Advertisement

OPINI: Menjaga Hak Pilih Penyandang Disabilitas dalam Pilkada 2020

M. Abdul Karim Mustofa, Ketua Bawaslu Sleman
Senin, 31 Agustus 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Menjaga Hak Pilih Penyandang Disabilitas dalam Pilkada 2020 Ilustrasi difabel - Pixabay

Advertisement

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang diikuti 270 daerah di seluruh Indonesia, termasuk di tiga kabupaten di DIY, yakni Sleman, Bantul dan Gunungkidul, merupakan wadah mewujudkan hak dan daulat rakyat dalam proses memilih pemimpin dengan berpedoman pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Artinya Pilkada merupakan perwujudan nyata keikutsertaan rakyat atau warga negara dalam kehidupan bernegara baik mereka sebagai pemilih maupun yang dipilih.

KPU sebagai lembaga penerima titah konstitusi untuk menyelenggarakan pemilu dan/atau pilkada secara teknis selain harus menegakkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau luber-jurdil di atas juga wajib membawa diri patuh terhadap prinsip penyelenggara yakni mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, kepentingan umum, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. (Pasal 3 UU No.7/2017)

Advertisement

Prinsip terbuka, salah satu prinsip di antara 11 prinsip di atas menjadi penanda yang cukup penting dalam penyelenggara pemilu dan/atau pilkada itu berjalan demokratis atau tidak. Praktik demokrasi adalah sejauh mana demokrasi menjamin hak-hak warga negara tanpa membedakan jenis kelamin, abilitas atau disabilitas untuk terlibat dalam politik dimana mereka bebas untuk mengambil peran atau berpartisipasi dalam proses perumusan, implementasi, pengawasan, dan pengevalusian.

Penyusunan DPS
Sesuai dengan Peraturan KPU No.5/2020 tentang tahapan program dan jadwal Pilkada dimulai dengan tahapan pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), 15 Juli sampai dengan 13 Agustus 2020. Artinya tahapan ini merupakan kegiatan pelaksanaan coklit dengan mendatangi pemilih dengan door to door mendata, memutakhirkan, memberi tanda terima, dan menempelkan sticker di rumah yang dicoklit oleh petugas.

Hasil pencocokan dan penelitian oleh PPDP selanjutnya diserahkan pada Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan disusun menjadi daftar pemilih hasil pemutakhiran yang dilaksanakan pada 7 Agustus sampai dengan 29 Agustus 2020 yang kemudian data ini akan direkap oleh PPS dan disampaikan kepada PPK.

Dalam proses pleno rekapitulasi daftar pemilih di tingkat PPS yang akan dilangsungkan pada 30 Agustus 2020 sampai dengan 1 September 2020 dimana PPS mengundang Panwaslu Desa dan Tim Kampanye atau partai politik (parpol) pasti akan berjalan dinamis dimana mereka pasti akan menyampaikan hal ihwal yang terjadi di lapangan baik berupa masukan dan saran perbaikan, pencermatan ulang ataupun evaluasi selama pelaksanaan coklit di lapangan.

Hal ini dilakukan mengingat ketugasan PPDP tidak semua sepenuhnya sempurna dalam melakukan kerjanya sesuai dengan prosedur dan tata laksana kerja dengan mendatangi warga dari rumah ke rumah. Juga PPDP dalam proses pendataanapakah terjamin validitas dan akurasinya, siapa pemilih yang memenuhi syarat (MS) seperti belum terdaftarnya pemilih pemula, usia belum 17 tahun tetapi sudah menikah, pemilih masuk dsb. Begitu juga yang tidak memenuhi syarat (TMS) seperti pemilih meninggal dunia, terdaftar sebagai anggota TNI/Polri, mutasi keluar daerah, dsb juga harus dicoret dan/atau dimutakhirkan datanya akibat kesalahan nama atau ganda misalnya, NIK/NKK, tempat/ tanggal lahir, alamat pemilih dan salah mengklasifikasikan pemilih difabel atau penyandang disabilitas.

Mutarlih Akses
Partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya tidak memandang diversity (perbedaan) dan memandang inequality (kesetaraan) dalam politik termasuk dari penyandang disabilitas memiliki peran penting dan sangat menentukan kualitas demokrasi. Sebaliknya bila kelompok ini masih terabaikan haknya maka demokrasi ini belum beranjak (stagnan) saat dimulainya tahapan Pilkada 2020, pencocokan dan penilitian atau penyusunan daftar pemilih.

Setiap warga negara termasuk penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dalam politik baik dipilih maupun memilih atau juga sebagai penyelenggara dalam sebuah kontestasi politik bernama Pilkada 2020 ini. Partipasi politik penyandang disabilitas harus dijaga dan dilindungi oleh negara karena ini adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan lebih rinci dalam Undang-Undang No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat dalam diri setiap orang. Bahkan Konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Right) juga menjamin hak mereka untuk berpartisipasi dalam politik dan kehidupan bermasyarakat.

Penyandang disabilitas menurut UU No.8/2016 tentang penyandang disabilitas disebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Kelainan yang mereka miliki ini menghambat mereka untuk mobilisasi fisik termasuk berpartisipasi dalam politik.

Di antara hak politik yang kadang terabaikan penyandang disabilitas adalah hak didata sebagai pemilih difabel. Masih adanya petugas coklit (PPDP) yang mengklasifikasikan difabel tidak pada tempatnya atau bingung mau menempatkan dalam jenis disabilitas fisik, intelektual, mental dan sensorik tentu akan berimplikasi pada kebutuhan jenis surat suara, kebutuhan sosialisasi dan informasi serta aksesibilitas TPS. Beberapa kasus ditemukan bahwa penyandang disabilitas saat ditemui PPDP tidak ditanyakan jenis disabilitasnya, sehingga besar kemungkinan petugas salah mengelompokkan bahkan bisa jadi mereka tercatat sebagai bukan difabel, padahal bila demikian yang terjadi akan jauh berimplikasi pada aksesibilitas tahapan selanjutnya seperti fasilitas dan pembuatan TPS nantinya.

Pada saat rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran di tingkat desa oleh PPS (30 Agustus sampai dengan 1 September 2020) tentu menjadi momentum bersama PPS bersama Panwaslu Desa dan perwakilan tim kampanye atau partai politik untuk memperbaiki data yang telah dilakukan coklit sebelumnya oleh PPDP khususnya mereka yang menyandang disabilitas. Penyandang disabilitas dengan segala klasifikasinya harus didata dan dipastikan mendapatkan hak pilihnya serta aksebilitas di semua tahapan Pilkada 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dukung Kelestarian Lingkungan, Pemda DIY Mulai Terapkan Program PBJ Berkelanjutan

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Film Horor Gunakan Unsur Islam dalam Judul, MUI Sebut Simbol Agama Harus di Tempat yang Pas

Hiburan
| Selasa, 26 Maret 2024, 09:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement