Advertisement

OPINI: Tantangan Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich di Masa Pandemi

Th. Diah Widiastuti, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 28 April 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Tantangan Pengelolaan Keuangan Generasi Sandwich di Masa Pandemi Th. Diah Widiastuti, Dosen Departemen Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat Indonesia sehingga  membuat sebagian besar masyarakat harus pandai-pandai mengelola keuangannya dengan baik. Perlambatan perekonomian, kerentanan kondisi kesehatan dan juga kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok sehari-hari membuat himpitan menjadi tantangan dan masalah finansial yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, dan khususnya juga dialami oleh generasi sandwich ini. Pandemi Covid-19 juga menyebabkan tingginya pengeluaran yang sering kali lebih besar daripada  pendapatan. Berbagai macam  kebutuhan “ekstra” yang harus dikeluarkan oleh generasi sandwich agar tetap survive di masa pandemi. Wabah pandemi juga berujung pada tantangan ekonomi global yang menjadikan fenomena “generasi sandwich” ini semakin meluas di kalangan anak muda milenial saat ini.

Istilah generasi sandwich pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy Miller dan Elaine Brody pada 1981 melalui artikel berjudul The 'Sandwich' Generation: Adult Children Of The Aging  yang dimuat di jurnal Social Work.

Advertisement

Generasi sandwich adalah suatu istilah yang menggambarkan posisi finansial seseorang yang terhimpit di antara generasi atas (generasi yang lebih tua, bisa mertua atau orang tua) dan generasi bawah (generasi yang lebih muda, bisa anak sampai dengan cucu). 

Generasi sandwich ini merujuk pada suatu generasi berusia produktif yang memikul multi tanggung jawab finansial, yaitu tanggung jawab keuangan pada diri sendiri, anak atau keluarga sendiri dan juga orang tua.  Kondisi tersebut dianalogikan seperti sandwich di mana sepotong daging terhimpit oleh 2 buah roti. Roti tersebut diibaratkan sebagai orang tua (generasi atas) dan anak (generasi bawah), sedangkan isi utama sandwich berupa daging, mayones, dan saus yang terhimpit oleh roti. Multi tanggung jawab keuangan terhadap tiga generasi ini sering kali membuat generasi sandwich kesulitan dalam merencanakan keuangan. Dan di masa pandemi ini, kewajiban itu bisa dibilang terasa semakin berat bagi generasi sandwich agar bisa bertahan.

 

Mengapa Bisa Terjadi?

Sandwich generation dialami oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia dan banyak faktor yang melatar belakangi munculnya fenomena generasi sandwich ini. Salah satu yang utama adalah minimnya pengetahuan mengenai perencanaan keuangan serta produk investasi yang tepat untuk masa depan sesuai kebutuhan. Selain itu, sudah menjadi tradisi dan hal yang biasa di Indonesia ketika seseorang membiayai keluarga dan orang tua secara bersamaan. 

Namun pada umumnya ini terjadi karena kegagalan pengelolaan keuangan yang dialami oleh  generasi tua pada masa sebelumnya.

Kegagalan mencukupi kebutuhan keuangan sehari-hari, tidak adanya persiapan keuangan di masa tua, tidak adanya perencanaan keuangan yang baik untuk masa tuanya akan berpotensi besar untuk membuat sang anak menjadi generasi sandwich berikutnya. Dan selanjutnya generasi yang lebih muda akan mengikuti jejak generasi yang lebih tua bisa jadi menjadi generasi tua yang tidak mandiri di masa tuanya, dan pada akhirnya berlanjut begitu seterusnya. Kondisi ini akan menjadi rantai generasi sandwich yang berputar terus menerus .

Kondisi ini terus berulang di masyarakat dan seolah menjadi yang tidak putus-putus. Sudah saatnya orang tua mengubah pemikiran bahwa anak bukanlah investasi, anak bukanlah celengan masa depan . Anak-anak tidak berkewajiban untuk menanggung biaya hidup orang tua di masa depan. Selain itu, orang tua tidak bisa mengharapkan “imbal hasil” atas seluruh biaya dan kewajiban yang sudah mereka keluarkan untuk anak-anak. Perubahan pemikiran ini diharapkan akan bisa memutuskan rantai generasi sandwich di masa mendatang.

 

Klasifikasi

Seorang Aging and Elder Care Expert bernama Carol Abaya membagi generasi sandwich menjadi tiga ciri berdasarkan perannya sebagai berikut: pertama, The Club Sandwich Generation yaitu kelompok orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua, anak, cucu dan atau nenek kakek. 

Kedua, The Open Faced Sandwich Generation yaitu siapa pun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya, misal pengurus panti jompo termasuk ke dalam kategori ini.

Ketiga, The Traditional Sandwich Generation, kelompok orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial

 

Bagaimana Rantai

Rantai generasi sandwich ini harus diputus melalui perubahan pemikiran dan kesadaran masyarakat untuk memiliki literasi keuangan yang semakin bagus dengan harapan, pertama, masyarakat memiliki financial literacy atau melek keuangan di mana masyarakat bersedia belajar lebih banyak tentang perencanaan keuangan yang tepat sedini mungkin.

Kedua, masyarakat secara sadar  mencari informasi mengenai produk keuangan dan investasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan beserta juga identifikasi risikonya agar bisa mengelola keuangan di masa tua dengan lebih baik.

Ketiga, jika dibutuhkan, masyarakat bisa meminta bantuan konsultan atau pakar di bidang keuangan untuk membuat perencanaan keuangan dan juga solusi keuangan yang tepat.

Keempat, generasi  tua harus memberikan edukasi keuangan sejak dini kepada generasi yang lebih muda sejak dini, misalnya menabung, investasi, asuransi, dan perencanaan keuangan.

 

Tips Pengelolaan 

Pertama, atur kembali komposisi pos keuangan. Penyesuaian skala prioritas perlu dilakukan untuk mempermudah dalam mengalokasikan pos keuangan. Bagus juga skema baru pada generasi sandwich yaitu living, saving, parents, dan emergency fund.

Kedua, menghitung  pengeluaran bulanan dengan metode 50/20/30 yaitu proporsi 50% untuk kebutuhan, proporsi 20% untuk tabungan, dan proporsi 30% untuk keinginan.

Ketiga, lakukan penghematan dengan ketat. Diharapkan generasi sandwich bisa memilah mana pengeluaran wajib dan tidak wajib, mana kebutuhan dan mana keinginan. Utamakan untuk membeli kebutuhan pokok atau yang sifatnya tidak bisa ditunda, seperti makanan, minuman, vitamin, membayar tagihan rutin dan cicilan utang, serta alokasi anggaran untuk dana darurat, tabungan, dan  investasi.

Keempat, menambah sumber-sumber pendapatan.

Generasi sandwich sebaiknya tidak hanya bergantung pada satu sumber pemasukan. Selain mendapatkan gaji atau pendapatan dari bisnis, generasi ini bisa membentuk portofolio keuangan dan penghasilannya melalui berbagai macam bisnis yang bisa dikerjakan.

Kelima, bersedia meninggalkan gaya hidup konsumtif.

Generasi sandwich sebisa mungkin menghindari aktivitas konsumtif yang berdampak pada gaya hidup boros dan mulai mengalihkan alokasi pengeluaran pada kegiatan produktif dan investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disbud DIY Rilis Lima Film Angkat Kebudayaan Jogja

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement