Advertisement

OPINI: Resiliensi Ekonomi Indonesia

Bagong Suyanto
Sabtu, 20 Januari 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Resiliensi Ekonomi Indonesia Bagong Suyanto - JIBI

Advertisement

Kekhawatiran bahwa 2023 akan terjadi resesi ekonomi di Indonesia ternyata tidak terbukti. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan terbarunya merilis angka inflasi 2023 ternyata hanya 2,61% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka inflasi Indonesia pada 2023 disebut-sebut merupakan inflasi terendah salama 20 tahun terakhir. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia, meski tidak lebih dari 5%, tetapi dibandingkan negara lain, angka pencapaian itu jauh lebih baik. Pertumbuhan ekonomi triwulan III/2023 tercatat 4,9%. Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi triwulan III dan IV tahun 2022. Secara keseluruhan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan masih di angka 4,94%.

Meski kondisi perekonomian global sedang lesu, harus diakui kondisi ekonomi Indonesia masih mampu bertahan, bahkan tergolong bagus. Merujuk data Kementerian Perdagangan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari—Oktober 2023 masih surplus sebesar US$9.829,4 juta. Guyuran berbagai paket bantuan sosial kepada masyarakat miskin, sedikit banyak membuat daya tahan masyarakat terus dapat diperpanjang. Terlepas apakah bantuan sosial itu dipolitisasi atau tidak, tetapi bagi masyarakat miskin hal itu sesungguhnya menguntungkan.

Advertisement

Persoalannya sekarang adalah apakah di 2024 ini daya tahan masyarakat masih tetap kuat ataukah berisiko jatuh pada pesimisme yang mencemaskan? Pertanyaan inilah yang dibahas dalam artikel ini. Mengandalkan hanya pada kebijakan kenaikan suku bunga oleh otoritas ekonomi, dan bersandar pada kebijakan pemerintah yang mengandalkan pada kucuran bantuan sosial, disadari tidak akan cukup memadai untuk menghadapi tekanan krisis ekonomi.

Untuk menjaga agar kondisi ekonomi nasional tetap survive dan mampu menghadapi tekanan dan dinamika perekonomian global yang sedang lesu, kuncinya tak pelak adalah pada resiliensi yang ditopang kekuatan domestik.

Kekuatan Domestik
Resiliensi ekonomi pada dasarnya adalah proses di mana daerah, masyarakat dan negara dapat bertahan atau bahkan berhasil menghadapi guncangan sosial ekonomi yang sedang terjadi. Perekonomian Indonesia dapat dikatakan resilien jika kita dapat meredam atau bahkan meminimalkan guncangan yang dihadapi. Untuk dapat membangun resilienasi ekonomi yang benar-benar tangguh, secara garis besar yang dibutuhkan adalah: Pertama, bagaimana mendorong produktivitas pelaku usaha di Tanah Air agar kelangsungan usahanya terbangun bukan karena tergantung pada bahan baku impor yang lebih murah atau dengan cara melakukan efisiensi pengelolaan waktu dan sumber daya manusia.

Menahan diri agar tidak terlalu bergairah menyikapi pasar untuk jangka pendek memang bermanfaat, tetapi dalam jangka panjang hal itu sebetulnya berisiko membuat usaha-usaha yang ditekuni masyarakat kolaps. Untuk memastikan agar ekonomi Indonesia mampu bertahan menghadapi berbagai tekanan dan bahkan gempuran ekonomi, yang dibutuhkan adalah dukungan agar produktivitas berbagai produk nasional tetap berjalan.

Keberanian untuk mengembangkan usaha dan mencari pangsa pasar baru harus terus dikembangkan agar produktivitas tidak berhenti. Menyerah pada gempuran produk impor dan tidak membenahi kualitas produk dalam negeri niscaya akan membuat ekonomi Indonesia kalah bersaing.

Kedua, berusaha memastikan agar perkembangan industrialisasi di Indonesia dapat fokus pada arah penghiliran. Penghiliran dalam kegiatan industri dan pengolahan kekayaan sumber daya alam di dalam negeri akan menjadi cara untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar sehingga bisa menciptakan multiplier effect dan pendapatan yang lebih tinggi untuk pelaku ekonomi nasional.

Pengalaman telah banyak mengajarkan bahwa perkembangan sektor industri di Tanah Air selalu kalah bersaing dengan luar karena kita lebih banyak menjual kekayaan sumber daya alam kita dalam bentuk bahan mentah. Para pelaku ekonomi di luar negeri seringkali memetik keuntungan yang lebih besar karena mereka menjadi pelaku pengolah kekayaan sumber daya alam.

Membangun resiliensi ekonomi Indonesia yang kuat harus diakui bukan hal yang mudah. Tidak sekali dua kali, resiliensi ekonomi Indonesia rapuh karena tidak disokong fondasi yang kokoh. Sikap pragmatis untuk mengejar keuntungan dalam jangka pendek dan perilaku pengusaha nasional yang hanya “jago kandang”, sering membuat mereka gagap ketika harus bersaing di pasar global yang sangat kompetitif. Boleh dikata Indonesia masih belum memiliki produk-produk olahan yang khas dan mampu berkompetisi dengan produk lain dari pasar global. Meski kekayaan sumber daya alam kita luar biasa, dan bahkan beberapa di antaranya merupakan produk tiga besar dunia, tetapi karena tidak dikelola dengan baik, maka yang lebih banyak diuntungkan adalah para pelaku ekonomi global yang mengolah kekayaan sumber daya alam Indonesia.

Untuk membangun resiliensi yang kokoh, yang penting ke depan adalah bagaimana mendorong para pelaku ekonomi nasional tidak lagi besar hanya karena dukungan fasilitas, privilege dan kedekatan dengan pusat-pusat kekuasaan. Resiliensi ekonomi Indonesia hanya dapat berkembang jika para pelaku ekonomi nasional benar-benar kuat dan terbiasa dengan menghadapi iklim kompetisi yang makin ketat.

Perilaku patronage para pelaku ekonomi nasional perlu dikikis, dan digantikan oleh para pelaku ekonomi profesional yang benar-benar teruji di lapangan. Inilah kunci membangun resiliensi ekonomi Indonesia. 

Bagong Suyanto
Guru Besar Sosiologi Ekonomi Fisip Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Bukan September, Bus Sekolah di Bantul Dipastikan Mengaspal Mulai 17 Agustus 2024

Bantul
| Sabtu, 27 Juli 2024, 09:27 WIB

Advertisement

alt

Thariq Halilintar dan Aaliyah Massaid Jadi Pasangan Suami Istri, Presiden Jokowi Jadi Saksi Akad Nikah

Hiburan
| Jum'at, 26 Juli 2024, 18:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement