Advertisement

OPINI: Normal Baru, Standar Baru

Th. Agung M. Harsiwi, Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 13 Agustus 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Normal Baru, Standar Baru Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Pandemi Covid-19 membuat banyak hal mengalami peningkatan, seperti pelayanan kesehatan, pemahaman masyarakat akan kebersihan dan kesehatan, demikian pula penggunaan teknologi informasi. Namun bagaimana dengan pendidikan di masa pandemi ini, apakah meningkat atau justru menurun kualitasnya?

Ada banyak masalah yang timbul saat pembelajaran jarak jauh dengan teknologi daring (daring). Dari ketersediaan perangkat pembelajaran, koneksi Internet sampai dengan keterampilan tenaga pendidik dan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi informasi. Tidak jarang kita disuguhi viralnya berita di media, peserta didik yang harus naik bukit untuk mendapatkan sinyal bagi telepon genggamnya, adanya keterbatasan listrik di daerahnya, belum lagi guru yang bergiliran mendatangi rumah siswanya (home visit) untuk mengajar karena tidak adanya fasilitas pembelajaran.

Advertisement

The Power of Adaptation
Berbagai upaya ditempuh untuk tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh, termasuk pembelajaran daring. Tidak kurang-kurang lembaga pendidikan, baik pendidikan dasar dan menengah, maupun pendidikan tinggi terus memperbaiki proses pembelajaran daringnya. Ada pembelajaran sinkron yang waktunya bersamaan melalui live meeting, seperti zoom meeting, google meet, microsoft teams, ada juga pembelajaran asinkron yang waktunya tidak bersamaan seperti google classroom, moodle, learning management system dan sebagainya.

Tidak dapat dipungkiri dalam situasi pandemi Covid-19 ini keberadaan teknologi informasi menjadi penting untuk mendukung pembelajaran daring, termasuk ketersediaan koneksi Internet. Di satu sisi, sebagian lembaga pendidikan mewajibkan tenaga pendidik, guru atau dosen untuk tetap memberikan pembelajaran daring dari sekolah atau kampus, sehingga koneksi Internet jauh lebih memadai. Di sisi lain, peserta didik dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang beragam kadangkala dihadapkan pada keterbatasan dalam mengakses pembelajaran daring melalui Internet tersebut.

Cukup memadaikah proses pembelajaran daring dalam menyampaikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman peserta didik sebagaimana biasa diberikan di dalam kelas dengan tatap muka? Belum lagi ada anggapan pembelajaran daring hanya mampu mentransfer pengetahuan, namun kurang bisa mendukung pendidikan atau pembentukan karakter peserta didik.

Melalui pembelajaran tatap muka saja belum tentu peserta didik mudah memahami materi yang diberikan, apalagi dengan pembelajaran daring. Bisa jadi daring, tetapi peserta didik tidak di tempat atau tidak fokus, bisa juga peserta didik tidak berpartisipasi aktif dalam diskusi daring, atau bahkan tenaga pendidik tidak mampu mengelola kelas secara interaktif dengan siswa atau mahasiswanya karena ‘gagap’ dengan teknologi informasi. Dengan kata lain, setiap insan pendidikan ‘dipaksa’ oleh keadaan untuk beradaptasi.

Sekalipun teknologi informasi penting bagi pembelajaran daring, harus dipahami jika sumber daya manusia ternyata jauh lebih penting daripada teknologi informasi itu sendiri. Bagaimana tenaga pendidik guru dan dosen tetap adaptif dan kreatif dalam menciptakan pembelajaran daring yang dinamis dan interaktif menjadi satu tantangan tersendiri. Demikian pula peserta didik harus mengubah pola pembelajarannya. Menjadi terbiasa dengan belajar tanpa tatap muka di sekolah atau kampus, harus belajar secara mandiri dengan mencari bahan pembelajaran pendukung, dan melakukan diskusi atau kerja kelompok dengan sesama siswa atau mahasiswa melalui daring.

Berbagai situasi dan kondisi pembelajaran daring ditengarai memiliki andil terhadap kualitas pendidikan pada masa pandemi Covid-19 ini. Siswa atau mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya pada masa ini pastilah lulusan yang ‘istimewa’, meski kualitas lulusan lembaga pendidikan saat ini tidak bisa disamakan dengan lulusan-lulusan terdahulu.

Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan proses pembelajaran yang berbeda akan tetap mengacu pada standar pendidikan yang selama ini diterapkan sebelum pandemi? Lembaga pendidikan harus berani mengubah standar pembelajarannya. Bagi lulusan lembaga pendidikan dasar dan menengah diharapkan mampu mengikuti pembelajaran di tingkat yang lebih tinggi, bagi lulusan lembaga pendidikan tinggi diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha dan dunia bisnis yang menampungnya sebagai bagian dari dunia kerja. Sebagai contoh, masihkah akan menggunakan standar kelulusan yang sama untuk penerimaan siswa atau mahasiswa dengan proses pembelajaran yang berbeda ini. Atau masihkah akan menggunakan standar yang sama untuk rekrutmen dan seleksi karyawan baru di masa pandemi ini. Jika proses pembelajarannya tidak sesempurna biasanya, maka apakah juga akan mendapatkan karyawan baru yang sempurna.

Dunia pendidikan harus beradaptasi dengan merevisi standar yang selama ini dipakainya menjadi standar yang baru. Dalam kehidupan new normal ini dunia pendidikan pun tidak luput dari tuntutan untuk ditata ulang (recode) sesuai dengan situasi dan kondisi yang sangat berbeda dengan situasi sebelumnya. Sama seperti berselancar dalam sigmoid curve, pada saat terjadi perpindahan dari kurva pertama ke kurva kedua harus pula disusun standar yang baru.

Catatan Penutup
Kita tidak bisa menerapkan standar masa lalu untuk dipakai sebagai standar masa kini atau masa depan. Analog dengan menerapkan standar orang tua pada standar generasi saat ini. Standar harus berubah. Jika dahulu telepon genggam lebih sebagai alat komunikasi, maka saat ini telepon genggam telah menjadi alat pembelajaran, media untuk mencari pengetahuan. Tentu disertai dengan manusia-manusia yang mampu beradaptasi dengan standar kehidupan yang baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5 di Gunungkidul Terasa hingga Trenggalek

Gunungkidul
| Kamis, 28 Maret 2024, 21:07 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement