Advertisement

OPINI: Utopia Bernama HKI

Oscar Chrismadian Noventa, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 01 Desember 2022 - 06:17 WIB
Maya Herawati
OPINI: Utopia Bernama HKI Oscar Chrismadian Noventa, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Selama beberapa tahun terakhir HKI atau Hak Kekayaan Intelektual menjadi hal yang sering diperbincangkan oleh civitas academica di Perguruan Tinggi. HKI menjadi suatu utopia baru dalam melakukan hilirasasi hasil riset melalui paten. Banyak Perguruan Tinggi berlomba-lomba untuk mendaftarkan paten atas hasil riset ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Bahkan ada beberapa Perguruan Tinggi yang dapat mendaftarkan paten sampai berjumlah ribuan. Tentu angka tersebut merupakan jumlah yang fantastis mengingat HKI adalah Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan negara kepada inventor atas temuannya dalam suatu produk, jasa, atau proses. Hal ini berarti “temuan” tersebut merupakan sesuatu yang benar-benar orisinil dari hasil karya, cipta, dan pemikiran inventor tersebut. Lalu apakah ribuan paten yang didaftarkan ke DJKI tersebut merupakan sesuatu yang benar-benar orisinil?

Sebenarnya mendaftarkan paten ke DJKI memberikan dua keuntungan. Pertama, HKI menjamin perlindungan hak kepemilikan atas karya dan temuan yang dihasilkan oleh inventor. Sehingga memastikan pihak-pihak lain tidak dapat melakukan plagiasi atau melakukan pelanggaran hak cipta. Kedua, HKI memberikan nilai ekonomi kepada inventor melalui royalti atau pembelian lisensi. Namun, nilai ekonomi bisa terjadi apabila hasil karya inventor tersebut digunakan atau diadaptasi oleh dunia industri. HKI juga memberikan manfaat bagi dosen dan Perguruan Tinggi. Bagi dosen yang berhasil mematenkan HKI akan mendapatkan nilai Kum yang tinggi yang selanjutnya bisa digunakan untuk mempercepat proses kenaikan jabatan fungsional.

Advertisement

Bagi Perguruan Tinggi semakin banyak HKI yang dipatenkan maka semakin baik pula akreditasi yang bisa didapat oleh Perguruan Tinggi.

Berbagai macam keuntungan dan manfaat yang bisa diperoleh melalui paten HKI membuat Perguruan Tinggi mendirikan Sentra HKI. Sentra HKI memiliki tugas dalam membantu civitas academica Perguruan Tinggi yang ingin mengajukan permohonan HKI ke DJKI. Selain itu, Sentra HKI juga bertugas untuk melakukan sosialisasi tentang manfaat memiliki paten HKI, jenis-jenis paten dalam HKI, sampai pada tahapan dan persyaratan dokumen yang dibutuhkan. Bahkan beberapa Sentra HKI di Perguruan Tinggi mendirikan klinik coaching bagi civitas academica yang ingin mengajukan paten HKI.

Biasanya Sentra HKI mempunyai kerjasama dengan DJKI yang ada di setiap provinsi. Dalam praktiknya peran sentra HKI di Perguruan Tinggi terbilang sukses karena banyak Perguruan Tinggi yang bisa mengajukan permohonan HKI dengan jumlah ratusan bahkan ribuan ke DJKI.

Namun, dari ratusan hingga ribuan jumlah permohonan yang masuk ke DJKI harus dilihat seberapa tinggi tingkat patent granted yang dihasilkan atau seberapa banyak permohonan paten yang akhirnya lolos dan mendapatkan hak paten. Data di Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan bahwa hanya sedikit permohonan yang akhirnya mendapatkan patent granted. Hal ini disebabkan karena sebagian besar permohonan yang masuk berupa replikasi atau pengembangan dari penelitian yang sudah ada sehingga tidak dapat mendapatkan patent granted. Inventor yang sudah mendapatkan patent granted memiliki kewajiban untuk membayar biaya pemeliharaan paten setiap tahunnya. Biaya untuk pemeliharaan paten juga akan meningkat setiap tahunnya.

Sehingga apabila temuan yang dipatenkan tersebut tidak membawa nilai ekonomi atau tidak ada pihak yang berminat membeli lisensi atas paten tersebut maka bisa dipastikan paten tersebut akan membebani inventor. Ujung-ujungnya hak paten tersebut hanya menunggu waktu untuk dicabut karena inventor tidak membayar biaya pemeliharaan tahunan.

Data di Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan dari tahun 2020 dan 2021 permohonan pada kategori video rekaman dan poster merupakan permohonan yang memiliki kenaikan paling signifikan. Hal ini tidak mengherankan mengingat persyaratan dalam pelaporan hibah penelitian selain publikasi adalah melampirkan video dan poster. Hal ini sekaligus menjawab pertanyaan pada bagian awal terkait dengan ratusan dan ribuan permohonan paten HKI. Permohonan HKI yang diajukan oleh Perguruan Tinggi sebagian besar didominasi oleh video rekaman dan poster. Lalu pertanyaan berikutnya adalah di mana nilai ekonomi dari sebuah video rekaman dan poster?

Nilai Ekonomi

Perguruan Tinggi dan civitas academica perlu mengkaji kembali manfaat dan nilai ekonomi dari sebuah paten HKI. Melindungi kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh civitas academica memang penting namun bukan berarti hanya mengejar sisi kuantitatif tampa melihat sisi kualitatif dari paten HKI. Paten HKI bukanlah sebuah utopia dimana dengan semakin banyaknya permohonan paten yang masuk maka akan semakin besar pula nilai ekonomi yang didapat. Sebaliknya semakin banyak Paten HKI yang mendapatkan patent granted maka akan semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi untuk membayar biaya pemeliharaan paten. Perguruan Tinggi perlu membuat mekanisme dan standar yang lebih ketat terkait Kekayaan Intelektual yang bisa diajukan untuk permohonan paten ke DJKI. Perguruan Tinggi perlu membuat mekanisme pengajuan permohonan HKI yang bukan hanya sebatas untuk meningkatkan nilai Kum dosen tetapi lebih jauh melihat peluang komersialisasi hasil riset dari paten HKI. Perguruan Tinggi perlu mengkaji apakah hasil penelitian dan temuan civitas academica mempunyai peluang untuk komersialisasi dan bisa diterapkan di dunia industri. Sehingga Ketika sudah mendapatkan paten HKI temuan tersebut dapat dijual dalam bentuk lisensi. Terakhir, Paten HKI bukanlah sebuah utopia dimana setiap Perguruan Tinggi berusaha mengajukan paten HKI sebanyak-banyaknya dengan harapan paten tersebut akan memberikan peluang untuk komersialisasi hasil riset. Sebaliknya, Paten HKI perlu dipandang dari sisi kualitas seberapa besar peluang paten HKI tersebut bisa diterima dan diadaptasi ke dunia Industri. Sehingga mampu mendorong terjadinya peningkatan industri di dalam negeri.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Ditanya Kelanjutan Hak Angket, Begini Kata Ganjar Pranowo

Sleman
| Rabu, 24 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Berikut Rangkaian Program Pilihan Keluarga Indonesia Paling di Hati, Hanya di MNCTV

Hiburan
| Selasa, 23 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement