Advertisement

OPINI: Saat Kekuasaan Menumpulkan Empati

Bartolomeus Galih Visnhu Pradana Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 18 Juli 2024 - 06:27 WIB
Maya Herawati
OPINI: Saat Kekuasaan Menumpulkan Empati Bartolomeus Galih Visnhu Pradana, Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Bayangkan jika kekuasaan yang Anda miliki, entah sebagai seorang manajer di kantor, pemimpin komunitas atau bahkan orang tua di rumah, dapat mengubah cara otak Anda merespons orang-orang di sekitar Anda.

Bagaimana jika kekuasaan tersebut membuat Anda kurang mampu memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain?

Advertisement

Penelitian oleh Hogeveen, Inzlicht, dan Obhi (2013) mengungkapkan kekuasaan tidak hanya memengaruhi tindakan dan keputusan seseorang, tetapi juga cara otak bekerja dalam merespons orang lain. Temuan ini membuka mata akan dampak mendalam kekuasaan dalam hubungan sosial dan lingkungan kerja, serta mengajak untuk merenungkan bagaimana kekuasaan yang dimiliki bisa membentuk dunia sosial.

Dalam dunia sosial yang kompleks, kekuasaan memainkan peran yang sangat penting. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki kekuasaan cenderung memiliki tingkat resonansi motorik yang lebih rendah saat mengamati tindakan orang lain dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Resonansi motorik adalah aktivasi jaringan otak yang serupa saat seseorang melakukan suatu tindakan dan saat mereka mengamati orang lain melakukan tindakan yang sama.

Temuan ini menunjukkan kekuasaan dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk "menggemakan" atau mencerminkan tindakan orang lain, yang mungkin menjadi salah satu mekanisme neural di balik asimetri dalam pemrosesan informasi sosial antara yang berkuasa dan yang tidak berkuasa.

BACA JUGA: PDIP Percaya Diri Ahok Bisa Kalahkan Anies di Pilkada DKI Jakarta

Dalam konteks bisnis di Indonesia, temuan ini memiliki implikasi yang signifikan. Indonesia adalah negara dengan struktur sosial yang sangat hierarkis, di mana kekuasaan sering kali terpusat pada individu atau kelompok tertentu. Dalam lingkungan kerja, misalnya, manajer atau atasan yang memiliki kekuasaan lebih mungkin untuk mengabaikan informasi individu dari bawahan mereka, yang dapat mengarah pada pengambilan keputusan yang kurang bijaksana dan hubungan kerja yang kurang harmonis.

Respons Otak

Di sisi lain, bawahan yang memiliki kekuasaan lebih rendah akan lebih termotivasi untuk memproses informasi individu dari atasan mereka. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam pemrosesan informasi sosial yang dapat memengaruhi dinamika kerja dan efisiensi organisasi.

Penting bagi dunia bisnis untuk menyadari dampak kekuasaan ini dan mencari cara untuk mengurangi efek negatifnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kesadaran diri dan empati di kalangan individu yang memiliki kekuasaan. Pelatihan tentang kecerdasan emosional dan komunikasi yang efektif dapat membantu para pemimpin bisnis untuk lebih memperhatikan dan memahami perspektif bawahan mereka.

Lebih lanjut, kebijakan yang mendorong partisipasi dan keterlibatan yang lebih besar dari semua anggota organisasi, tanpa memandang tingkat kekuasaan mereka, dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan kolaboratif. Dengan demikian, seseorang dapat meminimalkan efek negatif dari kekuasaan terhadap pemrosesan informasi sosial dan meningkatkan kesejahteraan serta produktivitas di tempat kerja.

Dalam masyarakat yang semakin kompleks ini, memahami bagaimana kekuasaan memengaruhi respons otak kita terhadap orang lain adalah langkah penting menuju hubungan sosial yang lebih sehat dan adil.

Penelitian oleh Hogeveen, Inzlicht, dan Obhi memberikan dasar yang kuat untuk pengembangan strategi dan kebijakan yang dapat membantu mengatasi tantangan ini di berbagai sektor kehidupan, termasuk dunia bisnis.

Mari telusuri lebih dalam bagaimana kekuasaan mengubah respons otak dan apa yang bisa dilakukan seseorang untuk menciptakan lingkungan yang lebih empatik dan inklusif di dunia kerja dan bisnis.

Akhirnya, renungkanlah: bagaimana kekuasaan yang Anda miliki saat ini membentuk cara Anda berinteraksi dengan orang lain, dan apa yang bisa Anda lakukan untuk memastikan kekuasaan tersebut digunakan untuk menciptakan kebaikan yang lebih besar? (***)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

2 Korban Tewas, Tiga Lainnya Luka-luka Akibat Kecelakaan Melibatkan Tiga Truk di Sedayu Bantul

Bantul
| Jum'at, 18 Oktober 2024, 09:37 WIB

Advertisement

alt

Jatuh dari Balkon Hotel, Mantan Personel One Direction Liam Payne Meninggal Dunia

Hiburan
| Kamis, 17 Oktober 2024, 10:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement