Advertisement

Promo November

OPINI: Penyampaian SPT Tahun 2022, Apa yang Harus Disiapkan?

Nuritomo, Dosen Departemen Akuntansi , Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 02 Februari 2023 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Penyampaian SPT Tahun 2022, Apa yang Harus Disiapkan? Nuritomo, Dosen Departemen Akuntansi , Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Setiap awal tahun, saya selalu menerima email dari Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pelaporan pajak (SPT) tahunan. Memang sebagai wajib pajak, kita diharuskan untuk menyampaikan SPT secara benar, lengkap, dan jelas serta tepat waktu. Supaya tepat waktu, SPT Wajib Pajak Orang Pribadi harus disampaikan maksimal pada 31 Maret 2023 sedangkan SPT Wajib Pajak Badan disampaikan maksimal pada 30 April 2023.

Meskipun tampak sepele, penyampaian SPT Tahunan harus dipersiapkan dengan baik. Wajib pajak harus melakukan penghitungan atas penghasilan yang diterimanya sepanjang tahun 2022. Bagi wajib pajak karyawan mungkin akan lebih mudah, karena bisa melihat bukti potong yang diterimanya ditambah dengan penghasilan lain yang mungkin saja belum dimasukkan dalam bukti potong. Untuk wajib pajak nonkaryawan, perhitungan menjadi lebih kompleks. Wajib pajak perlu menghitung besarnya utang pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan metode yang dipilihnya.

Advertisement

Metode perhitungan utang pajak ada beberapa macam. Jika wajib pajak nonkaryawan adalah usahawan yang memiliki omzet sampai dengan Rp4,8 miliar setahun, maka dapat memanfaatkan PP 23 Tahun 2018 dengan tarif 0,5% dari omzet bulanannya (peredaran bruto, bukan laba). Metode ini sangat mudah, apalagi sejak tahun 2022 telah diberikan insentif untuk omzet sampai dengan Rp500 Juta setahun tidak dikenakan pajak. Pilihan metode ini adalah yang paling banyak digunakan WP Usahawan yang masih usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Pilihan lain yang dapat digunakan adalah sistem norma perhitungan penghasilan neto. Wajib pajak dapat menghitung penghasilan neto dengan mengalikan omzet yang dimiliki dengan besarnya norma pajak yang telah ditentukan sesuai klasifikasi usahanya (KLU). Perhitungan ini menghasilan penghasilan neto setahun, yang kemudian dikurangi dengan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), lalu nilai tersebut diperhitungkan dengan tarif pajak PPh Pasal 17.

Metode ini juga dapat dipergunakan bagi wajib pajak yang melakukan pekerjaan bebas seperti akuntan, pengacara, dokter, notaris, dan sejenisnya.

Metode lain yang dapat dipergunakan wajib pajak adalah dengan menggunakan sistem pembukuan. Sistem pembukuan adalah perhitungan pajak dengan memperhitungkan secara rinci pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak, sehingga ditemukan berapa laba fiskal wajib pajak.

Setelah dikurangi PTKP, wajib pajak cukup mengalikan penghasilan kena pajak ini dengan tarif PPh Pasal 17 untuk mendapatkan besarnya nilai pajak yang terutang. Perhitungan yang sama bisa digunakan bagi wajib pajak yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar setahun.

Selain perhitungan penghasilan yang berasal dari usaha maupun gaji, wajib pajak juga perlu memperhatikan penghasilan lainnya yang sering kali diabaikan dalam pelaporan.

Penghasilan berupa bunga deposito yang telah dikenakan pajak final, penghasilan berupa hibah ataupun warisan yang memang dikecualikan dari obyek pajak, ataupun penghasilan lainnya seperti transaksi saham, pendapatan dividen, dll yang sudah dikenakan pajak final sering kali luput dari pelaporan. Banyak wajib pajak merasa bahwa telah membayar pajak tersebut sehingga tidak perlu dilaporkan.

Tentu saja ini merupakan pemahaman yang keliru. Seluruh penghasilan harus dilaporkan, sehingga saat dilakukan ekualisasi penghasilan dan aset/utang, nilainya menjadi sinkron.

Ekualisasi penghasilan dan aset/utang pada dasarnya adalah perbandingan antara penghasilan yang dimiliki oleh wajib pajak dengan aset yang mampu dihasilkan. Tentu saja, aset yang didapatkan oleh wajib pajak haruslah berasal dari penghasilan yang dimilikinya atau tambahan utang. Maka demikian, mempersiapkan data terkait aset dan utang dalam pengisian SPT Tahunan juga adalah hal yang penting. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh aset ataupun utang telah dilaporkan sepenuhnya.

Harta dan Utang

Terkhusus untuk penyampaian SPT Tahun 2022, para wajib pajak orang pribadi harus lebih berhati-hati. Sesuai dengan Pasal 21 Ayat 2 PMK 196/2021 dijelaskan bahwa harta maupun utang yang diungkapkan pada Program PPS harus dilaporkan dalam SPT Tahun 2022. Artinya, bagi wajib pajak yang pada tahun 2022 telah ikut Program Pengungkapan Sukarela (PPS), maka seluruh harta dan utang yang telah diungkapkan dalam PPS tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahun 2022.

Aset-aset maupun utang yang telah diungkap ini dilaporkan sebagai harta yang diperoleh pada tahun 2022. Tanggal perolehannya adalah menggunakan tanggal pada surat keterangan PPS yang diterima. Khusus untuk aset yang muncul karena PPS ini, wajib pajak tidak perlu khawatir atas ekualisasi dengan penghasilan tahun 2022. Hal ini karena aset yang dilaporkan pada PPS telah melakukan pembayaran pajak penghasilan khusus untuk PPS, sehingga tidak perhitungkan sebagai aset yang dihasilkan oleh penghasilan tahun 2022.

Batas waktu penyampaian SPT Tahun 2022 masih 2 bulan lagi. Silakan persiapkan SPT Tahunan 2022 anda dengan baik. Cek seluruh penghasilan, aset, dan utang yang akan anda laporkan. Tentu saja, cek juga surat keterangan PPS Anda. SPT Tahunan yang benar, lengkap, dan jelas tentu akan melegakan anda sebagai wajib pajak.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pilkada Bantul, Halim-Aris Menang di Rutan Pajangan

Bantul
| Rabu, 27 November 2024, 15:17 WIB

Advertisement

alt

Sheila On 7 Merilis Lagu Baru Memori Baik

Hiburan
| Selasa, 26 November 2024, 14:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement