Advertisement

OPINI: Urgensi Pelaksanaan Perlindungan terhadap Warga Difabel

Harsa Permata
Selasa, 05 September 2023 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Urgensi Pelaksanaan Perlindungan terhadap Warga Difabel Harsa Permata - Dok. Pribadi

Advertisement

Kaum difabel adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari di Indonesia, yang merupakan negara dengan ideologi Pancasila. Saya lebih senang menggunakan terminologi "difabel", daripada "penyandang disabilitas", karena difabel bermakna different abilities, atau memiliki kemampuan yang berbeda, bukan ketidakmampuan, atau disable, yang menjadi dasar kata "disabilitas". 

Persoalannya, apakah negara Pancasila seperti Indonesia, sudah menjadi tempat atau rumah yang ramah bagi kaum difabel? Untuk itu kita perlu melihat realitas sehari-hari, yaitu terkait bagaimana perlindungan terhadap kaum difabel di Indonesia? 

Advertisement

Terkait perlindungan terhadap kaum difabel ini, sebenarnya bukan hanya problem persamaan hak, malainkan adalah bagaimana mereka, kaum difabel memiliki kesempatan yang sama, dan tentu saja dengan berbagai fasilitas penunjang, untuk membuat kondisi mereka sama dengan orang lain, yang secara fisik tidak memiliki hambatan mobilitas, maupun hambatan lainnya. 

Selain itu, perlakuan non-diskriminatif terhadap kaum difabel, harus senantiasa dikedepankan, misalnya, dengan tidak membeda-bedakan sikap dan perlakuan terhadap seorang difabel. Yaitu, ketika yang bersangkutan memang mampu dan layak, untuk dikedepankan, atau memikul sebuah tanggung jawab/tugas tertentu, seharusnya ia tidak dihalang-halangi untuk hal itu. 

Terkait fasilitas penunjang bagi kaum difabel, sebagai implementasi dari perlindungan terhadap mereka, seharusnya, Indonesia, sebagai negara Pancasila, merealisasikannya dengan baik, sebagai wujud dari penerapan sila ke-5, Pancasila, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Untuk hal ini, sebenarnya UU No. 8/2016, tentang Penyandang Disabilitas, bisa dijadikan acuan, selain itu puluhan bahkan ratusan PP (Peraturan Pemerintah) dan Perda (Peraturan Daerah) sebagai panduan praktis pelaksanaan undang-undang tersebut, juga sudah ditetapkan. 

Akan tetapi, dalam kenyataan, masih saja banyak ditemukan berbagai penyimpangan, yang kontraproduktif dengan perlindungan terhadap kaum difabel. Contoh konkretnya, seperti masih banyaknya fasilitas publik yang tidak memiliki akses kursi roda, baik secara sebagian maupun keseluruhan. 

Bahkan, ironisnya, trotoar yang seharusnya bisa digunakan oleh kaum difabel yang menggunakan kursi roda sebagai alat mobilitas, untuk jalur transportasi mereka, malah digunakan sebagai tempat jualan, baik itu kios, warung tenda, dan lainnya. Jujur saja, saya sempat beberapa kali menyaksikan kaum difabel kursi roda terpaksa harus melewati jalan aspal, yang sangat berbahaya bagi mereka, karena trotoar yang seharusnya jadi jalur mereka, tidak bisa dilewati kursi roda. Padahal jalan aspal tersebut, juga digunakan oleh mobil, bus, dan motor, yang bergerak dengan kecepatan tinggi, hal yang sebenarnya sangat membahayakan bagi warga difabel dengan kursi roda tersebut.

Selain itu, fasilitas publik, seperti tempat ibadah, sekolah, rumah makan, angkutan umum, dan lainnya, masih sangat banyak, yang belum memiliki akses untuk kaum difabel. Walaupun memang, di beberapa tempat, terdapat tempat ibadah yang ramah dan bisa diakses oleh kursi roda. Akan tetapi, jumlahnya masih sangat minim, jika dibanding, dengan jumlah tempat ibadah, yang tidak bisa diakses oleh kursi roda. 

Komite Nasional Disabilitas (KND) sebagai lembaga pemantau pelaksanaan perlindungan terhadap disabilitas memang sudah dibentuk oleh pemerintah, pada 2021. KND ini pada dasarnya, adalah amanat dari UU No. 8 /2016. Akan tetapi, pembentukan lembaga ini saja, tidak akan efektif dalam merealisasikan perlindungan terhadap kaum difabel, jika tidak dibarengi dengan strategi yang tepat dan komprehensif, sebagai panduan aksi konkret di lapangan. 

Dua Pendekatan

Secara umum, terkait strategi, sebenarnya dua pendekatan, yaitu, eksternal dan internal, bisa digunakan untuk mewujudkan perlindungan terhadap kaum difabel. Contoh pendekatan eksternal, yaitu dengan membuat perangkat hukum dan peraturan yang mengatur tata cara perlindungan terhadap kaum difabel. Pendekatan internal, adalah dengan membangun kesadaran difabel, atau kesadaran untuk membangun kondisi sosial yang non-diskiriminatif dan ramah terhadap kaum difabel, dalam diri seluruh komponen bangsa Indonesia. 

Untuk pendekatan eksternal, selain menetapkan berbagai PP dan Perda, yang mengatur perlindungan terhadap kaum difabel secara konkret, pelaksanaannya juga bisa disempurnakan dengan pembentukan Satuan Tugas Pelaksanaan Perlindungan terhadap Kaum Difabel, di berbagai kelompok dan lembaga masyarakat. Satgas ini fungsinya adalah sebagai perpanjangan tangan dari Komite Nasional Disabilitas, maupun Komite Disabilitas tingkat daerah, dalam memastikan terlaksananya perlindungan terhadap kaum difabel. 

Konkretnya, jika masih ada fasilitas publik, yang belum ramah disabilitas, maka Satgas ini bisa melaporkannya ke Komite Disabilitas, yang berwenang memberi rekomendasi yang harus ditaati dan dijalankan oleh penyelenggara fasilitas publik tersebut, jika masih mau melanjutkan operasionalnya. 

Untuk pendekatan internal, bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya, dengan menanamkan perspektif kesadaran difabel ke dalam materi pembelajaran di berbagai jenjang kependidikan. 

Konkretnya, selain dicantumkan dalam kurikulum, mungkin institusi pendidikan, bisa juga mengadakan sesi penyampaian materi kesadaran difabel, dalam berbagai orientasi pengenalan lingkungan kampus, maupun sekolah. Dengan demikian, bukan hanya kesadaran antinarkoba, maupun antikekerasan saja yang dimiliki oleh para peserta didik, melainkan juga kesadaran difabel, yang menolak diskriminasi dan ramah terhadap kaum difabel. 

Akhir kata, pelaksanaan perlindungan terhadap kaum difabel, adalah sangat penting, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Kaum difabel, sebagai bagian dari bangsa dan rakyat Indonesia, pada dasarnya adalah juga kelompok yang berhak mendapatkan keadilan tersebut. Untuk itu, butuh kerja sama, gotong-royong seluruh komponen bangsa, rakyat dan pemerintah, guna bahu membahu merealisasikan hal tersebut. 

Harsa Permata

Dosen UP MPK Universitas Sanata Dharma dan Alumnus Filsafat UGM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Keberangkatan Bus Damri Tujuan Jogja-Bandara YIA dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 22 September 2023, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Yonghwa Titip Salam untuk "Mantan Istri", Seohyun

Hiburan
| Rabu, 20 September 2023, 23:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement