OPINI: Pilah Pilih Bangku Kuliah
Advertisement
JOGJA—Senyum manis anak muda yang baru saja merayakan kelulusan Sekolah Menengah Atas, disambut dengan naiknya biaya masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hal ini sontak menciutkan nyali masyarakat dalam melanjutkan cita-cita untuk dapat duduk di bangku kuliah. Kondisi ini diduga akibat ruang regulasi Permendikbud Nomor 2 tahun 2024 tentang Standard Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBPOT) yang memberi kewenangan bagi PTN untuk menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi).
Kegundahan masyarakan semakin dipanaskan dengan pernyataan PLT Sesdikjen Dikti Kemendikbud yang menyampaikan bahwa “Pendidikan tinggi termasuk tertiary education, tidak masuk program wajib belajar”. Statement ini seolah memberi penegasan bahwa pendidikan tinggi merupakan kesempatan mewah yang hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu saja. Hal ini mengingatkan pada zaman kolonial yang mengklusterisasi peruntukan pendidikan bagi kaum bangsawan dan pribumi.
Advertisement
Apa Kabar Indonesia Emas 2045?
Kondisi ini kontradiktif dengan langkah Bappenas yang telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJNPN) 2025-2045 dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045, mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Salah satu sasaran visi nya adalah daya saing sumber daya manusia meningkat dengan salah satu arah pembangunannya adalah pendidikan berkualitas yang merata (IE2).
Berkaca pada realita kenaikan biaya pendidikan yang sangat tinggi dan tidak mampu dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, rasanya pesimis rencana tersebut dapat diwujudkan. Seakan mengaminkan data dari BPS tahun 2023 yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi masih rendah, yaitu 10,15%; maka visi dan misi Indonesia Emas Tahun 2045 terasa jauh panggang daripada api. Seyogyanya para penyusun kebijikan berkenan menilik kembali maklumat Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 bahwa “negara memiliki kewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”, sehingga dapat memberikan akses pendidikan tinggi yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara adil dan merata.
Gen Z Mengambil Sikap
Melihat berbagai dinamika isu pendidikan yang merebak di tengah masyarakat saat ini, hendaknya Gen Z aktif mengambil sikap. Tidak sekedar menunggu fyp dari platform- platform media sosial lalu menjadi follower terhadap trend yang ada; namun harus berpikir serius dan menentukan pilihan terhadap nasib karier masa depan mereka. Apakah memilih untuk bekerja/berwirausaha, kuliah, atau menikah. Pilihan-pilihan ini menjadi alternatif yang biasa dijadikan sebagai arah tujuan hidup selepas individu lulus SMA dan masing-masing memiliki konsekuensi logis.
Mengapa Harus Kuliah?
Memang masuk ke Perguruan Tinggi belum menjadi wajib belajar di Indonesia, namun menjadi salah satu jalan pilihan bagi Gen Z yang sudah mulai masuk ke dalam fase dewasa awal untuk mengembangkan potensi dirinya. Salah satu ciri dari seseorang masuk ke dalam fase dewasa awal berdasarkan teori William Perry adalah memiliki kognisi epistemic, yaitu mampu berpikir pada tataran fakta, keyakinan, dan gagasan. Dalam tahapan pemikiran epistemic ini, dicirikan dengan: (1) Gen Z berpikir secara dualistis, yaitu mampu membagi informasi, nilai, dan otoritas ke dalam benar dan salah, baik dan buruk; (2) Berpikir relativistik, yaitu memandang semua pengetahuan tertanam dalam sebuah kerangka pemikiran, sehingga menyadari akan keragaman pendapat dalam banyak topik; (3) Komitmen dalam pemikiran relativistik, yaitu berusaha merumuskan suatu perspektif lebih memuaskan yang mensintesiskan kontradiksi, sehingga mampu mencari perspektif berbeda dalam pandangannya.
Tahapan pemikiran ini akan sangat terasah ketika Gen Z duduk di bangku kuliah karena mereka akan dipertemukan oleh berbagai karakteristik manusia dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda, sehingga akan mampu menghadapi culture shock di dalam masyarakat akademis. Selain itu pemikiran epistemic akan membantu Gen Z untuk mengeksplorasi nilai, peran, dan perilaku yang dapat menguatkan pandangan hidupnya.
Dampak psikologis kuliah
Selain menawarkan jalur menuju karier tinggi, peningkatan skill, dan keamanan finansial pada masa yang akan datang; masuk kuliah memiliki dampak perubahan bagi Gen Z dalam aspek psikologis, seperti: Pertama, Gen Z menjadi lebih baik dalam menalar masalah- masalah yang tidak memiliki solusi gamblang, mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dalam perbedaan gagasan tentang masalah kompleks, dan merefleksikan kualitas pemikiran mereka sendiri; Kedua, sikap dan nilai mereka menjadi semakin luas; Ketiga, memengaruhi penalaran moral dengan meningkatkan kepedulian terhadap hak-hak individu dan kesejahteraan manusia; Terakhir, Gen Z akan mampu mengembangkan pemahaman diri yang lebih baik, penghargaan diri yang lebih tinggi, serta perasaan akan identitas yang lebih tegas (Berk, 2013).
Pentingnya Selektif Memilih Jurusan
Keberhasilan seseorang meraih gelar sarjana tentunya tidak hanya sekedar “jalani saja”, perlu dipersiapkan dengan matang supaya tidak drop out di tengah jalan atau menjadi mahasiswa abadi sebagai donatur tetap kampus karena terlambat lulus. Hasil riset yang dilakukan oleh Putra dkk (2022) dan Tamimi dkk (2023) menunjukkan bahwa Gen Z cenderung memilih Perguruan Tinggi berdasarkan beberapa faktor; yang ter atas adalah reputasi kampus, salah satu indikatornya adalah professional bodies yang bekerjasama dengan kampus tersebut yang dapat dilihat dari pemeringkatan kampus baik secara internasional maupun nasional, serta peran civitas akademika dan alumninya. Kedua adalah infrastruktur; kualitas gedung dan bangunan yang ditunjang dengan sarana prasarana pembelajaran yang lengkap menjadi pertimbangan untuk memilih tempat belajar yang aman dan nyaman.
Ketiga, lokasi yang mudah diakses dan dekat dengan fasilitas public, merupakan tempat favorit bagi Gen Z dengan tingkat mobilitas tinggi. Ke-empat adalah promosi, merupakan dampak dari keberhasilan branding kampus terhadap calon mahasiswa baru yang menimbulkan kesan positif terhadap perguruan tinggi yang dituju. Variabel yang tidak kalah pentingnya adalah biaya, orangtua dan Gen Z perlu menghitung dengan cermat biaya masuk hingga perkiraan dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan studi.
Disamping itu perlu mempertimbangkan kemudahan akses beasiswa atau dispensasi yang ditawarkan untuk mengantisipasi kenaikan biaya kuliah yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Di lain sisi, komponen personal yang tidak kalah pentingnya harus dimiliki Gen-Z sebelum menentukan pilihan, yaitu mengenali potensi dirinya terlebih dahulu, sehingga Gen-Z bisa mengerti jurusan mana yang cocok dengan kemampuan yang dimiliki yang mendorong dirinya mudah menyesuaiakan diri dan meraih prestasi cemerlang selama menjalani kehidupan kampus.
Pilah pilih bangku kuliah merupakan langkah awal untuk mengawal cita-cita sehingga dapat terwujud di masa depan. Situasi pendidikan yang sangat dinamis akibat regulasi pemerintah atau tatanan dunia pendidikan yang dapat berubah sewaktu-waktu, perlu disikapi secara bijaksana. Mengenali potensi diri yang dibarengi dengan telaah logis tentang kebutuhan untuk mengenyam pendidikan tinggi, perlu dilakukan Gen Z untuk mendapatkan kampus terbaik sesuai impian baik di kampus ber-plat merah maupun kampus swasta.
Selain itu, sudah semestinya pemerintah lebih berkomitmen untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkeadilan di semua tingkatan, baik pada primary education, secondary education, dan tertiary education.
Komarudin, M.Psi.,Psikolog
Dosen Prodi Psikologi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kembali Aktif Setelah Cuti Kampanye, Ini Pesan KPU Kepada Bupati Halim dan Wabup Joko Purnomo
Advertisement
Hanya Satu Hari, Film The Last Dance Jadi Box Office di Hong Kong
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement