Advertisement

OPINI: Mengendalikan Ekspektasi untuk Memitigasi Resesi

Mario Rosario Wisnu Aji, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Jum'at, 09 Desember 2022 - 06:17 WIB
Maya Herawati
OPINI: Mengendalikan Ekspektasi untuk Memitigasi Resesi Mario Rosario Wisnu Aji, Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Belakangan ini, media dipenuhi dengan berita bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun yang “gelap” karena resesi. Kondisi ini menyebabkan munculnya kembali ketidakpastian global akibat terdapat risiko pada ketahanan pangan dan energi yang terhambat sehingga turut mengerek inflasi naik. Ketidakpastian ini sangat berpengaruh pada perekonomian negara-negara di dunia, tidak terkecuali Amerika Serikat (AS).

Tercatat pada Juni 2022, Bureau of Labor Statistics melaporkan, AS mengalami inflasi tahunan sebesar 9,1% yang merupakan inflasi tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Kondisi tersebut membuat The Fed merespons dengan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 3,75%-4% (tertinggi sejak tahun 2008) untuk memperlambat laju inflasi. Bank Indonesia juga merespons dengan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,25%. Berdasarkan respons-respons kebijakan kenaikan suku bunga inilah yang menyebabkan munculnya prediksi tahun 2023 akan terjadi resesi. Namun sebenarnya seberapa menakutkan resesi ini?

Advertisement

Resesi akibat Pandemi

Saat pandemi Covid-19 melanda pada tahun 2020, ketidakpastian ekonomi terjadi di seluruh dunia. Adanya kebijakan pembatasan sosial seperti PSBB, dan konsumsi masyarakat yang turun menyebabkan pertumbuhan ekonomi melemah di mana sempat minus 2,1 pada TW I, minus 5,32% pada TW II, dan minus 3,49% pada TW III 2020 yang artinya pada periode tersebut telah terjadi pertumbuhan ekonomi negatif selama 3 kuartal berturut-turut yang menunjukkan pada saat itu Indonesia telah mengalami kondisi resesi akibat pandemi. Hal ini dikarenakan secara definisi, resesi ekonomi dapat diartikan di mana perekonomian sedang memburuk terlihat dari pertumbuhan yang negatif serta peningkatan pengangguran selama dua kuartal berturut-turut atau lebih (OJK, 2021).

Ketahanan Ekonomi

Apabila kita melihat faktor-faktornya, terdapat 3 faktor yang menjadi kekhawatiran dunia pada kondisi perekonomian. Faktor pertama adalah ketahanan energi, faktor kedua adalah ketahanan pangan dan faktor ketiga adalah dari sisi keuangan global. Lalu bagaimana ketahanan ekonomi Indonesia pada ketiga faktor tersebut?

Faktanya, hingga triwulan III tahun 2022 kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di atas angka 5% sehingga dalam kondisi yang baik. Dari sisi ketahanan energi, lebih dari 50% sumber energi Indonesia menggunakan batu bara dalam negeri. Indonesia juga tercatat menjadi negara nomor 7 dengan cadangan batu bara terbesar di dunia yang pada tahun 2021 tercatat hingga 38,84 miliar ton. Namun, kondisi yang perlu kita waspadai salah satunya adalah pengurangan produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari yang akan dilakukan oleh OPEC+ yang ditengarai akan membebani APBN. 

Faktor kedua adalah ketahanan pangan Indonesia yang pada tahun 2022 ini diprediksi mengalami surplus sebesar 6,05 juta ton yang akan menjadi cadangan ke tahun 2023. Selain itu untuk suplai gandum juga terbilang aman karena pemasok gandum terbesar Indonesia adalah Australia, Argentina dan Kanada. Oleh karena itu, wajar apabila terlihat dalam data Indeks ketahanan pangan global Indonesia tahun 2022 berada pada angka 60,2 yang justru meningkat dari tahun 2021 yang tercatat sebesar 59,2.

Faktor ketiga adalah ketahanan dari sektor finansial. Faktanya hingga pertengahan tahun 2022 kondisi NPL perbankan nasional masih berada pada level 2,86 persen yang artinya jauh di bawah batas angka wajar NPL menurut BI yang dipatok 5%. Sementara itu dari rasio kecukupan modalnya (CAR), Perbankan Indonesia memiliki ketahanan kokoh karena memiliki CAR sebesar 24,6% jauh di atas batas aman yang disyaratkan BI yaitu 8%.

Berdasarkan data-data di atas, maka dapat dikatakan ketahanan ekonomi Indonesia dari sektor energi, pangan, maupun finansial ada pada taraf aman. Mengutip pernyataan Ekonom Senior, Muhammad Chatib Basri, dikatakan bahwa kondisi ekonomi memang sedang berat, namun bukan berarti kita akan mengalami kondisi resesi, namun yang mungkin terjadi adalah perlambatan ekonomi yakni apabila kita biasa tumbuh di 5,2%, pada 2023 diperkirakan kita akan tumbuh sedikit di bawah 5%.

Paradox of Thrift

Muhammad Chatib Basri juga menyampaikan bahwa salah satu sikap tidak kalah penting dalam menghadapi tahun 2023 adalah dengan membatasi pesimisme. J.M Keynes di karyanya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money pernah memperkenalkan sebuah konsep yang disebut sebagai animal spirits yang artinya keputusan ekonomi dipengaruhi oleh faktor rasional dan psikologis yang salah satunya adalah ekspektasi. Misal apabila seseorang memiliki ekspektasi bahwa akan terjadi resesi, maka dia akan memutuskan untuk tidak melakukan investasi ataupun konsumsi yang menyebabkan permintaan agregat akan mengalami penurunan.

Ketika permintaan mengalami penurunan maka orang-orang menjadi tidak tertarik melakukan investasi maupun konsumsi, dan justru meningkatkan tabungan dengan mengurangi belanja sehingga pertumbuhan ekonomi melambat dan meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi. Kondisi ini disebut sebagai paradox of thrift, yakni ketika masyarakat justru terlalu hemat di saat kondisi ekonomi sedang melemah, padahal yang dibutuhkan adalah perputaran ekonomi melalui konsumsi dan belanja.

Dalam menghadapinya, Keynes menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan memberikan bantuan sosial untuk kelompok-kelompok tertentu sebagai upaya mitigasi. Akhirnya, untuk menghadapi potensi resesi ini kita tetap perlu waspada namun tidak perlu berlebihan apalagi panik. Hal ini dikarenakan faktanya ketahanan ekonomi Indonesia berada dalam taraf yang kuat dan kondisi kepanikan tersebut hanya akan menggerakkan ekpektasi pesimis sehingga justru hanya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi pada 2023.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Meninggal, Kemendikbudristek: Penyair Legendaris Tuai Beragam Penghargaan

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 20:57 WIB

Advertisement

alt

Kim So Hee Akan Menikah dengan Pengusaha dan Pensiun dari Industri Hiburan

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 23:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement