Advertisement

OPINI: Eco-Friendly atau Eco-Foe?

Eco-Friendly atau Eco-Foe?
Kamis, 21 Maret 2024 - 06:37 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Eco-Friendly atau Eco-Foe? Vonezyo Yupanzara Dharomesz - Dok. Pribadi

Advertisement

Sebagai konsumen di Indonesia, pasti tidak awam lagi dengan penggunaan tumbler ramah lingkungan untuk minum. Tujuannya untuk mengurangi gelas plastik. Apakah memang benar demikian? Lebih baik menjadi ramah lingkungan (eco-friendly) atau musuh lingkungan (eco-foe)?

Pertumbuhan bisnis dengan label ramah lingkungan di Indonesia tidak dapat disangkal. Tampaknya berbagai bisnis, khususnya bisnis di bidang makanan dan minuman, mulai memproduksi tumbler bermerek sendiri yang kemudian diperjualbelikan kepada konsumennya. Banyak kampanye pemasaran dan kegiatan promosi telah diadakan untuk mendorong konsumen membawa tumbler mereka sendiri jika mereka ingin memesan minuman.

Advertisement

Indonesia sudah menerapkan peraturan mengenai Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, pada Perpres No. 97/2017. Hal tersebut menyerukan target pengurangan sampah plastik sebesar 30% pada 2025.

Konsumsi Berlebihan
Di titik inilah yang mendorong konsumen ke titik ekstrem sehingga konsumen cenderung memiliki pola konsumsi yang boros ataupun memiliki konsumsi berlebihan terkait tumbler tersebut. Tumbler dapat menjadi simbol konsumsi berlebihan, produk yang memiliki manfaat ramah lingkungannya tetapi tidak lagi melebihi dampak ramah lingkungannya.

Konsumsi tumbler adalah pilihan positif bagi konsumen yang berharap untuk membuat pilihan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, karena tumbler diproduksi untuk mendukung pasar yang ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali. Konsumen merasa senang dengan pembelian tersebut, bahkan menjadi kolektor tumbler pada merek tertentu.

Konsumen dapat membenarkan pembelian beberapa tumbler karena lebih baik bagi lingkungan, namun mereka lupa bahwa proses tumbler tersebut berdampak negatif terhadap lingkungan. Strategi bisnis untuk memproduksi dan memperjualbelikan tumbler tersebut memanfaatkan tren dan arus pasar yang cukup mendalam dalam budaya konsumen, yaitu penjualan dalam jumlah besar, tetapi juga konsumsi konsumen yang berlebihan.

Bisnis yang menjual tumbler perlu menumbuhkan nilai-nilai yang mengurangi pemborosan konsumsi konsumen. Seperti menunjukkan kepada konsumen cara merawat tumbler dengan benar yang dapat digunakan kembali, sehingga konsumen tidak merasa harus membeli lebih banyak lagi produk tersebut.

Sisi baiknya, bisnis dengan penjualan tumbler sebenarnya menunjukkan produk-produk yang relatif ramah lingkungan bisa menjadi sangat populer, khususnya pada produk tumbler. Tumbler yang dapat digunakan berulang kali lebih baik bagi lingkungan karena mengurangi jumlah plastik yang hanya digunakan sekali sebelum dibuang, dan produk tersebut biasanya terbuat dari bahan yang tahan lama.

Sisi kurang baiknya—proses produksi tumbler memakan lebih banyak energi dan sumber daya. Semakin banyak juga limbah yang dihasilkan selama produksi. Kedua sisi tersebut menjadikan pertimbangan yang matang bagi suatu bisnis untuk memproduk tumbler bagi konsumen. Sangat berbahaya bagi konsumen yang akan meningkatkan pola konsumsinya kepada tumbler suatu bisnis dengan dalih ramah lingkungan.

Tren di pasar pasti akan datang dan pergi. Pengaruh tren yang kuat menjadikan keputusan konsumen menjadi lebih mudah dalam mengonsumsi tumbler. Akan banyak tumbler yang pada akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah seperti halnya gelas plastik. Keadaan tersebut terjadi pada konsumen karena konsumen dapat saja bosan dan memilih untuk tidak menggunakan tumbler tersebut di kemudian hari dan membuangnya, lalu beralih ke produk populer berikutnya.

Bisnis Versus Konsumen
Bisnis perlu memperhatikan lebih lanjut mengenai perilaku konsumsi tumbler oleh konsumen. Tidak memungkiri bahwa produk tersebut membantu konsumen untuk berperilaku ramah terhadap lingkungan. Tetapi, dampak besar yang merugikan dapat diproyeksikan terjadi di pasar, apabila tumbler tersebut tidak dapat meyakinkan konsumen untuk tetap berperilaku ramah lingkungan.

Diperlukan pendekatan yang lebih bijaksana terhadap keberlanjutan, seperti pendekatan yang lebih dari sekadar produk yang “harus dimiliki” dan menyelidiki perubahan mendasar dalam perilaku konsumen yang diperlukan untuk mencapai dampak lingkungan yang sesungguhnya.

Sebagai konsumen, harus menyadari bahwa konsumen mempunyai kemampuan untuk meminta dan mengaharapkan kejelasan praktik yang bertanggung jawab dari bisnis yang memproduksi produk—seperti tumbler, dengan label ramah dan peduli terhadap lingkungan. Hal ini termasuk mengamati siklus daur hidup produk yang dipasarkan sebagai produk yang berkelanjutan dan mendorong bisnis untuk memprioritaskan kesadaran lingkungan secara keseluruhan.

Bukan hanya estetika produk yang ditawarkan. Konsumen juga perlu sadar dalam mewujudkan lingkungan yang lebih hijau dan tidak melupakan esensi keberlanjutan, serta membuat pilihan konsumsi berdasarkan informasi yang jelas untuk berkontribusi terhadap lingkungan yang lebih baik. Maka, bagaimana saat ini konsumsi Anda sebagai konsumen terhadap tumbler? Apakah menggunakan tumbler menurut Anda menjadi kegiatan yang eco-friendly atau eco-foe untuk saat ini dan di masa mendatang?

Vonezyo Yupanzara Dharomesz
Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gerindra Jaring Calon Wali Kota Jogja Lewat Komunikasi Intensif

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Kim So Hee Akan Menikah dengan Pengusaha dan Pensiun dari Industri Hiburan

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 23:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement