Advertisement

OPINI: Perjuangan Perempuan Meraih Kesetaraan

Tegar Satya Putra, Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jum'at, 12 Maret 2021 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Perjuangan Perempuan Meraih Kesetaraan Tegar Satya Putra, Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

 Tanggal 8 Maret merupakan tanggal spesial untuk perempuan di seluruh dunia. Tanggal tersebut dinobatkan sebagai Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejarah hari spesial ini dimulai sejak 1908.

Pada 1908 di Kota New York, 15.000 perempuan melakukan demo untuk menuntut pemotongan jam kerja, gaji yang lebih adil dan hak politik untuk memilih pemimpin. Setelah demo tersebut, Partai Sosialis Amerika kemudian mendeklarasi tanggal tarjadinya demo sebagai Hari Perempuan Nasional di Amerika.

Advertisement

Selanjutnya, perjuangan untuk meresmikan Hari Perempuan diprakarsai oleh Clara Zetkin. Dia mencetuskan gagasan tersebut pada saat dia menghadiri konferensi perempuan karir internasional (working woman international conference).

Gagasan tersebut disetujui oleh 17 perwakilan negara. Sejak saat itu, hari perempuan internasional mulai dirayakan negara-negara di benua Eropa walau baru diresmikan oleh PBB pada 1975. Sekarang, Hari Perempuan Internasional dirayakan di seluruh dunia, bahkan beberapa negara di dunia, contohnya Rusia, membuat Hari Perempuan Internasional menjadi hari libur resmi.

Perayaan Hari Perempuan Nasional disimbolkan dengan tiga warna yaitu, ungu, hijau dan putih. Ungu melambangkan keadilan dan martabat, hijau melambangkan harapan dan warna putih adalah lambang kesucian. Tiga warna tersebut berasal dari warna resmi dari Women’ Social and Political Union (WSPU) yang berdiri di inggris pada 1908.

Sorotan terhadap Ketimpangan

Tujuan dari diresmikannya Hari Perempuan Nasional oleh PBB adalah untuk mengakui pencapaian perempuan di seluruh dunia tanpa memadang unsur pembeda baik negara, etnis, Bahasa, budaya, ekonomi maupun politik. Selain merayakan pencapaian perempuan di seluruh dunia, hari spesial ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesetaraan gender, melakukan lobi untuk percepatan kesetaraan gender dan menggalang dana untuk membantu perempuan.

Pada tahun ini, tema yang diangkat adalah Women in leadership:Achieving an equal future in a COVID-19 world (Perempuan dalam Kepemimpinan: Mencapai masa depan yang setara di dunia di masa Covid-19).  Tema ini diangkat untuk mengharagai perjuangan perempuan di garis depan dalam masa pandemi ini. Tema ini juga diangkat untuk meningkatkan kesadaran akan ketimpangan dampak Covid-19 kepada perempuan. Berdasarkan laporan PBB 2020 (UN Women Report), perempuan di Indonesia mengalami penurunan penghasilan sebesar 36%, sementara laki-laki mengalami penurunan sebesar 30%. Hal serupa juga terjadi di dunia wirausaha, sebesar 82% perempuan yang berwirausaha mengalami penurunan omzet, sementara hanya 80% laki-laki mengalami penurunan omzet. Ketimpangan dampak ekonomi Covid-19 bukan hanya terjadi di Indonesia namun juga di seluruh dunia. Data dari PBB menunjukan bahwa 25% perempuan di eropa dan asia kehilangan pekerjaan, sementara hanya 21% laki-laki kehilangan pekerjaan. Hal serupa juga terjadi di benua Amerika, lebih tepatnya di Amerika Serikat. Di negara Paman Sam, berdasarkan data dari biro sensus Amerika, di bulan Mei 2020, terdapat 14.5% perempuan yang kehilangan pekerjaan. Angka ini lebih tinggi 2,3% daripada proporsi laki-laki yang kehilangan pekerjaan.

Selain dari aspek ekonomi, pandemi menyebabkan kita semua beraktivitas di rumah, namun tanggung jawab dan pekerjaan perempuan di rumah lebih berat daripada laki-laki. Masih dari laporan PBB 2020, 19% perempuan merasakan penambahan beban dan tanggung jawab rumah tangga, sementara hanya 11% laki-laki merasakan penambahan pekerjaan karena bekerja dari rumah.

Penambahan beban dan tanggung jawab ini pada akhirnya memengaruhi kesehatan mental perempuan Indonesia, tercatat 57% perempuan mengalami peningkatan stres dan kecemasan, sementara hanya 48% laki-laki merasakan hal serupa. Belum lagi, dari dunia pendidikan, diperkirakan 11 juta perempuan usia sekolah akan putus sekolah jika keadaan tidak membaik.

Dari data-data tersebut, terdapat bukti nyata bahwa walau pandemi ini berdampak ke kita semua, dampak negatif dari pandemi ini lebih banyak dirasakan perempuan. Pola serupa juga terjadi di berbagai negara sehingga para ahli khawatir dampak Covid-19 akan membuat ketidaksetaraan gender semakin parah. 

Catatan Penutup

Perjuangan perempuan untuk kesetaraan gender sudah lebih dari dua abad. Rentang waktu yang bisa dibilang cukup lama untuk melakukan perjuangan. Buah dari perjuangan ini sudah banyak kita lihat di masa sekarang ini. Perempuan berhak dan dapat menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, hak memilih untuk perempuan, dan lahirnya pemimpin-pemimpin perempuan di berbagai organisasi publik maupun swasta merupakan contoh-contoh nyata hasil perjuangan dua abad ini.

Namun perjuangan ini belum berakhir, masih banyak kekerasan dan diskriminasi sistemik berbasis gender yang terjadi. Pendapatan pria dan perempuan juga belum sepadan dan masih banyak lagi hal-hal yang harus diperjuangkan atas nama kesetaraan gender. Perjuangan ini bukan hanya untuk perempuan saja, namun ini adalah perjuangan kita bersama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dapat Bantuan Dana Rp14 Miliar, Ini Ruas Jalan yang Akan Diperbaiki Pemkab Gunungkidul

Gunungkidul
| Kamis, 25 April 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

The Tortured Poets Departement, Album Baru Taylor Swift Melampaui 1 Miliar Streaming di Spotify

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement