Advertisement

OPINI: Memahami Pentingnya Manajemen Pajak

Nuritomo
Kamis, 30 Agustus 2018 - 08:25 WIB
Budi Cahyana
OPINI: Memahami Pentingnya Manajemen Pajak Nuritomo - Harian Jogja/Ist.

Advertisement

Sebagai seorang dosen yang mengampu kuliah manajemen pajak, seringkali saya mendapatkan pertanyaan: mengapa perlu manajemen pajak? Bukankah pajak merupakan sesuatu yang pasti, sehingga yang perlu dilakukan hanya hitung, bayar dan lapor? Melalui kolom ini izinkan saya sedikit menjelaskan, mengapa manajemen pajak perlu dilakukan. Bagaimana maksud manajemen pajak, apakah hanya sebatas memperkecil beban pajak?

Manajemen pajak sejatinya memiliki banyak sekali pengertian. Lumbantoruan (1994) mendefinisikan manajemen pajak sebagai sarana untuk memenuhi ketentuan perpajakan dengan benar tetapi dengan jumlah pajak yang ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Secara umum, manajemen pajak seringkali diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh wajib pajak (WP) untuk memenuhi kewajiban pajaknya secara optimal tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Advertisement

Mengapa wajib pajak atau perusahaan perlu melakukan manajemen pajak? Manajemen pajak perlu dilakukan perusahaan tentu sebagai suatu upaya untuk menghemat biaya perusahaan dengan maksud meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham. Manajemen pajak seringkali disamakan dengan penggelapan pajak (tax evasion). Manajemen pajak berbeda dengan tax evasion terutama terkait dengan kepatuhan atas peraturan. Tax evasion cenderung illegal sedangkan manajemen pajak cenderung legal dan taat aturan. Tax evasion ini tentu menyebabkan risiko yang tinggi, apalagi dengan diterapkannya Automatic Exchange of Information (AEoI).

Manajemen pajak bukan sekadar mengecilkan beban pajak yang harus dibayarkan, melainkan harus dapat meningkatkan laba sesudah pajak perusahaan. Proses manajemen pajak perusahaan harus sudah dimulai sejak WP membentuk sebuah usaha. Apakah WP akan menggunakan bentuk usaha perorangan atau badan. Jika badan, apakah menggunakan firma, CV, PT, yayasan atau sejenisnya. Bagi WP tentu pertimbangan efisiensi dan bisnis harus diutamakan, tetapi pertimbangan pajak juga perlu menjadi perhatian.

Penggunaan bentuk usaha perorangan baik UD maupun toko misalnya. WP yang menggunakan bentuk usaha perorangan, pajak yang akan dikenakan adalah pajak OP. Tarifnya 5% sampai 30% tergantung jumlah pendapatan kena pajaknya. Pendapatan kena pajak pada WP OP dihitung setelah dikurangi pendapatan tidak kena pajak (PTKP). WP OP maupun Badan juga dapat memilih untuk menggunakan tarif pajak final 0,5% jika omzet yang dimiliki masih dibawah Rp4,8 miliar. Pilihan ini dibuka sejak PP No.23/2018 disahkan pemerintah 8 Juni 2018 lalu. Sebelumnya, WP dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar wajib menggunakan tarif pajak final 1%. Bagaimana jika menggunakan bentuk usaha badan? Seperti dijelaskan sebelumnya, tarif yang dikenakan atas pendapatan kena pajak adalah sebesar 25%, dengan pengurangan 50% jika WP memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar.

Pemilihan bentuk usaha di atas akan memberikan dampak beban pajak dan laba bersih yang berbeda. Sebagai contoh, WP UMKM yang memiliki omet setahun sebesar Rp2 miliar, dengan laba bersih sebesar Rp100 juta (nett margin 5%) akan membayar pajak berbeda-beda tergantung bentuk usahanya. Jika menggunakan bentuk usaha perorangan (asumsi WP status tidak kawin), beban pajak yang harus dibayarkan adalah Rp3,4 juta (laba-PTKP x tarif pajak). Jika WP menggunakan bentuk usaha badan (CV atau PT), besarnya pajak yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp12,5 juta (laba x tarif x 50%). Berbeda jika WP (perorangan dan badan) memilih menggunakan tarif pajak final 0,5%, jumlah pajak yang harus dibayarkan kedua bentuk usaha ini adalah sama, sebesar Rp10 juta (Rp2 miliar x 0,5%). Khusus badan berbentuk PT, laba yang dibagikan kepada pemegang saham masih akan dikenakan pajak dividen sebesar 10% sehingga total pajaknya menjadi Rp22,5 juta (Rp12,5 juta + Rp10 juta).

Penggunaan tarif pajak final 0,5% tentu tidak selamanya merugikan. Pada kondisi usaha yang memiliki margin laba yang besar, penggunaan tarif pajak final jauh lebih menguntungkan dibandingkan pasal 17. Misalkan margin laba contoh diatas dinaikan menjadi 10% atau sebesar Rp200 juta (Rp2 miliar x 10%). Pajak WPOP yang harus dibayarkan akan menjadi Rp16,9 juta dan PPh Badan akan menjadi Rp25 juta (ditambah potong Rp20 juta jika PT dan bagi dividen) dibandingkan PPh final hanya sebesar Rp10 juta. Menarik bukan? Terdapat selisih lebih dari dua kali lipat beban pajak yang harus dibayar, hanya karena pilihan bentuk usaha jika anda tidak memperhatikan manajemen pajak.

Pemilihan bentuk usaha baru sebuah awal dalam manajemen pajak. Pemanfaatan bukti potong, metode gross up, pemilihan metode pembiayaan sampai dengan pengaturan struktur modal perusahaan juga merupakan bagian manajemen pajak. Pajak bukan lagi sekedar hitung, bayar, dan lapor. Lebih dari itu, WP juga harus dapat mencermati berbagai peraturan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak sekaligus kesejahteraan pemegang saham. Pemahaman atas ketentuan perpajakan secara rinci merupakan kunci dalam kesuksesan manajemen pajak.

*Penulis adalah staf pengajar Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement