Advertisement

OPINI: Inklusi Keuangan Sebagai Katalis Pemulihan Ekonomi

Leonardus Ariandono, Asisten Manajer (Analis Yunior) Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia
Senin, 05 September 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Inklusi Keuangan Sebagai Katalis Pemulihan Ekonomi

Advertisement

Merujuk data perkembangan ekonomi, wabah Covid-19 berdampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level 3,69% sepanjang 2021, setelah sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07% sepanjang 2020.

Namun, pada 16 Agustus 2022 di tengah pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo terkait Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pemerintah menunjukan optimisme asumsi pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,3%-5,9%. Di tengah berbagai fokus pemerintahan pada penanganan kesehatan, pengendalian harga bahan pokok dan penyiapan pemindahan ibu kota negara, urgensi penguatan inklusi keuangan (financial inclusion) tetap menjadi kunci penting dalam pemulihan intermediasi keuangan dalam ekonomi Indonesia.

Advertisement

Merujuk cita-cita Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi (high income country) pada 2045 dan keluar dari middle income trap pada 2036, pemulihan ekonomi 2022 merupakan sebuah momentum untuk bangkit dan memetakan langkah strategis dengan memperkuat tiga pilar kebijakan makroprudensial: intermediasi yang seimbang, ketahanan sistem keuangan, dan inklusi keuangan.

Pemerataan akses keuangan Indonesia secara spesifik menghadapi tantangan gap geografis, pendidikan dan sosial di tengah masyarakat. Namun begitu, kunci utama suksesnya inklusi keuangan tidak terlepas dari penyediaan jasa perbankan yang tepat guna bagi masyarakat.

Secara khusus, struktur pelaku usaha domestik didominasi oleh usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM) menjadi potensi terbesar untuk menjadi titik sebar jasa keuangan modern untuk memperluas ekosistem jasa keuangan. Penguatan UMKM dalam inklusi keuangan juga membutuhkan sinergi dari kebijakan bank sentral dan kementerian terkait.

Di tengah pengembangan keuangan inklusif, masih kerap ditemui terjadinya shadow banking dan irresponsible finance sebut saja maraknya aplikasi pinjaman online ilegal dan penipuan berkedok aplikasi investasi. Diperlukan upaya pencegahan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat untuk menjaga kepuasan penggunaan jasa digital di bidang pembayaran.

Secara khusus, Bank Indonesia memberi perhatian terkait penyerapan kredit oleh perbankan kepada UMKM melalui kebijakan makroprudensial antara lain berupa penerapan Rasio Penyaluran Kredit UMKM menjadi 30% dan penerapan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudential (RPIM).

KOMITMEN PEMERINTAH

Di tengah presidensi Indonesia dalam forum ekonomi dunia G20, pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif telah menjadi salah satu pilar pembahasan dan diharapkan memacu komitmen pemerintah dan industri untuk mendukung percepatan penggunaan jasa perbankan digital. Adapun beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan sebagai mitigasi risiko sebagai berikut.

Pertama, perlunya penguatan penyediaan informasi kepada masyarakat secara efisien dan efektif. Publik perlu dimudahkan dalam proses pengolahan informasi antara berbagai jasa dan teknologi bidang keuangan (e-aggregator) untuk dapat mengakses informasi terstandar terkait keamanan, legalitas, dan analisis cost-benefit dari suatu jasa keuangan digital.

Kedua, edukasi literasi digital secara formal, khususnya pada generasi usia produktif. Selain menjadi basis pangsa pasar dari berbagai penggunaan financial technology, diperlukan paradigma baru bahwa perlunya menjadi konsumen pintar yang memiliki pengetahuan untuk menggunakan jasa tersebut sebagai sarana perkembangan ekonomi riil di bidang kewirausahaan dan investasi.

Ketiga, kepastian perlindungan konsumen dan percepatan proses penegakan hukum di bidang jasa keuangan. Sulitnya membangun kepercayaan jutaan masyarakat untuk beralih dari kebiasaan konvensial ke keuangan digital tentunya tidak ingin diruntuhkan hanya dengan beberapa kasus negatif.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital dan adanya ketergantungan digital dari masyarakat, munculnya risiko sistemik bagi industri dan pelaku pasar memang tidak dapat dihindari.

Otoritas terkait juga perlu menetapkan indikator kunci yang spesifik bagi pelaku jasa keuangan digital sebagai peningkatan kualitas pengawasan yang dapat menyeimbangkan pengembangan produk dan pasar keuangan digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pembangunan ITF Bawuran Capai 40 Persen, Pemkab Optimis Rampung Mei 2024

Bantul
| Kamis, 25 April 2024, 15:47 WIB

Advertisement

alt

The Tortured Poets Departement, Album Baru Taylor Swift Melampaui 1 Miliar Streaming di Spotify

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 09:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement