Advertisement
Ramadannya Orang Awam
Advertisement
Di Turki, orang-orang dari generasi tua banyak yang kurang dalam hal ilmu agama imbas dari kebijakan sekulerisasi Turki sebelumnya. Bahkan, rukun iman atau rukun Islam saja mungkin ada yang tidak hafal. Meskipun demikian, dari sisi religiusitas personal atau kesalehan pribadi, ternyata banyak dari mereka yang rajin beribadah, termasuk juga melaksanakan puasa Ramadan. Berbeda dengan generasi tuanya, generasi mudanya justru memiliki pengetahuan agama yang lebih baik, namun dalam hal implementasi ajaran agamanya masih kurang.
Benar kata orang bahwa ilmu yang tinggi tidak menjamin kesalehan seseorang. Ilmu dan gelar akademik yang mentereng tidak dapat menjadi tolak ukur akhlak dan kepribadian seseorang ikut menjadi baik karena sejatinya segala amal perbuatan bermuara dari hati. Maka, baik atau buruknya suatu perbuatan tergantung dari baik atau buruknya hati. Kepala kita mungkin terisi penuh dengan ilmu-ilmu yang seharusnya dapat mengarahkan kita untuk dapat memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Akan tetapi, lagi-lagi hati kita yang mendominasi. Jika hati kita kotor dan dipenuhi molekul-molekul negatif, maka hati kita dapat mengalahkan pikiran dan mengarahkan kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.
Advertisement
Koruptor, kurang pintar apa mereka? Bahkan beberapa pejabat negara yang bergelar kiai dan memiliki ilmu agama yang luas pun masih melakukan korupsi. Saat isi kepalanya mengatakan, "Jangan korupsi karena itu perbuatan dosa!", namun hatinya membelokkannya dengan mengatakan, "Ah tidak apa-apa korupsi juga, toh nanti bisa taubat." Sehingga akhirnya si empunya kepala dan hati lebih memilih menuruti apa yang dikatakan oleh hatinya.
Di sisi lain, banyak kisah orang-orang yang awam akan ilmu agama, latar belakang pendidikannya juga tidak wah, bahkan mungkin hanya mengenyam bangku SD saja, perekonomiannya berada di bawah kita, namun level kesalehannya ternyata jauh di atas kita. Kita pernah mendengar kisah seorang nenek yang sehari-harinya bekerja sebagai pemulung namun setiap tahunnya rutin berkurban saat Iduladha tiba. Atau kisah-kisah lainnya yang selain menjadi inspirasi juga menjadi cambuk bagi diri kita yang merasa level keilmuan kita tinggi, namun ternyata level kesalehan kita masih rendah.
Kita tidak menafikan pentingnya memiliki ilmu yang tinggi karena memang hal tersebut diperintahkan oleh Allah SWT. Namun, tentunya ilmu yang dimiliki harus dibarengi dengan hati yang bersih. Hati yang selalu mengarahkan kepada kebaikan dan kebenaran, juga hati yang senantiasa membentengi kita dari keburukan dan perbuatan maksiat.
Sebaik-baik hati adalah hati yang beriman kepada Allah SWT karena ia akan senantiasa mengalirkan segala kebaikan melalui seluruh anggota tubuh kita. Maka, pantas kiranya Allah SWT mendahulukan penyebutan kata orang beriman sebelum kata orang yang diberi ilmu dalam hal meninggikan derajat. Allah SWT berfirman:
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS Al-Mujadilah: 11).
Ramadan dapat menjadi trigger bagi kita untuk meningkatkan level kesalehan dan ketakwaan yaitu dengan mendesain ulang hati kita sehingga dapat menjadi pemantik kebaikan dan filter dari keburukan. Kita sinergikan antara ketinggian ilmu dan kesalehan hati supaya dapat mengkreasikan mahakarya amal saleh yang akan membawa kita kepada level dan grade yang lebih tinggi. Jangan sampai level kesalehan dan ketakwaan kita di mata Allah SWT justru lebih awam daripada orang awam. Wallahu a’lam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pilkada 2024: Jagoan PDIP Menang di Gunungkidul, Sleman, dan Kota Jogja, Begini Kata Pengamat
Advertisement
Ernest Prakasa Sempat Ragu Bawa Drakor Versi Indonesia CTSDK ke JAFF 2024
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement