Advertisement

OPINI: Asa dan Aspirasi Politik Generasi Muda Tahun 2024

Riemas Ginong Pratidina, Alumnus Fakultas Filsafat UGM
Jum'at, 03 Maret 2023 - 09:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Asa dan Aspirasi Politik Generasi Muda Tahun 2024 Riemas Ginong Pratidina, Alumnus Fakultas Filsafat UGM

Advertisement

Sekitar dua bulan yang lalu kita merayakan secara euforia bergantinya tahun yang baru. Berbagai tagar bertebaran di media sosial, khususnya anak-anak muda, tentang resolusi maupun harapan yang akan dicapai di tahun 2023 ini.

Resolusi ini berisikan macam-macam hal mulai dari karier, percintaan, kesehatan fisik maupun mental, peningkatan skill dan knowlage, serta tema-tema lain yang tentu saja diharapkan akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Advertisement

Di Indonesia, tahun ini secara kebetulan disebut dengan “tahun politik”. Penyematan itu tentu berdasarkan rundown yang dipublikasi oleh pemerintah, di mana semua agenda politik, baik itu pilpres, pileg, maupun pilkada serentak dimulai pada tahun ini. Di awal tahun ini saja temperatur politik sudah menunjukkan eskalasinya di masyarakat. Fokus yg menjadi sorotan pada pemilihan elektoral esok ialah partisipan yang didominasi oleh anak-anak muda. Di dalam fakta ini justru muncul paradoks sebab di lapangan, besaran jumlah pemilih muda berbanding terbalik dengan jumlah minat anak muda dalam politik (dalam hal ini menjadi partisipan bukan peserta pemilu).

Citra Politik

Berkaca pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, para calon dan aktor politik memang mulai banyak memikirkan bagaimana merangkul anak-anak muda. Yang disayangkan strategi mereka untuk menggaet suara muda hanya sebatas pada tataran komunikasi, belum sepenuhnya pada tataran visi.

Satu contoh misalnya pencitraan yang dilakukan mereka dengan muncul di reality show, keaktifan mereka di media sosial seperti Instagram/Tiktok dengan mengemas konten mereka terkait tagar/tema yang sedang viral bulan demi bulan. Contohnya aktor politik yang membuat konten dengan ikut bermain mobile game yang sedang viral, menampilkan kehidupannya sehari-hari yang unik layaknya selebritis, atau model lainnya.

Cara sensasional ini terbukti berhasil di beberapa kasus, namun langkah-langkah sensasional seperti ini tidak bisa memikat hati pemilih muda secara kontinuitas.

Para pemilih muda lama kelamaan juga akan menggunakan reason mereka ketika berhadapan dengan problem-problem sosial seperti sulitnya mencari kerja, ekonomi yang tidak stabil, kerusuhan-kerusuhan yang terus muncul, dan problem-problem ketidakadilan lainnya.

Mereka yang menggunakan reason ditambah merasakan kelabilan emosi akibat ketidakadilan tadi lama kelamaan berdampak pada dua kemungkinan. Pertama dia akan mencari sosok/tokoh politik yang substantif, dan yang kedua ia justru menjadi apatis terhadap politik. Ini yg terjadi di masyarakat, dan sesungguhnya kasak-kusuk seperti ini adalah lagu lama, di mana masyarakat apatis karena kondisi perpolitikan melulu menghasilkan elit-elit yang koruptif dan gampang disetir tokoh-tokoh oligarkis.

Menebar Asa

Problem lama yang selama ini masih ada juga disebabkan oleh lingkungan dari partai politik kita yang tidak mempunyai arah yang jelas satu sama lain. Masing-masing parpol kita mengklaim akan memakmurkan masyarakat dan menciptakan kesejahteraan, dengan membeo naskah konstitusi Indonesia.

Sayang dalam tataran praktis, lingkungan di dalam parpol sendiri tidak mendukung upaya ini. Bahkan ketika anak muda menjadi tokoh politik, bukannya membawa perubahan yang progresif justru ikut terseret arus politik yang sarat intrik-intrik pragmatis dan oportunis.

Saat ini, tugas parpol dan para kandidat pemilu ke depan yang utama ialah memberikan pendidikan politik yang bagus bagi masyarakat, khususnya Generasi Y dan Z yang notabene merupakan kunci demografi kita. Sudah saatnya parpol membentuk budaya substantif, tidak sekedar gimmick atau sering disebut politik gincu. Dengan demokratisasi ide-ide politik yang substantif, generasi muda kita secara otomatis akan tertarik sebagai partisipan aktif dalam politik di Indonesia.

Generasi muda jangan lagi hanya sekedar dijadikan lumbung suara berbasis cara lama (money politics). Justru ide-ide politik saat ini harus ditelurkan dengan kalangan para muda sebagai mitra, karena yang betul-betul tahu masalah dan merasakannya di masa depan adalah kita yang saat ini usianya muda, bukan para orang tua.

Selain menerik minat, dari sini akan muncul isu-isu yang sangat relevan untuk bangsa kita ke depan, seperti ecological efficiency atau membangun interseksi AI and biological thinking misalnya.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Perkuat Empat Pilar Kalurahan Untuk Kembangkan Pariwisata Berbasis Masyarakat

Sleman
| Jum'at, 26 April 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Lima Kdrama yang Dinanti pada 2025

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 21:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement