Advertisement

Perlunya Evaluasi PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak UMKM

Fungsional Penyuluh, KPP Pratama Sukoharjo Jawa Tengah, Arum Setyo Mestuti
Selasa, 01 Oktober 2024 - 19:27 WIB
Arief Junianto
Perlunya Evaluasi PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak UMKM Fungsional Penyuluh, KPP Pratama Sukoharjo Jawa Tengah, Arum Setyo Mestuti

Advertisement

Pemerintah tengah mempertimbangkan ulang kebijakan pemberian insentif pajak penghasilan final sebesar 0.5% yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan perlunya pengkajian ulang apakah program insentif pajak UMKM masih perlu dilanjutkan atau tidak.

Advertisement

Kebijakan pemerintah memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) Final sebesar 0.5% bagi UMKM merupakan langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah No. 55/2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0.5% bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) paling lama 7 tahun, sedangkan untuk WP Badan berbentuk koperasi, firma, persekutuan komanditer, firma, BUMDes/BUMDesma atau perseroan perseorangan paling lama 4 tahun; dan untuk WP Badan berbentuk perseroan terbatas adalah paling lama 3 tahun

Sejak diberlakukannya kebijakan pajak ini, sejumlah dampak positif dirasakan oleh UMKM. Di antaranya adalah peningkatan likuiditas

Tarif pajak yang lebih rendah membuat UMKM memiliki lebih banyak modal untuk mengembangkan usahanya. Selain itu pajak yang rendah juga membuat UMKM dapat mengelola keuangan dengan lebih efisien dan mengurangi risiko kesulitan keuangan.

Selain itu juga berdampak positif pada stimulus pertumbuhan ekonomi. Pasanya, dengan adanya pengenaan pajak 0,5%, likuiditas UMKM meningkat sehingga mereka lebih bergairah untuk berinvestasi baik skala kecil maupun besar. Selain itu mereka dapat berekspansi sehingga bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dampak positif lainnya adalah terciptanya lapangan kerja. Betapapun, pertumbuhan UMKM yang sehat membuka peluang lapangan kerja baru, sehingga dapat membantu mengurangi angka pengangguran.

Tak hanya itu, kebijakan pajak itu juga berdampak pada terciptanya harga yang kompetitif serta meningkatnya kualitas produk. Adanya pengenaan pajak PPh Final 0,5% ini memungkinkan UMKM menawarkan harga barang atau jasa yang lebih kompetitif, selain itu mereka juga dapat meningkatkan kualitas produk sehingga lebih menarik bagi konsumen.

Tantangan dan Pertimbangan yang Perlu Dievaluasi

Namun demikian, kebijakan ini tentu juga menghadapi beberapa tantangan sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut.

Di antaranya adalah soal efisiensi anggaran. Pemberian insentif pajak tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dari anggaran negara. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan anggaran tersebut dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Selain itu juga ihwal keadilan pajak. Adanya perbedaan tarif PPh Final antara UMKM dan badan usaha besar dapat menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan pajak. Apakah UMKM yang telah mencapai skala tertentu masih perlu mendapatkan insentif yang sama?

Tak hanya itu, kebijakan pajak tersebut juga memunculkan adanya potensi penyalahgunaan. Kemudahan memperoleh insentif pajak ini juga berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, perlu adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah praktik penyalahgunaan.

Tantangan lainnya adalah dampak terhadap penerimaan negara. Penurunan tarif PPh Final tentu akan berdampak pada penerimaan negara dari sektor pajak. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan ini terhadap keuangan negara.

Selain itu, tantangan yang juga perlu dievaluasi adalah soal transparansi. Hal yang terjadi di lapangan adalah fakta bahwa tidak semua UMKM memiliki pencatatan yang baik. Tentu saja hal ini akan menyulitkan petugas pajak dalam melakukan pengawasan dan melakukan evaluasi atas kebijakan ini.

Evaluasi

Peraturan Pemerintah No. 55/2022 merupakan hasil revisi dari beberapa peraturan sebelumnya yang mengatur tentang pajak UMKM.

Kebijakan pajak bagi UMKM pertama kali diperkenalkan pada 2013 melalui Peraturan Pemerintah No. 46/2013, dengan menetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulannya.

Selanjutnya, aturan ini mengalami perubahan melalui Peraturan Pemerintah No. 23/2018 yang menurunkan tarif PPh Final menjadi 0,5%.

Tujuan utama pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 46/2013 antara lain untuk meningkatkan daya saing UMKM, mendorong pertumbuhan UMKM dan tentu saja untuk memperluas basis pajak.

Kemudian pada 2018 pemerintah kembali merevisi kebijakan atas aturan ini. Pemerintah menerbitkan PP No. 23/2018 sebagai aturan pengganti PP No. 46/2013. Pemerintah merasa perlu lebih mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal.

Penurunan tarif ini juga diharapkan mampu menstimulasi munculnya pelaku UMKM baru agar dapat berkembang dan mempunyai kesempatan untuk berusaha. Ketika WP masih berusaha untuk beradaptasi atas aturan tersebut, pandemi Covid-19 memberikan pukulan yang sangat keras bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.

Sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia juga tidak luput dari dampak negatif. Beberapa dampak yang terjadi di antaranya adalah penurunan omzet akibat adanya pembatasan aktivitas dan penurunan daya beli masyarakat; terancamnya kelangsungan usaha akibat banyaknya UMKM yang terpaksa menutup usahanya karena tidak mampu bertahan di tengah kondisi yang sulit.

Selain itu, dampak lainnya adalah terbatasnya akses permodalan yang membuat UMKM semakin kesulitan untuk bertahan dan berkembang.

Sampai saat ini pun masih banyak WP pengguna tarif PPh Final UMKM yang masih berusaha bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19. Bahkan yang sudah mengalami kolaps tidak kalah banyaknya. Oleh karena itu perlu dikaji ulang: apakah kebijakan ini benar-benar mencapai tujuannya?

Arah Kebijakan

Setelah dihantam Covid-19, pada 2022 pemerintah kembali merevisi kebijakan terkait pajak bagi UMKM.

Meski demikian tidak banyak yang berubah. Dalam mengambil keputusan mengenai kelanjutan kebijakan insentif pajak UMKM, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor secara komprehensif.

Perpanjangan dengan modifikasi: Insentif pajak dapat diperpanjang dengan beberapa modifikasi, seperti memperketat persyaratan penerima, mengubah besaran tarif, atau memperpendek jangka waktu pemberian insentif.

Pemerintah juga dapat memberikan insentif lain yang lebih tepat sasaran, seperti insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, atau insentif untuk UMKM yang melakukan ekspor. Penghapusan secara bertahap: Insentif pajak dapat dihapus secara bertahap untuk memberikan waktu bagi UMKM untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo, Kamis 3 Oktober 2024

Jogja
| Kamis, 03 Oktober 2024, 03:17 WIB

Advertisement

alt

Terjerat Kasus Kekerasan Seksual dan Perdagangan Orang, Segini Gelimangan Harta P. Diddy

Hiburan
| Minggu, 29 September 2024, 23:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement