Advertisement

OPINI: Memaknai Sedekah Politik dalam Pilkada

M. Abdul Karim Mustofa, Ketua Bawaslu Sleman
Selasa, 03 November 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Memaknai Sedekah Politik dalam Pilkada Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tiga kabupaten se-DIY (Sleman, Bantul, dan Gunungkidul) bersama 267 daerah lainnya bakal menyelenggarakan pergantian kepemimpinan yang puncaknya nanti pada 9 Desember 2020. Saat ini sesuai tahapan yang ada di Peraturan KPU No.5/2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020 sudah masuk dalam tahapan kampanye.

Tahapan kampanye hingga hari H pelaksanaan merupakan tahapan yang krusial, karena semua kandidat akan berlomba menarik simpati dan dukungan masyarakat dengan ragam strategi yang telah disiapkan. Dan saat pandemi Covid-19 seperti ini yang tentu saja banyak keterbatasan untuk bertemu langsung dengan masyarakat maka tentu mereka membutuhkan kreativitas dan inovasi agar program, visi dan misinya diterima.

Advertisement

Namun demikian, dalam praktiknya sebagian atau malah semua kandidat belum tentu semua tumbuh kreativitas kampanye sekaligus mengikuti aturan yang ada, terkadang sebaliknya memakai strategi jalan pintas dan praktis-pragmatis. Tidak menutup kemungkinan mereka juga akan menggunakan pola politik uang untuk membeli masa agar memilih dan memenangkannya dalam kontestasi.

Salah satu strategi yang seringkali dipakai kandidat adalah dengan pemberian rupa-rupa kepada pemilih agar memilih dan mencoblos namanya saat hari H, entah diberikan saat kampanye, masa tenang atau serangan fajar. Istilah yang tepat untuk menyebutnya adalah praktik politik uang meski kemudian terbungkus dengan istilah yang softly bahkan agamis, shadaqah atau sedekah.

Memaknai Sedekah
Sedekah atau shadaqah merupakan kata yang sudah begitu familiar di kalangan masyarakat kita. Kata sedekah dalam bahasa Indonesia diserap dari kata bahasa Arab yaitu shadaqah, berasal dari kata shadaqa-yasdhuqu-sidq (sidiq) yang berarti kebenaran atau kejujuran. Menurut istilah umum sedekah diartikan sebagai pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau siapapun yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat sesuai dengan kemampuan si pemberi.

Pengertian yang lain tentang sedekah adalah mengamalkan harta di fi sabilillah dengan sukarela, tulus, dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan dan balasan, serta semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah Swt sebagai bukti kebenaran iman seseorang dengan tanpa batasan bentuk, jumlah dan waktu kapanpun. Kalau kemudian distilahkan secara kekinian sedekah adalah donasi atau simpati kepada orang lain.

Firman Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa menyatakan sedekah adalah salah satu bentuk amalan yang dicintai-Nya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ayat Al-Quran yang menyebutkan tentang sedekah, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 271: “Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.Al-Baqarah: 271).

Berbicara keutamaan sedekah baik yang termaktub dari Alquran maupun al-Hadis tentu banyak sekali. Berjuta manfaat yang bisa didapatkan dari sedekah ini, baik itu bagi penerima maupun pemberi. Lebih-lebih bila bertemu dengan waktu yang istimewa seperti bulan Ramadan maka sedekah mampu menambah amalan yang berbalas pahala berlipat dari Allah Swt.

Sedekah sebagaimana yang disampaikan oleh kedua sumber hukum tersebut dan pandangan para ulama dengan berbagai kitabnya tercermin bahwa sebuah sedekah tidak ada batasan yang mengikat terwujud berupa harta benda atau materi lainnya. Perkara non materi ini pun bisa saja dikatakan sebagai sedekah. Seperti membantu orang lain yang membutuhkan meskipun hanya tenaga dan pikiran, menyingkirkan duri atau perkara negatif yang mengganggu di jalan, memberikan beasiswa pendidikan, sampai dengan ibadah yang paling mudah sebagaimana Hadis Imam At-Tirmidzi, “Senyummu kepada Saudaramu adalah sedekah”.

Keutamaan atau fadilah sedekah banyak kita temukan dalam al-Quran maupun Hadis yang semuanya tidak menyurutkan harta bila seseorang melakukannya. Beberapa keutamaan sedekah di antaranya Allah Swt akan melipatkangandakan pahala bagi mereka yang gemar bersedekah (QS. Al-Hadid: 18 dan QS. Al-Baqarah: 261), bersedekah tidak akan mengurangi rizki (QS. Saba: 39), bersedekah adalah bisikan yang baik (QS. An-Nisa: 114), bersedekah akan membuka pintu rizki (Hadis Bukhari-Muslim), bersedekah mampu menghapus dosa (Hadis at-Tirmidzi), bersedekah akan dijauhkan dari api neraka (Hadis Ahmad, Bukhari, dan Muslim) dan fadilah lainnya.

Sedekah Politik
Sebagaimana catatan di atas bahwa sedekah merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dan bentuknya tidak dibatasi dengan uang atau barang an sich tapi bisa berwujud yang lain. Yang demikian ini tentu mempunyai niat yang tulus dan kedalaman hati untuk membantu sesama yang membutuhkan. Lantas bagaimana kalau pemberian seseorang berupa sedekah politik?

Sedekah politik merupakan istilah yang kerap digunakan oleh politikus, pasangan calon, tim kampanye dan sebagainya di mana mereka bersedekah dengan memberikan bantuan kepada orang lain dalam bentuk apapun dengan niatan mempengaruhi, menggiring simpati seseorang secara politis agar memilihnya dalam perhelatan politik seperti pemilu, pilkada, maupun pilkades. Lebih sederhana lagi, sedekah politik merupakan satu upaya untuk mengaburkan bahasa dalam sebuah praktik politik uang.

Tentu saja sedekah politik di sini bila kemudian ditarik kepada sebuah anjuran agama maka akan kontraproduktif atau berlawanan arah. Agama mengajurkan sedekah itu dengan tulus-ikhlas tanpa pamrih hanya mengharapkan ridho Allah Swt, sementara sedekah politik adalah berlaku sebaliknya mengharapkan balasan politis untuk dipilih, dicoblos dan diperjuangkan agar menang dalam sebuah kontestasi pergantian pimpinan. Apabila hal itu dilakukan tentu akan menciderai demokrasi, kualitas pemilu, dan kerusakan moral masyarakat, serta tidak akan menghasilkan pemimpin yang benar dan berkualitas sesuai cita-cita dan harapan rakyat selama lima tahun selanjutnya.

Sedekah politik sejatinya merupakan politik uang (money politics), hanya soal penamaan saja biar telihat agamis tapi substansinya jauh dari nilai yang dibenarkan agama, yaitu bagian dari risywah as-siyasiyah dan bukan shadaqah. Risywah didefinisikan oleh Kitab Lisanul Arab karya Ibnu Manzur sebagai pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu.

Di kitab yang lain disebutkan disebut risywah bila ada unsur athiyyah (pemberian), niat istimalah (menarik simpati orang lain), tujuannya ibtholul haq (membatalkan yang benar) dan ihqaqul bathil (merealisasikan kebatilan), al mahsubiyah bighoiril haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan), dan al hushul alal manafi’ (mendapat kepentingan yang bukan haknya). Demikian unsur ini terpenuhi, maka sedekah politik atau politik uang adalah risywah yang dilarang.

Rasulullah Saw sendiri sebagaimana riwayat Abu Hurairah mengutuk orang yang suka memberi suap dan orang yang menerima suap, dan inilah risywah yang dimaksud. Mereka yang melakukan risywah jelas akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt. Rasulullah Saw sampai menyampaikan laknatnya “Pemberi dan penerima rasuah (risywah) keduanya akan masuk neraka.” Di samping itu Al-Quran sendiri sudah mewanti-wanti “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil. Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah[2]:188).

Di samping larangan dari hukum agama, hukum positif pun sudah mengatur tentang politik uang ini. UU No.10/2016 telah mengatur tentang larangan dan sanksi politik uang. Di antaranya pasal 73, Pasal 135 A, dan Pasal 187 A. Pasal 73 mengatur larangan dan bentuk sanksi politik uang. Pasal 135 A mengatur mengenai pelanggaran politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) beserta sanksi pembatalan paslon bagi yang terbukti melanggar, dan Pasal 187 A mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang memberi dan menerima politik uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pencegahan Kecelakaan Laut di Pantai Selatan, BPBD DIY: Dilarang Mandi di Laut

Jogja
| Jum'at, 19 April 2024, 14:37 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement