Advertisement

OPINI: Strategi Penguatan Penegakan Hukum Pajak

Muhith A.S Harahap, Peneliti di Departemen Litbang Indonesia
Sabtu, 19 Februari 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Strategi Penguatan Penegakan Hukum Pajak Ilustrasi pajak - Bisnis.com

Advertisement

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sudah diundangkan sehari setelah peringatan Sumpah Pemuda 2021. UU yang berjumlah 104 halaman ini memperbaharui enam UU lain di sektor perpajakan.

Isu ultimum remedium yang tidak mendapat tempat di 569 pasal-pasal KUHP dan 22 bab Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana kembali diatur dalam UU ini. Ultimum remedium dalam UU HPP ini mengatur bahwa pemidanaan yang termaktub dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP (pidana mati, penjara, kurungan, denda dan tutupan) menjadi jalan terakhir yang digunakan pada penegakan hukum di bidang perpajakan.

Advertisement

Secara implisit, UU ini menilai bahwa niat pidana pajak yang termaktub dalam Pasal 8 ayat (3) dan (3a) UU HPP tidak sampai mencederai atau menghilangkan nyawa orang lain. Namun, niat tersebut menyebabkan hilangnya potensi pemasukan bagi negara. Padahal, tujuan negara mengundangkan UU di bidang perpajakan adalah untuk menambah kas negara.

Oleh karena itu, memidanakan seseorang dengan pidana penjara atau pidana lain seperti di Pasal 10 KUHP tidak akan menambah kas negara. Dengan demikian mengganti hukuman pidana dengan pembayaran pajak berikut dendanya adalah solusi terbaik dalam merespon niat pidana di bidang perpajakan.

Konsistensi penerapan ultimum remedium disempurnakan dalam UU HPP melalui fleksibilitas pengakuan niat pidana oleh Wajib Pajak. Jika di UU Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak diberi kesempatan mengakui niat pidana hanya pada saat penyidikan, maka UU HPP memperluas waktu untuk mengakui niat pidana perpajakan.

Bagaimanapun modusnya, niat pidana perpajakan yang ada pada seseorang, pada dasarnya diawali oleh motivasi menyembunyikan pajak yang harus dibayar. Oleh karena itu menjadi dapat diterima ketika orang tersebut tidak dipidana dengan alasan sudah menyetor jumlah pajak yang seharusnya dibayar ditambah dengan sanksi administrasinya.

Babak baru penegakan hukum yang diatur dalam UU ini, selanjutnya adalah pemberian wewenang pemblokiran dan penyitaan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang sebelumnya hanya dimiliki oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN).

Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) huruf j UU HPP, negara memberi kewenangan kepada PPNS untuk melakukan pemblokiran harta kekayaan milik tersangka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau penyitaan harta kekayaan milik tersangka sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana, termasuk tetapi tidak terbatas dengan adanya izin ketua pengadilan negeri setempat.

Pada penjelasan UU HPP, dijelaskan penyitaan untuk tujuan pemulihan kerugian pendapatan negara dapat dilakukan terhadap barang bergerak ataupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga milik Wajib Pajak, penanggung pajak, dan atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Kewenangan Penyitaan

Kewenangan melakukan penyitaan memang bukan hal baru dalam pengamanan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Akan tetapi, sebelum UU HPP, kewenangan melakukan penyitaan hanya bisa dilakukan oleh JSPN. Tidak diberi kewenangan kepada pemeriksa pajak maupun PPNS.

Memberi kewenangan penyitaan kepada PPNS DJP dalam rangka pemulihan potensi kerugian negara mempertegas dan menunjukkan konsistensi penegakan hukum di bidang perpajakan, yaitu untuk mengamankan penerimaan negara.

Peraturan yang sudah disahkan dan sudah bisa dijalankan oleh PPNS DJP ini hendaknya menjadi peringatan dan perhatian bagi para Wajib Pajak nakal yang berniat atau sudah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Bersiasat mengelabui negara dengan cara mengurangi setoran pajak bisa berakibat disitanya aset Wajib Pajak, penanggung pajak bahkan sampai kepada pihak yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kita berharap penerimaan negara yang sudah mencapai 100% pada 2021 akan bisa terulang pada tahun-tahun berikutnya. Jika kas negara terisi penuh, pembangunan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia tentu akan makin mudah diwujudkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Syawalan ke Ponpes dan Panti Asuhan, Pj. Bupati Kulonprogo Salurkan Bantuan

Kulonprogo
| Kamis, 18 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Film Korea Selatan Terbaru, Jo Jung Suk Tampil sebagai Pilot Cantik

Hiburan
| Rabu, 17 April 2024, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement