Advertisement

OPINI: Outlook Ekonomi Indonesia 2021

Sri Susilo, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 03 Desember 2020 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Outlook Ekonomi Indonesia 2021 Sri Susilo, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Diskusi tentang outlook (prospek, proyeksi, harapan dan kegiatan) Perekonomian Indonesia 2021 telah dilakukan oleh lembaga internasional dan domestik. Dari hasil outlook beberapa lembaga tersebut menunjukkan ada harapan yang membaik (optimisme) terhadap Perekonomian Indonesia pada 2021.

Harus diakui bahwa kondisi perekonomian tahun depan masih dipengaruhi kondisi perekonomian tahun 2020 yang terdampak dampak Pandemi Covid-19.

Advertisement

Seperti diketahui dampak dari Pandemi Covid-19 maka Perekonomian Indonesia pada 2020 telah mengalami resesi. Hal tersebut didasarkan bahwa perekonomian telah mengalami pertumbuhan negatif selama dua triwulan berturur-turut. Dalam Triwulan III-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi sebesar 3,49% atau minus 3,49% (year on year/yoy). Sebelumnya dalam periode triwulan II-2020 mengalami minus 5,32% (yoy) (Sri Susilo, 2020).

Kembali pada outlook perekonomian indonesia yang membaik tersebut bukannya tanpa alasan. Beberapa alasan termaksud antara lain adalah ditemukan dan diterapkan vaksin Covid-19, penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (dan aturan pelaksanaannya) dan berbagai program pemulihan atau stimulus ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

 

Konsumsi dan Investasi

Dengan ditemukan dan diterapkan vaksinasi Covid-19 akan menimbulkan kepercayaan dan rasa aman pada masyarakat termasuk pelaku usaha. Kondisi tersebut akan menjadikan masyarakat lebih berani beraktivitas di luar rumah meskipun tetap menerapkan protokol kesehatan (3M).Peningkatan kondumsi tersebut diharapkan dari kalangan menegah ke atas (middle 40% dan top 20% dari piramida penduduk).

Kegiatan di luar rumah tersebut, termasuk aktivitas berwisata dan MICE (Meeting, Incentive, Covnetion, and  Exhibition), akan mendorong meningkatnya konsumsi oleh masyarakat. Dalam ini diharapkan terjadi dorongan konsumsi terhadap perkonomian (consumption driven atau consumption led growth).

Untuk diketahui, selama ini faktor konsumsi masyarakat atau rumah tangga menjadi faktor utama yang mendorong perekonomian khususnya pertumbuhan ekonomi.Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam lima tahun terakhir rata-rata mencapai 56,2% (Sri Susilo, 2020).

Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 sebesar 5,17%, jika dicermati konsumsi rumah tangga masih menopang sebagian besar pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dari 5,17 persen pertumbuhan ekonomi nasional, konsumsi rumah tangga menyumbang 2,74 persen. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan porsi 2,17%. Kemudian, net-ekspor tercatat minus 0,99%,kondisi tersebut dikarenakan laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari ekspor. Adapun sisanya berasal dari kontribusi konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga  sebesar 0,1% dan konsumsi pemerintah sebesar 0,38%).

Dengan meningkatnya konsumsi masyarakat tersebut maka dimungkinkan dunia usaha akan meningkatkan kapasitas usahanya. Terkait dengan peningkatan kapasitas tersebut dipastikan disertai dengan peningkatan investasi.

Pada gilirannya investasi yang meningkat akan disertai dengan penciptaan lapangan kerja baru dan permintaan terhadap produk-produk sebagai input atau faktor produksi, ceteris paribus. Kondisi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi (investment led growth).

Meningkatnya investasi pada 2021 juga dapat didorong oleh faktor diterapkan UU Cipta Kerja (dan aturan pelaksanaannya). Dengan penerapan regulasi tersebut maka beban dunia usaha berkurang dan kepercayaan mereka untuk berinvestasi akan tumbuh kembali. Hal ini terkait bahwa UU Cipta Kerja akan memberikan iklim usaha yang semakin membaik atau kondusif. Meningkatnya iklim investasi dapat mendorong produkvitas yang selanjutnya dapat meningkatkan investasi.

Peningkatan investasi tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru dan bahkan akselreasi penerapan ekonomi digital khususnya industri 4.0.

 

Stimulus Ekonomi

Peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi tersebut diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pada tahun 2021. Faktor lain yang diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi adalah program stimulus ekonomi yang diterapkan oleh Pemerintah, BI, dan OJK.

Dalam RAPBN 2021 Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sebagai kelanjutan program PEN 2020, akan dialokasikan anggaran sebesar Rp356,4 triliun. Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk Perlindungan Sosial (Rp110,2 triliun), Insentif Usaha (Rp20,4 triliun), Pembiayaan Korporasi (Rp14,9 triliun), Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda (Rp 136,7 triliun), UMKM (Rp48, 8 triliun) dan Kesehatan (Rp25,4 triliun).

Besaran anggaran program PEN tersebut jika dapat direalisasikan dengan optimal maka dapat menjadi faktor yang mendorong percepatan pemulihan ekonomi. Realisasi anggran tersebut dapat digunakan untuk konsumsi maupun investasi bagi semua pihak yang menerima program tersebut. Penulis optimistis realisasi program PEN tahun mendatang semakin baik karena pelaksana atau eksekutor program tersebut telah mempunyai pengalaman pada 2020 ini.

Di samping stimulus fiskal, melalui Program PEN, yang dilakukan oleh pemerintah juga terdapat stimulus ekonomi yang lain yaitu pelonggaran moneter (monetary easing) oleh BI (Sri Susilo, 2020). Terkait pelonggaran moneter tersebut salah satu instrumen yang dterapkan adalah suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR).

Penulis optimistis pada tahun mendatang BI akan secara bertahap menurunkan suku bunga acuan tersebut. Dengan penurunan tersebut maka diharapkan akan diikuti suku bunga perbankan sehingga dapat mendorong permintasan kredit untuk konsumsi dan investasi. 

Hal lain yang dapat dilakukan oleh BI untuk mendukung pemulihan ekonomi adalah membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah untuk membiayai defisit anggaran, khususnya anggran pemulihan ekonomi.

Dengan berbagai argumentasi tersebut (vaksin Covid-19, UU Cipta Kerja dan Program PEN) maka harapan untuk semakin membaiknya Perekonomian Indonesia tahun 2020 adalah hal yang realistis. Optimisme di kalangan masyarakat dan dunia usaha perlu dibangkitkan. Di sisi lain pemerintah harus mengoptimalkan realisasi berbagai Program PEN yang telah dan akan dilakukan. Dengan kondisi tersebut maka proses pemulihan ekonomi pada 2021 diharapkan lebih cepat dan sesuai harapan semua masyarakat, pelaku usaha dan pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Baliho Menjamur di Jalanan Sleman, Lurah Banyurejo Siap Maju di Pilkada 2024

Sleman
| Jum'at, 19 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement