Advertisement

OPINI: Menghadapi Era Fleksibilitas dalam Bekerja

Aloysia Desy Pramusiwi, Dosen Departemen Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Kamis, 23 Februari 2023 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Menghadapi Era Fleksibilitas dalam Bekerja Aloysia Desy Pramusiwi, Dosen Departemen Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Advertisement

Pada 30 Desember 2022 lalu, Presiden Jokowi telah mencabut kebijakan PPKM. Dengan adanya pengumuman pencabutan PPKM tersebut membuat kondisi perekonomian serta aktivitas masyarakat terus aktif bergerak seperti sedia kala. Salah satu aktivitas yang masih menjadi pro dan kontra dari sisi pekerja, yaitu terkait pelaksanaan kegiatan perkantoran kembali menjadi 100% work from office (WFO).

Pada masa pandemi selama dua tahun terakhir ini menyebabkan banyak penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh berbagai sektor industri, termasuk bagaimana setiap perusahaan membuat kebijakan dalam mengatur kehadiran karyawan masuk ke kantor saat masa PPKM. Dengan terjadinya pandemi, membuat para karyawan yang bekerja pada sektor non-esensial diminta untuk bekerja work from home (WFH).

Advertisement

Hal tersebut lambat laun menjadi suatu kebiasaan baru bagi para pekerja saat ini karena dapat mengutamakan fleksibilitas, mengurangi waktu dalam perjalanan serta menghemat biaya transportasi. Pun dari sisi pemberi kerja, memiliki pandangan bahwa WFH dapat meningkatkan produktivitas karyawan khususnya bagi divisi yang tidak mengharuskan berinteraksi secara tatap muka dengan karyawan atau divisi lain.

Akan tetapi, tidak sedikit dari pemberi kerja masih memiliki sudut pandang bahwa WFO merupakan model kerja yang paling efektif bagi mereka karena dapat memegang kendali dalam memonitor secara langsung kinerja karyawan mereka.

Berdasarkan penelitian McKinsey terkait dengan Reimagining the office and work life after Covid-19 menunjukkan bahwa sebanyak 80% pekerja merasa lebih enjoy bekerja secara WFH. Selain itu, dalam hal tingkat produktivitas, sebesar 41% pekerja merasa lebih produktif saat WFH dan 28% pekerja merasa sama produktifnya baik bekerja secara WFH maupun WFO.

Sementara itu, 31% pekerja merasa kurang produktif jika melakukan WFH karena adanya distraksi kondisi rumah, pekerjaan rumah dan tidak memiliki ruang khusus bekerja maupun fasilitas yang menunjang pekerjaan mereka.

Berdasarkan penelitian JLL terkait Workforce Preferences Barometer 2022 menunjukkan bahwa model kerja secara hybrid menjadi populer saat ini di kalangan pekerja. Sebesar 60% pekerja mengharapkan mode hibrid dapat mereka jalankan.

Serta work-life balance menjadi prioritas utama para pekerja saat ini. Cara bekerja dengan metode hibrid (WFH dan WFO) menjadi solusi setelah pandemi untuk mengakomodasi harapan dari pekerja dan pemberi kerja.

Dalam hal ini menunjukkan model kerja hibrid dapat menjadi tawaran yang dapat diberikan oleh pemberi kerja untuk tetap dapat memenuhi ekspektasi karyawan saat ini dalam menutup kesenjangan yang terjadi. Meskipun WFH yang dapat menunjukkan fleksibilitas ini dapat meningkatkan produktivitas dari perspektif karyawan, tidak dapat dipungkiri peran kantor tetap menjadi tempat di mana menunjukkan koneksi dan interaksi tatap muka antar rekan kerja serta komunikasi yang terjadi dapat membangun inovasi yang diperlukan. Terlebih, para pemberi kerja saat ini sudah seharusnya memahami karakteristik Generasi Z yang akan mendominasi angkatan kerja ke depannya.

 

Memahami Generasi Z

Generasi Z yang mulai memasuki dunia kerja dan akan mendominasi jumlah angkatan kerja pada beberapa tahun ke depan menjadi salah satu pertimbangan penting dalam membuat kebijakan dan peraturan yang perlu dipikirkan oleh perusahaan.

Dengan demikian para pimpinan perusahaan berperan menjadi kunci dalam membuat kebijakan yang dapat memfasilitasi dan memahami karakter dari gen Z saat ini, seperti fleksibilitas dan work-life balance yang menjadi prioritas mereka.

Work from anywhere dan bekerja secara hibrid dapat menjadi opsi yang dapat diterapkan bagi perusahaan jika akan memprioritaskan fleksibilitas bagi para pekerja terutama Generasi Z yang akan datang. Tentu dengan skema dan perlu adanya komitmen yang dimiliki karyawan agar tetap menjalankan perannya serta menyelesaikan tugasnya dengan baik.

 

Bekerja Hibrid

Selain work from anywhere yang semakin populer saat ini, bekerja secara hibrid pun juga bisa menjadi pilihan yang dapat ditawarkan untuk para pekerja agar tetap memiliki keakraban dengan rekan kerja serta memperkuat ikatan dengan tim kerja di kantor.

Juga sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan sosial bagi para pekerja seperti obrolan santai hingga bertukar ide antar rekan kerja.

Selain itu, perusahaan perlu memperhatikan bagaimana lingkungan kerja dapat memberikan work-life balance bagi para karyawan. Work-life balance bukan semata-mata tentang membagi waktu 50:50 antara bekerja dengan bersantai.

Tetapi, bagaimana individu dapat memastikan mereka merasa terpenuhi dan memiliki kepuasan pada kehidupan profesional dan pribadi mereka.

Selaras menurut Greenhaus & Allen (2011), work-life balance merupakan perasaan seimbang yang berasal dari rasa efektivitas dan kepuasan dalam berbagai peran kehidupan. Dengan demikian, work-life balance berkaitan dengan berbagai peristiwa kehidupan yang dialami pekerja, bagaimana mereka bekerja secara efisien dan terkait pengelolaan diri, stres, waktu, dan hubungan dengan orang lain.

Hal tersebut menunjukkan bagaimana peran HRD dalam membangun lingkungan kerja yang positif dan suportif bagi para pekerja, salah satunya seperti menghargai boundaries waktu kerja dan aktivitas di luar pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan.

Peran pemimpin perusahaan juga penting dalam penyesuaian kebijakan seperti terkait proses rekrutmen, pelatihan, program pengembangan dan retensi karyawan untuk dapat mengakomodasi kebutuhan Gen Z. Tetapi, penyesuaian dan penataan ulang tentang kebijakan praktik-praktik MSDM ini tentunya tidak dapat mengabaikan pemenuhan kebutuhan dari generasi sebelumnya. Tentunya hal tersebut sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk dapat mempertahankan para karyawan mereka yang memiliki kinerja unggul serta memiliki potensi dalam perencanaan manajemen suksesi perusahaan tersebut.

Selain itu, dengan adanya perbedaan karakter dari Gen Z ini pada akhirnya akan menuntut pula peran pemerintah dan pemberi kerja dalam membuat perubahan aturan ketenagakerjaan yang sesuai dengan dominasi angkatan kerja di masa yang akan datang. Tentunya disertai dengan tetap memastikan para pekerja mendapatkan perlindungan sosialnya. Dengan demikian, pemberi kerja pun dituntut untuk membangun lingkungan kerja yang dapat menyesuaikan kebutuhan generasi yang akan datang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Cabai Melimpah, Harga Cabai di Sleman Anjlok Ancam Petani

Sleman
| Jum'at, 29 Maret 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement