Advertisement
OPINI: Mendigdayakan NUnomic pada Abad Kedua
Advertisement
Perayaan satu abad NU yang jatuh pada 16 Rajab 1444 H atau bertepatan dengan 7 Februari 2023 mengambil tema “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad kedua menuju kebangkitan Baru”.
Sebagaimana disampaikan K.H. Yahya Chalil Staquf (Ketua Umum PBNU), tema ini merupakan pemaknaan sosiologis dari sebuah hadis yang berbunyi “Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat Islam, setiap 100 tahun, seorang yang memperbarui untuk mereka (interpretasi) ajaran agama mereka.”
Advertisement
Dari tema yang beririsan dengan pesan hadis tersebut, bagaimana langkah strategis yang harus dilakukan oleh segenap pengurus (jam’iyah) dan warga (jamaah) NU agar NU benar-benar digdaya menghadapi berbagai tantangan sosial dan global?
Terlebih lagi, beban dan tugas yang harus disikapi oleh setiap pengurus dan warga NU adalah dengan cara menjadi pembaharu dalam berbagai aspek kehidupan. Tak terkecuali menjadi bagian penting dalam memberdayakan ekonomi ala NU yang berbasis pada nilai-nilai ahlus sunnah wal jamaah (aswaja).
Dalam kaitan ini, NU merupakan organisasi keagamaan yang selama ini banyak menekankan spirit kolektifisme (jamaah) di berbagai ruang geraknya. Oleh karena itu, ketika perayaan satu abad NU mengambil tema “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad kedua menuju kebangkitan Baru” sejatinya tema ini harus menjadi titik masuk pula, bagaimana mengembangan NU-nomic sebagai konsep pemberdayaan ekonomi NU di abad kedua.
Sebab, disadari atau tidak, ekonomi menjadi salah satu soko guru peradaban yang turut menentukan nasib kehidupan setiap warganya. Ketika roda perekonomian yang berbasis pada nilai-nilai aswaja, memperoleh perhatian dan tempat yang memadai di pikiran dan hati semua pengurus dan warga NU, maka NU bisa membuka lembaran baru yang lebih cerah di perjalanan organisatorisnya pada abad kedua.
Berbasis Jamaah
Dalam konteks ini, untuk membangkitkan roda perekonomian yang berbasis nilai-nilai aswaja an nahdliyah, ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan oleh semua kalangan NU yang ingin memposisikan diri sebagai penggerak pembaharuannya.
Pertama, menciptakan suasana kerja dan usaha yang bisa memberdayakan potensi warga NU agar bisa berkembang. Keberadaan pengurus atau warga NU yang mempunyai kapasitas dan keahlian yang beragam, harus disambungkan dengan warga NU lainnya yang mempunyai sumber daya.
Kedua, setiap warga NU yang mempunyai akses dengan pasar atau mempunyai keahlian yang memudahkan dalam mengelola dan mengembangkan model usahanya, perlu membuat program pendampingan agar warga NU yang sadar ekonomi selalu tergugah dan terangsang dalam menjalankan usahanya.
Ketiga, pengurus NU harus menjadi soft mediation—meminjam istilah Peter L Berger—dalam melindungi dan membela kepentingan warga NU yang selama ini banyak tersebar di wilayah pinggiran. Sebagai penggerak organisasi yang dianggap mempunyai kemampuan dan jaringan lebih dibanding warga NU lainnya, pengurus NU atau kelompok profesional NU perlu memposisikan diri sebagai problem solver di setiap persoalan ekonomi yang dirasakan oleh warga NU lainnya.
Oleh karena itu, dari ketiga aspek yang melandasi gerak pembaharuan NU pada abad kedua, pengurus NU dan siapapun yang berkhidmah di NU harus mengembangkan etika ke NU-an dan spirit kapitalismenya—mengadaptasi cara pandang Max Weber dalam buku etika protestan dan semangat kapitalisme—sebagai modus operandi mengembangkan NUnomic yang berbasis pada jamaah.
Dalam kaitan ini, pengembangan konsep NUnomic yang menekankan pada perjalinan jamaah yang urgen, selain beririsan dengan konsep ekonomi kerakyatan yang berbasis pada spirit koordinasi dan kooperasi—sebagaimana digagas oleh Moh Hatta—juga senafas dengan pesan Nabi Muhammad yang berbunyi “al barakatu ma’al jaamah”.
Secara sosiologis, pesan hadis ini menegaskan adanya simbiosis-mutualisme yang memungkinkan antarpihak saling membantu dan saling memberdayakan. Dengan demikian, ketika NUnomic yang menekankan pada spirit kolektifisme menjadi landasan epistemologis, ontologis, dan aksiologis dalam memanifestasikan tema “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad kedua menuju kebangkitan Baru”, maka masa depan NU pada abad kedua akan menjadi rahmat bagi warga NU dan Indonesia.
Semoga, usia satu abad NU yang tengah dirayakan oleh semua lapisan warga NU menjadi recharging spiritual dan NUnomic untuk memberdayakan NU sebagai organisasi yang mandiri dan digdaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Perjalanan Cepat Tanpa Macet, Berikut Jadwal KRL Solo-Jogja Hari Ini
- Tak Bisa Bantu Padamkan Kebakaran di Purwantoro, Damkar Wonogiri Minta Maaf
- Jalan-jalan di Kampus Kopi Banyuanyar Boyolali, Cek Yuk Paket Wisata & Tarifnya
- Ibu dan Anak di Kediri Meninggal di Dalam Rumah, Penyebabnya Diduga Kelaparan
Berita Pilihan
Advertisement

Jadwal Keberangkatan Bus Damri Tujuan Jogja-Bandara YIA dan Sekitarnya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement