OPINI: 2024, War for Talent atau War for Skill?

Ketidakpastian tetap menjadi tantangan utama di 2024. Ketegangan global dan perubahan iklim mempengaruhi investor untuk lebih berhati-hati. Tahun politik juga menambah faktor ketidakpastian yang mempengaruhi rencana bisnis perusahaan di Tanah Air. McKinsey Research (2017) menyatakan bahwa industri 4.0 atau industri cerdas membuat banyak hal menjadi otomasi, terutama bidang healthcare, construction, manufacturing dan retail, sehingga akan terjadi jobs lost, jobs gained dan jobs changed.

Sedangkan PricewaterhouseCoopers mengingatkan ke depan membutuhkan sumber daya manusia yang mampu berkolaborasi, berinovasi dan berteknologi. Oleh karena itu perlu adanya antisipasi sampai pada tahun 2030 untuk menemukan, mencari, dan menarik talenta yang mau belajar dan mengembangkan diri (Learning Workers). Perubahan peran sumber daya manusia dan peran teknologi sangat penting dalam mengelola sumber daya manusia untuk mendapatkan kinerja yang tinggi.

Menurut Trading Economic tahun 2023, Indonesia mengalami perubahan berarti dalam lanskap pasar kerja, yaitu penurunan tingkat pengangguran menjadi 5,45% pada kuartal pertama 2023, meskipun proyeksi mengindikasikan kenaikan tipis hingga mencapai sekitar 6% menjelang akhir tahun.

Meski kondisi dunia usaha “wait and see” karena pemilihan presiden namun, diperkirakan semangat perusahaan masih tinggi untuk mendapatkan talenta tinggi di 2024, dengan hampir 49% perusahaan merencanakan hal tersebut. Fokusnya adalah tingginya kesenjangan keterampilan di pasar kerja, di mana banyak lowongan pekerjaan tersedia, tetapi kandidat seringkali tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri, lulusan perguruan tinggi tidak siap kerja dan generasi saat ini banyak yang tidak tahan banting dengan keadaan yang ada.

Kebutuhan talenta yang memiliki keterampilan di bidang DevSecOps pada 2024 mengalami kenaikan termasuk gajinya. DevSecOps adalah, keterampilan yang menggabungkan elemen keamanan siber, operasional, dan pengembangan perangkat lunak. Posisi ini memiliki supply talenta yang terbatas, dan pasar yang sangat niche. Di 2024 mereka yang memiliki kemampuan berkaitan dengan technology & engineering masih memiliki permintaan yang tinggi karena semakin banyak perusahaan yang membutuhkan adopsi teknologi digital dalam transformasi digital untuk menunjang bisnisnya.

Selain hal di atas, banyak pihak memproyeksikan di 2024 beberapa posisi sangat dibutuhkan di berbagai industri, antara lain sales & BD (26,6%), tech & digital (25,5%), operational (18,1%), dan marketing (19,1%). Ini mencerminkan transisi bisnis di Indonesia menuju digitalisasi yang mendesak, dengan kebutuhan akan tenaga ahli digital yang terus meningkat.

Tantangan dan Peluang
Tahun ini diprediksi menjadi tahun yang menantang sekaligus penuh peluang bagi pencari kerja. Banyak industri saat ini lebih cenderung berburu karyawan yang memiliki keterampilan (skill) yang sesuai dengan kebutuhan, hal ini terjadi karena mengejar kebutuhan sesaat saja (mengejar target). Padahal untuk meningkatkan kapabiltas organisasi yang berkelanjutan dibutuhkan kebijakan talenta yang baik (attract and retain the best people), bekerja dengan kecepatan yang tinggi dan cepat beradaptasi dengan perubahan sehingga bisa bersaing dengan yang lain, hal tersebut diperlukan dan membutuhkan sikap saling percaya (speed and trust). Membutuhkan karyawan yang memiliki kemampuan membangun image organisasi/perusahaan untuk kepentingan eksternal dan internal (shared-paradigm), memiliki kemampuan disiplin dan tanggung jawab yang tinggi dengan model pengembangan coaching (accountability), bersama-sama dan bekerja sama, tidak saling menjatuhkan, menghindari isu-isu yang melumpuhkan motivasi internal, kerja dengan lingkungan yang sehat (collaboration and teamwork), dan memiliki semangat untuk belajar hal-hal yang baru untuk keberlangsungan hidup organisasi/perusahaan dalam jangka panjang (learning and change). Untuk membangun karyawan seperti di atas membutuhkan waktu.

Tahun 2024 talent war akan semakin sengit terutama untuk menemukan kandidat dengan kompetensi yang spesifik dan memiliki karakter growth mindset. Oleh karena itu perusahaan/organisasi perlu, pertama, menemukan talenta yang tepat. Bagaimana menemukan para lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan berpikir kritis dan problem solving, mengambil keputusan rumit dan perencanaan strategis, kemampuan berpikir kreatif dan melakukan inovasi, bersedia berkolaborasi dan komunikasi dengan baik. Hal ini merupakan pekerjaan berat buat pengelola sumber daya manusia dan perguruan tinggi. Menyelesaikan tantangan baru tidak bisa dengan cara-cara lama.

Kedua, menavigasi ketidakpastian. Perubahan yang terjadi secara terus-menerus, membuat pelaku usaha tidak memiliki cukup waktu menyiapkan strategi menghadapinya. Untuk menghadapi hal tersebut pengelola harus memiliki kemampuan agile leadership, yaitu kemampuan berselancar dalam perubahan dengan cara mendengarkan kebutuhan customer. Ini bicara tentang mindset dan digital mindset.

Ketiga, melakukan fleksibilitas. Perubahan teknologi dan budaya harus mampu direspons dengan tepat, misalnya bekerja dengan cara work from anywhere (WFA). Menerapkan kebijakan bekerja fleksibel dengan menggabungkan antara WFO dan WFH, atau juga dikenal dengan hybrid working. Hal ini berdampak pada efisiensi anggaran dan mendukung work-life balance. Data PwC menunjukkan pekerja yang memiliki work-life balance yang baik menunjukkan produktivitas 21% lebih tinggi dibanding karyawan lain.

Keempat, coaching mindset. Salah satu pendekatan penting yang dapat dilakukan oleh leaders adalah coaching mindset. Kompetensi ini berakar pada kemampuan pimpinan untuk bersikap terbuka tanpa menghakimi (non judgement), mendengarkan secara aktif, hadir, bertanya dengan pertanyaan yang memberdayakan dan memberi ruang untuk mengembangkan potensinya melebihi apa yang dipikirkan.

Pramudianto
Dosen Praktisi, Kepala PPBE FBE UAJY dan Professional Coach

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News