Advertisement
RIFKA ANNISA: Pacar Memukul, Apakah Bisa Dilaporkan ke Polisi?

Advertisement
Perkenalkan nama saya Gina, saya seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Jogja. Usia saya saat ini 19 tahun dan saya menjalin hubungan dengan laki-laki yang berusia 23 tahun. Saya dan pacar saya sudah menjalin hubungan selama tiga tahun.
Setengah tahun terakhir sikapnya berubah menjadi kasar. Awalnya hanya melarang saya untuk berkomunikasi dengan teman laki-laki saya, lalu dia meminta saya untuk menjauhi teman-teman perempuan saya. Dua pekan lalu dia marah besar karena dia membaca obrolan dari salah satu teman kuliah saya yang menanyakan kelas daring kami.
Advertisement
Dia memukul saya dan menampar saya sampai ada bekas biru di pipi saya. Saya merasa takut dan bingung. Saya juga tidak bisa menceritakan hal ini pada keluarga karena mereka di luar Jogja dan keadaan ekonomi keluarga juga sedang tidak stabil dengan adanya pandemi Covid-19.
Lalu saya mencari tahu di Internet dan menemukan akun Rifka Annisa. Saya mengikuti Instagram Rifka Annisa @rifkaannisa dan saya membaca konten tentang kekerasan dalam pacaran (KDP). Dalam konten yang saya baca tersebut, kekerasan fisik dalam KDP bisa dilaporkan ke kepolisian, apakah hal itu benar? Kalau benar, bagaimana prosesnya?
Jawaban
Terima kasih Gina sudah bercerita kepada kami. Hal yang tidak mudah untuk menceritakan pengalaman yang tidak menyenangkan yang Gina alami dan kami turut prihatin atas kejadian tersebut.
Benar sekali Gina KDP secara fisik dapat diproses secara hukum.
Pertama, karena usia Gina sudah 19 tahun, maka hukum yang bisa diterapkan adalah pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang penganiayaan. Dalam Pasal 351 KUHP memang tidak dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan penganiyaan, namun hanya mengatur tentang hukuman yang diberikan pada tindak pidana penganiayaan tersebut.
R. Soesilo, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal menyatakan menurut yurisprudensi, penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka, dan sengaja merusak kesehatan orang.
Tindakan itu juga harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan, misalnya ketika seorang dokter gigi mengobati pasiennya dan menyebabkan rasa sakit atau luka tidak berat, yang dilakukan adalah penganiyaan.
Kedua, segera setelah terjadinya kekerasan fisik, sebaiknya korban langsung memeriksakan luka di rumah sakit/puskesmas/dokter, dan ceritakan apa yang baru saja dialami. Hasil pemeriksaaan kesehatan inilah yang akan dianalisa sebagai bukti visum oleh aparat penegak hukum jika korban melaporkan ke kepolisian. Setelah melakukan pemeriksaan, korban bisa langsung melaporkan peristiwa yang terjadi ke kepolisan terdekat di tempat peristiwa itu terjadi.
Bisa di Polsek, Polres, maupun Polda, atau bisa mengunjungi lembaga layanan seperti Rifka Annisa untuk berkonsultasi dengan konselor hukum maupun konseling dengan konselor psikologi jika memang dibutuhkan. Tujuan dari konsultasi maupun konseling tersebut adalah untuk menguatkan korban dalam menghadapi proses hukum dan pemulihan psikis korban. Demikian Gina yang bisa kami informasikan. Semoga membantu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- NGUDARASA: Keadilan Restoratif, Solusi yang Kian Diminati
- Gratifikasi dan Ketidakjujuran Akademik Masih Membayangi Dunia Pendidikan
- HIKMAH RAMADAN: Tasamuh Sesama Muslim dalam Perbedaan Gerakan Salat
- HIKMAH RAMADAN: Merangkul Duka, Menemukan Cahaya
- HIKMAH RAMADAN: Meningkatkan Keterampilan Regulasi Emosi Anak saat Ramadan
Advertisement

Wujudkan Wisata Inklusif, Dispar Kulonprogo Menggandeng Penyandang Disabilitas
Advertisement

Sinopsis Film Superman Karya James Gunn, Mulai Tayang 9 Juli 2025
Advertisement
Advertisement
Advertisement