Advertisement

OPINI: Pemberdayaan Perempuan dan Penanganan KDRT

Rr. Rachma Octarinaprawastya Putri
Kamis, 20 Juni 2024 - 06:37 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Pemberdayaan Perempuan dan Penanganan KDRT Rr. Rachma Octarinaprawastya Putri - Dok. Pribadi

Advertisement

Kekerasan dalam eumah tangga (KDRT) mengacu pada perilaku pasangan intim atau mantan pasangan yang menyebabkan kerugian fisik, seksual atau psikologis, termasuk agresi fisik, pemaksaan seksual, pelecehan psikologis, dan perilaku yang mengendalikan.

Perkiraan yang diterbitkan oleh WHO, 1 dari 3 (30%) perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam hidup mereka, sebagian besar dilakukan oleh pasangannya. Secara global, hampir sepertiga (27%) perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah terikat dalam suatu hubungan, melaporkan bahwa mereka pernah mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan mereka (WHO, 2024).

Advertisement

Kasus KDRT di Indonesia menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang 2023 mencapai 18.466 kasus kekerasan, dengan 16.351 korban adalah perempuan. Adapun dari jumlah kasus yang ada, 11.324 merupakan kasus KDRT. Hal ini menjadi pengingat yang jelas akan skala ketidaksetaraan gender dan diskriminasi terhadap perempuan yang diakibatkan karena ketimpangan kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Kekerasan tidak hanya berdampak secara fisik dan sosial, korban KDRT juga mengalami dampak psikologis dan emosional, dampak ekonomi, dampak pada anak dan keluarga serta dampak kesehatan bahkan keselamatan jiwa. Perlindungan hukum pada perempuan korban KDRT telah ditetapkan melalui berbagai instrumen hukum. Antara lain KUHP dan UU No.23/2004 yang mengatur penghapusan KDRT beserta dengan sanksi pidanamya.

Tingkat Masyarakat

Di tingkat masyarakat berbagai upaya perlu dilakukan untuk menekan KDRT maupun kekerasan pada perempuan. Mulai dari pencegahan melalui edukasi dan penyuluhan, pendekatan sebagai identifikasi dan deteksi dini, penanganan dan pendampingan korban baik konseling maupun upaya hukum dengan berkerja sama lintas sektor, serta pemulihan dan pemberdayaan diri. Pemberdayaan diri dalam hal ini merupakan langkah awal sebagai upaya preventif pada perempuan dalam menghadapi kejadian KDRT.

Istilah pemberdayan sendiri mengacu pada langkah-langkah untuk meningkatkan derajat otonomi dan mampu mengenali, menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kepentingannya dalam mewujudkan kehidupan perempuan yang berkemajuan tanpa adanya hambatan diskriminasi dan kekerasan.

Keterlibatan masyarakat secara luas juga dianggap perlu untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan melibatkan organisasi masyarakat yang tersebar di wilayah di Indonesia yang menangani kasus kekerasan perempuan dalam rumah tangga.

Penulis selaku bidan dan mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta kerap memberikan pelayanan dan berinteraksi dekat dengan perempuan di masyarakat memandang pentingnya melakukan kegiatan nyata melalui program di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, untuk mencapai perempuan yang bebas diskriminasi, kekerasan dan mampu berdaya.

Kegiatan pendidikan ini menekankan betapa pentingnya memahami kebutuhan masyarakat dan cara memecahkan masalah dengan mempertimbangkan potensi di lingkungannya. Pendidikan berbasis komunitas yang diselenggarakan dan diletakkan bersama organisasi masyarakat dengan didasarkan pada kekuatan masyarakat dimaksudkan adalah untuk memenuhi kebutuhan yang timbul di masyarakat.

Namun demikian, kegiatan ini memiliki tantangan tersendiri di mana baik pelaku ataupun korban kekerasan domestik biasanya cenderung diam dan tertutup. Adapun untuk menghadapi tantangan tersebut antara lain dengan pendekatan secara holistik, komunikasi efektif, membangun kepercayaan, kolaborasi dan partisipasi pihak terkait dengan menekankan pentingnya nilai-nilai positif dan memberikan dukungan yang penuh empati. Sehingga perubahan perilaku dan keterbukaan dapat tercapai guna menentukan intervensi penanganan KDRT secara berkesinambungan.

Rr. Rachma Octarinaprawastya Putri
Mahasiswa Magister Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo PP, Sabtu 29 Juni 2024

Jogja
| Sabtu, 29 Juni 2024, 03:17 WIB

Advertisement

alt

Menyentuh! Kelompok Studio Figur Belanda Mainkan Hero di ISI Jogja

Hiburan
| Jum'at, 28 Juni 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement