Advertisement

OPINI: Optimisme di Tengah Wabah

Ryan Kiryanto, Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan
Selasa, 15 Februari 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Optimisme di Tengah Wabah Tenaga kesehatan menyuntikkan cairan vaksin dosis ketiga kepada warga lansia saat vaksinasi booster Covid-19 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, Rabu (12/1/2021). Bisnis - Arief Hermawan P

Advertisement

Kabar baik muncul di awal tahun ini ketika IMF menilai Indonesia berhasil menjaga stabilitas keuangan dan fiskal. Tertulis dalam laporan sementara (Concluding Statement) misi IMF untuk Artikel IV, Indonesia dipandang sebagai salah satu negara di dunia yang sukses mengendalikan pandemi dan merajut pemulihan ekonomi sejalan dengan terjaganya stabilitas moneter, fiskal, dan sistem keuangan.

IMF menilai pemulihan ekonomi yang sesuai ekspektasi membawa Indonesia makin kredibel. Penilaian ini terkonfirmasi dari proyeksi ekonomi Indonesia yang akan tumbuh 5,2% di tahun ini dan tetap menguat di 5,10% pada 2023.

Advertisement

Hanya saja pemerintah tetap harus mewaspadai sejumlah risiko eksternal, di antaranya gelombang baru Covid-19, lonjakan inflasi global, pengetatan pasar keuangan global terkait dengan normalisasi kebijakan di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat, yang berpotensi menghambat laju pemulihan ekonomi global, yang pada gilirannya berdampak ke Indonesia.

Pengendalian pandemi Covid-19 yang efektif melalui vaksinasi masif disertai pembatasan mobilitas sosial dan disiplin protokol kesehatan (prokes) mendorong pergerakan roda perekonomian 2021. Hal ini menopang kinerja APBN 2021, di mana pendapatan negara meningkat tinggi, terutama penerimaan pajak yang melampaui target.

Defisit APBN dapat ditekan hingga 4,65% terhadap poduk domestik bruto (PDB), jauh lebih rendah dibandingkan target awal yang 5,7% dari PDB. Pada akhirnya IMF menilai langkah konsolidasi fiskal sudah tepat dan diperkirakan dapat meningkatkan kredibilitas APBN dan kepercayaan pasar. IMF memproyeksikan defisit fiskal sebesar 4% terhadap PDB pada 2022, lebih rendah dari defisit yang ditetapkan APBN 2022 di 4,85% dari PDB.

Tepat jika pemerintah mempertimbangkan penyesuaian konsolidasi fiskal ke depan sekiranya tekanan risiko eksternal semakin kuat, sehingga mempengaruhi pemulihan ekonomi. Kabar baiknya, hal ini sudah direspon pemerintah dengan mendisain kebijakan anggaran (APBN) yang fleksibel terhadap dinamika yang menyertainya.

Paralel dengan itu, kerja sama berbagi beban antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk pembiayaan penanganan pandemi dapat diakhiri di 2022 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Tak kalah pentingnya, IMF juga menilai sistem keuangan domestik sehat. Kebijakan relaksasi di sektor keuangan yang preemptive, extraordinary, dan forward looking menjadi strategi kunci Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjaga stabilitas sistem keuangan yang tetap kontributif terhadap pemulihan ekonomi.

Karena kebijakan stimulus yang extraordinary di masa pandemi diperkirakan berakhir pada 2022—2023, asesmen terhadap risiko kredit dan pembiayaan, terutama di sektor-sektor ekonomi terdampak pandemi dan masih berkepanjangan (scarring effect) perlu terus dimonitor lebih cermat.

Para pelaku industri jasa keuangan tetap harus mewaspadai potensi risiko dan tantangan ke depan yang mendisrupsi aktivitas usaha dan proses restruktusisasi, terutama setelah berbagai kebijakan stimulus secara perlahan tidak lagi diterapkan (unwinding policy), sehingga nantinya tidak menimbulkan cliff effects.

Contohnya di sektor perbankan, alangkah baiknya jika kebijakan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) disesuaikan dengan prognosis kondisi ke depan setelah relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan tidak lagi diterapkan.

Pada rapat Dewan Gubernur BI Januari lalu sudah terlihat indikasi kuat dari stance bank sentral yang secara bertahap dan terukur menyesuaikan rasio giro wajib minimum (GWM) bagi perbankan. Meskipun suku bunga acuan tetap dipertahankan di level akomodatif (3,5%) tetapi sinyalemen pengetatan kebijakan moneter melalui jalur non-bunga sudah terlihat.

Jadi, strategi kebijakan pasca pandemi perlu dirancang lebih spesifik menjadi bagian dari strategi keluar dari kebijakan extraordinary di masa pandemi (exit strategy). Upaya penguatan reformasi struktural dan tata kelola penting diteruskan, termasuk untuk mengantisipasi scarring effect dan cliff effect tadi.

Untuk itu para pelaku ekonomi seyogyanya menyiapkan segala sesuatunya dengan lebih baik, proaktif dan forwad looking. Tepat kata pepatah ‘sedia payung sebelum hujan’ maka itulah yang harus dikerjakan segera.

Selanjutnya dalam menghadapi gelombang Omicron, kelanjutan vaksinasi massal di seluruh wilayah Tanah Air diperkuat dengan vaksin booster (vaksin ketiga) menjadi penting untuk dipercepat guna mencapai kekebalan komunal (herd immunity) yang menjadi modal berharga melanjutkan momentum pemulihan ekonomi. Kepercayaan diri publik juga makin meningkat ketika jumlah penduduk yang divaksin semakin banyak.

Seiring dengan itu, pemerintah pusat dan daerah melonggarkan kebijakan pembatasan sosial, sehingga mendorong mobilitas masyarakat yang berdampak pada lonjakan sisi permintaan yang pada akhirnya mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Sepanjang mobilitas dan aktivitas masyarakat dilakukan dengan disiplin prokes yang ketat, rasanya pelonggaran kebijakan pembatasan sosial patut dilanjutkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

AJARAN AGAMA: Generasi Milenial Dinilai Penting Belajar Fikih

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Berikut Rangkaian Program Pilihan Keluarga Indonesia Paling di Hati, Hanya di MNCTV

Hiburan
| Selasa, 23 April 2024, 14:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement