Advertisement

OPINI: UU Cipta Kerja & Kondisi Lingkungan

M. Komarudin, Tenaga Ahli pada Deputi VI Kemenko Perekonomian, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Pascasarjana IPB
Rabu, 30 Desember 2020 - 06:57 WIB
Maya Herawati
OPINI: UU Cipta Kerja & Kondisi Lingkungan M. Komarudin, Tenaga Ahli pada Deputi VI Kemenko Perekonomian, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Pascasarjana IPB (ist)

Advertisement

Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi asing serta dalam negeri dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha maupun pembebasan tanah lewat peraturan yang dikenal dengan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

Kebijakan ini diyakini ini dapat segera membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah ( middle income trap), yang merupakan kondisi dimana dalam kurun waktu tertentu pertumbuhan ekonomi suatu negara stagnan di posisi menengah itu dan tidak naik kelas ke level high income countries.

Advertisement

Status Indonesia sendiri berdasarkan kajian Bank Dunia pada pertengahan 2020 telah dinaikkan statusnya, dari lower middle income country menjadi upper middle income country. Kenaikan status tersebut diberikan berdasarkan pendapatan per kapita Indonesia pada 2019, yang naik menjadi US$4.050 dari posisi sebelumnya US$3.840.

Kenaikan kelas tersebut menarik bila dikaitkan dengan teori yang dikemukakan Kuznets, soal Environmental Kuznets Curve (EKC). EKC menggambarkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup yang dalam hal ini dikaitkan hubungan antara income per kapita dengan kualitas lingkungan.

Menurut teori ini ketika pendapatan suatu negara masih tergolong rendah, maka perhatian negara lebih tertuju pada bagaimana cara meningkatkan pendapatan negara dengan mengesampingkan permasalahan kualitas lingkungan.

Akibatnya pertumbuhan pendapatan akan diikuti oleh kenaikan tingkat polusi dan kemudian menurun lagi dengan pertumbuhan yang tetap berjalan. Teori ini dikembangkan atas dasar permintaan akan kualitas lingkungan yang meningkatkan pengawasan sosial dan regulasi pemerintah sehingga masyarakat akan lebih sejahtera.

Pertanyaannya, apakah kenaikan pendapatan per kapita yang dialami Indonesia diiringi dengan kerusakan lingkungan hidup?

Kurva Kuznets tradisional menunjukkan seiring pertumbuhan pendapatan per kapita, kondisi lingkungan biasanya mengalami degradasi, yang terus meningkat hingga suatu titik tertentu, melampaui situasi kondisi lingkungan yang baik. Namun, ada konsep yang disebut ambang ekologi (ecological treshold), yang mengatakan bahwa jika situasi lingkungan memburuk melebihi ambang batas, proses menjadi tidak dapat diubah. Saat itu situasi itu tercapai, kondisi lingkungan tidak dapat dibalik atau ditingkatkan (Rogers et al, 2008).

Riset T. Panayotou (Rogers, 2018) menunjukkan jika tingkat pendapatan per kapita di negara berkembang telah mencapai antara $5.000 hingga $7.000, tingkat polusi udara di daerah perkotaan kemungkinan akan mulai membaik, dengan kata lain kualitas lingkungan kemungkinan dapat menjadi baik kembali. 

Kondisi lingkungan Indonesia sendiri tidak terlalu menggembirakan. Berdasarkan Indeks Kinerja Lingkungan (Envinronment Performance Index, EPI) yang diterbitkan oleh Universitas Yale, Amerika Serikat, pada 2020 kualitas lingkungan hidup dari 180 negara,  Indonesia berada pada posisi 116.

Berdasar indikator EPI tersebut, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan terkait antara kualitas lingkungan dengan tingkat kesejahteraan suatu negara.

Pertama, peringkat lingkungan yang baik diasosiasikan erat dengan level pendapatann per kapita. Artinya, kemakmuran ekonomi memungkinkan negara untuk berinvestasi dalam kebijakan dan program yang mengarah kepada outcome lingkungan yang diinginkan.

Kecenderungan ini terjadi pada hal-hal yang terkait kesehatan lingkungan, karena membangun infrastruktur yang diperlukan untuk penyediaan air minum dan sanitasi, mengurangi pencemaran udara ambien, pengendalikan limbah B3 dan merespons krisis kesehatan.

Kedua, upaya mengejar kemakmuran ekonomi,--diwujudkan dalam industrialisasi dan urbanisasi--, sering kali menghasilkan lebih banyak pencemaran dan tekanan lain pada vitalitas ekosistem (ecosystem vitality), terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun secara bersamaan, data yang ada menunjukkan bahwa suatu negara tidak perlu mengorbankan keberlanjutan lingkungan hanya demi keamanan ekonomi atau sebaliknya. Banyak negara yang secara ekonomi jauh lebih baik ketimbang yang lain, mampu memobilisasi masyarakat untuk melindungi sumber daya alam.

***

Merujuk teori kurva Kuznets, sebenarnya kita tidak usah terlalu gamang dengan kondisi laju pembangunan di Indonesia yang diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan. Hal penting yang harus diperhatikan adalah penyelenggaraan pembangunan harus terkendali agar tetap dalam koridor jalur berkelanjutan (sustainability path), yaitu jalur pembangunan yang berada pada lorong antara batas atas ekonomically reversible dan batas bawah adaptability level.

Oleh karena itu, kehadiran UU Cipta Kerja beserta segenap aturan pelaksananya nantinya diharapkan dapat semakin mendorong tingkat perekonomian negara dan warganya. Pada gilirannya, dengan perekonomian warga yang membaik juga akan mampu menjaga kelestarian lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Masa Jabatan Lurah Diperpanjang, Apdesi Bantul: Harus Dioptimalkan Untuk Peningkatan Kinerja Lurah

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement