Jangan Cuekin Bursa Saham, Jadikan Ladang Cuan
Advertisement
Uang bukan segala-galanya. Namun, segala-galanya ternyata membutuhkan uang. Sebelum seseorang dinyatakan tidak lagi bernapas secara permanen, dia niscaya memerlukan uang untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal sepele seperti—maaf—buang air kecil di toilet umum hingga membeli aneka kebutuhan penunjang hidup, semua itu melibatkan keberadaan uang di tangan.
Persoalan besar yang kemudian muncul adalah bagaimana upaya untuk memperoleh uang itu. Ada yang menempuhnya dengan cara wajar dan halal, tapi tidak sedikit yang menggunakan cara ilegal dan tidak halal.
Advertisement
Bagi mereka yang menerapkan prinsip wara—meninggalkan hal yang meragukan, mengambil yang lebih tepercaya, dan menjauhi yang syubhat—mereka selalu berupaya menjaga kehati-hatian, harus mengetahui dengan pasti dari mana dan bagaimana memperoleh uang yang mereka gunakan untuk menopang kehidupan sehari-hari. Mereka percaya bahwa rezeki yang diperoleh dengan cara tidak halal akan menjadikan hidup dia dan keluarganya tidak barokah.
Prinsip tersebut berkebalikan 180 derajat dengan apa yang dianut oleh kaum permisif atawa golongan serbaboleh. Bagi mereka, berlaku prinsip yang dalam peribahasa sleng berbunyi Wal-wal-kedual, ra perduli haram-halal, angger ana langsung diuntal (tidak peduli haram atau halal, asal tersedia langsung ditelan).
Celoteh mereka lebih parah lagi, yakni, “Hari gini Bro, boro-boro cari yang halal, mencari yang haram saja susah. Sudahlah, asal udah di depan mata, embat saja,” ujar seorang pelaku tanpa merasa bersalah. Pemahaman seperti inilah yang kemudian bermuara pada praktik korupsi, kolusi, sogok-menyogok, dan sejumlah tindakan tidak terpuji lainnya. Kesemuanya senantiasa terkait dengan upaya memperoleh uang itu tadi.
Bagi mereka yang berniaga ataupun bekerja di pemerintahan dan atau swasta, memperoleh uang secara rutin mungkin merupakan hal yang relatif mudah, karena terbiasa menerima gaji secara berkala. Tetapi, begitu terjadi krisis ekonomi ataupun tiba saatnya untuk pensiun atau bahkan mendadak mengalami pemutusan hubungan kerja karena satu dan lain hal, sumber pendapatan rutin itu otomatis terhenti. Padahal hidup mesti berlanjut.
Kalau sudah demikian halnya, kunci untuk menjaga pemasukan income secara rutin adalah perencanaan keuangan. Semakin dini seseorang mengetahui perencanaan keuangan dan mempraktikkannya, hasilnya tentu akan semakin bagus di kemudian hari.
Kegiatan berinvestasi yang dimulai sejak usia belia, terbukti efektif bagi seseorang ketika menempuh kehidupan di masa dewasa. Tidak sedikit contoh keberhasilan orang yang sukses secara finansial dalam hidupnya, ternyata sudah mempraktikkan sistem perencanaan uang sejak usia belia.
Contoh nyata untuk hal ini adalah Warren Buffet, tokoh bisnis, investor, dan dermawan yang menjadi legenda hidup Amerika Serikat dan dunia. Buffet kini menjadi pemimpin sekaligus CEO Berkshire Hathaway, dengan nilai kekayaan lebih dari US$100 miliar. Sebagai hasil dari kesuksesan investasinya yang luar biasa, Buffett adalah salah satu investor fundamental paling terkenal di dunia, dan dia memulai aktivitas berinvestasi itu sejak berusia 11 tahun.
Dengan menabung dalam bentuk saham perusahaan yang bagus, sesorang dapat menjamin uangnya tidak termakan inflasi dan sebagainya. Ketika perusahaan yang bersangkutan semakin tahun memiliki kinerja bagus seiring dengan kian berkembangnya perekonomian, maka nilai saham perusahaan tersebut juga dipastikan kian kinclong.
Karena itu, tidak sedikit pula kaum milenial di banyak negara kini mengikuti mazhab FIRE yang mengamanatkan kerja cerdas selagi muda, masih produktif, agar dapat sesegera mungkin mencapai kemandirian finansial dan dapat pensiun dini (financial independence retire early/FIRE). Mazhab tersebut kini cenderung menjadi gerakan gaya hidup yang memprioritaskan tabungan dan investasi ekstrem untuk dapat pensiun lebih awal dari yang dimungkinkan oleh metode tradisional. FIRE bertujuan untuk mencapai kebebasan finansial sehingga investor dapat memilih cara menghabiskan waktunya.
Kemerdekaan Finansial
Bertempat di rumah saya, Omah Sakinah, di Kepitu, Trimulyo, Sleman, pekan lalu hadir seorang tokoh perbursasahaman nasional yang telah malang melintang di ajang “tambang uang” itu selama lima dekade lebih. Dia adalah Hasan Zein Mahmud yang memiliki segudang pengalaman dalam “melayani” bursa saham nasional. Beberapa waktu terakhir ini, Hasan yang kini berpindah kuadran sebagai investor saham, lebih banyak bermukim di Sambirejo, Wedomartani, Sleman.
Dirut Bursa Efek Jakarta periode pertama, 1991-1996, itu sengaja kami undang untuk berbagi pengetahuan tentang bagaimana meraih cuan atau laba dari bursa saham dalam format Obrin alias Obrolan Investasi.
Menurut Hasan, Bursa saham merupakan tempat ideal bagi orang yang ingin memiliki kemerdekaan finasial, relatif mudah memperoleh fulus tanpa harus mengemis-ngemis pekerjaan kepada pihak lain. Dia juga menyarankan agar mereka yang masih aktif bekerja dan beroleh penghasilan rutin mulai menempuh perencanaan finansial, sehingga tidak kaget ketika memasuki masa pensiun ataupun terpaksa mengalami PHK.
Cara yang dapat ditempuh sejak sekarang juga, menurut dia, adalah menyisihkan tabungan setiap bulan untuk berinvestasi. Langkah berikutnya adalah memilih saham yang diyakini memiliki prospek, lalu menentukan horison investasi yang berarti memperhatikan jangka panjang dari kegiatan berinvestasi itu.
Hasan juga mengingatkan bahwa bagi mereka yang memperoleh dividen dari saham yang dikuasainya, hendaknya senantiasa menanamkannya kembali, sehingga portofolio investasi kian membesar. “Jangan lupa pula mempelajari berbagai istilah teknis di bidang persahaman, misalnya future value of annuity.” Memahami future value of annuity yang dimiliki seseorang akan sangat penting dalam merencanakan pensiun atau hal lainnya dalam kehidupan finansial. Saat Anda mengetahui berapa besar nilai pembayaran anuitas, maka Anda akan dapat membuat rencana dengan berdasarkan jumlah uang yang akan diterima di masa datang.
Pada dasarnya, future value of annuity adalah nilai dari serangkaian pembayaran berulang yang dilakukan pada tanggal tertentu di masa depan dengan cara mengasumsikan suku bunga kembali tertentu ataupun diskon. Semakin banyak diskon yang berkali, akan semakin besar juga nilai anuitas di masa depan yang akan diperoleh.
Itu artinya, future value of annuity adalah cara agar bisa menghitung berapa banyak jumlah uang dari suatu rangkaian pembayaran yang akan didapatkan di masa depan. Selain itu, terdapat juga konsep yang dikenal dengan present value of annuity atau nilai anuitas saat ini yang mampu menghitung banyaknya jumlah uang yang diperlukan agar bisa membuat serangkaian pembayaran untuk masa depan.
