungannya akan dilakukan dalam waktu dekat untuk pertama kalinya, diharapkan dapat menjadi momentum baik terhadap geliat intemediasi inklusif sebagaimana mempertimbangkan kebermanfaatannya bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Trauma Center: Aksi Menyelamatkan Saksi Kunci, Ini Sinopsisnya
Advertisement
Berita Populer
Advertisement