Hasan memberikan ilustrasi saham UNVR (PT Unilever Indonesia Tbk). Ketika listing atau masuk bursa pada 1982 dengan harga Rp3.175 per saham, emiten itu telah melakukan tiga kali pemecahan/split yakni 1:10, lalu 1:10, dan 1:5. Jadi, ketika seseorang pada 1982 memiliki 1 saham berkode UNVR itu, per awal 2020 telah berkembang menjadi 500 saham.
Artinya, nilai uang Rp3.175 pada 1982 itu telah berlipat ganda menjadi Rp38 juta atau naik sebesar 11.967% selama 37 tahun, dengan kata lain sekali berinvestasi hanya Rp3.175 pada 1982, pemilik saham akan memperoleh pengembalian tahunan (annual return 20,05%).
Kepada peserta Obrin alias Obrolan Investasi itu, Hasan juga mengatakan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika memilih saham yang baik a.l. perusahaan memiliki pertumbuhan laba positif. Selain itu, investor saham harus dapat memastikan nilai return on equity (ROE)—alias pengukuran jumlah pendapatan bisnis bersih per dana investor yang masuk—di atas bunga kredit bank.
“Perhatikan pula rasio debt-to-equity ratio (DER) atau rasio utang terhadap modal. Pilih juga jenis saham yang sering diperdagangkan, bukan saham tidur, dan periksa pula laporan keuangan perusahaan,” ujarnya kepada sejumlah peserta Obrin yang berasal dari berbagai latar belakang itu, dari ibu rumah tangga, jurnalis, hingga guru besar ekonomi.
Setelah memahami berbagai hal di bursa saham, langkah selanjutnya untuk dapat aktif sebagai investor di bursa saham adalah mampu menganalisis saham meliputi secara fundamental dan teknikal. Tentu tidak perlu harus dengan mengernyitkan kening, karena berbagai informasi penunjang seperti itu dapat dengan mudah diperoleh di pelbagai situs Internet.
Berbagai hal terkait dengan aspek fundamental dan teknikal saham itu, misalnya, dengan: memerhatikan kinerja dan kondisi perusahaan, menetapkan acuan harga wajar sebuah saham, memonitor dan mengevaluasi saham secara rutin, memilih perusahaan bagus dan solid, mempehatikan margin of safety (MOS), menguasai laporan keuangan emiten, memperhatikan bagaiman kemampuan emiten tertentu dalam membayar deviden—yang berarti merupakan indikasi sebagai saham bagus.
Tips lain yang biasanya disarankan para advisor adalah bahwa investor saham harus bersedia untuk sedikit repot guna menggali sumber informasi valid tentang suatu perusahaan/emiten, gemar memelototi stock screener/penyaring saham yang kini bertebaran memnyediakan aplikasi gratis, dan usahakan agar praktik berinvestasi itu dilakukan dalam jangka panjang alias long-term.
Sedangkan untuk analisis teknikal, beberapa komponen termasuk dalam analisis fundamental, termasuk pemeriksaan price-to-eaning ratio (PER) perusahaan, earning per share, book value, dan return on equity. Kelihatannya repot bin rempong ya untuk berinvestasi saham?
Yaa, namanya juga ingin beroleh cuan, harus mau sedikit repot. Bukankah ada peribahasa Jawa yang berbunyi: Jer Basuki Mawa Bea atau mudahnya kalau ingin sejahtera ya ada “biaya”-nya. Nah, berbagai kerepotan itu akan lenyap tak berbekas begitu cuan sudah di tangan.
Ahmad Djauhar
Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Festival Kampung Santri Jogja, Perayaan Budaya Pesantren untuk Menarik Wisatawan
Advertisement
Jarang Disorot Media, Ternyata Ini Tunangan Lady Gaga, Punya Kekayaan Capai Rp9,8 Triliun
Advertisement
Advertisement
Advertisement