Advertisement

Hilal dan Hisab Sebagai Metode Penentuan Ramadan dan Idulfitri

Maesyaroh, Dosen Ekonomi Syari’ah UMY
Senin, 03 April 2023 - 07:07 WIB
Maya Herawati
Hilal dan Hisab Sebagai Metode Penentuan Ramadan dan Idulfitri Maesyaroh, Dosen Ekonomi Syariah UMY

Advertisement

Hilal merupakan pertanda waktu  bagi umat manusia dan penentu ibadah haji  (QS. 2:189). Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa ibadah-ibadah umat Islam didasarkan pada hilal, tidak hanya ibadah haji saja. Namun, ibadah-ibadah wajib maupun ibadah sunah lainnya juga berdasarkan hilal.  Untuk ibadah wajib seperti puasa Ramadan, ibadah sunnah seperti kapan shalat Idulfitri dan Iduladha dilaksanakan juga terkait dengan hilal.

Pada masa awal Islam untuk mengetahui kapan bulan baru Qamariah seperti Ramadan, Sya’wal dll, dilakukan dengan rukyat (melihat hilal). Sekarang umat Islam sudah pandai berhitung maka, penetapan awal bulan dilakukan dengan hisab. Oleh karena itu semua ibadah yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi matahari (bulan Qamariah) dapat diketahui dengan hisab. Dengan hisab pelaksanaan ibadah tersebut dapat diprediksi waktu pelaksanaannya dengan pasti, seperti 1 Ramadan 1444 H, 1 Syawal 1444 H dan 1 Dzulhijjah dapat diketahui secara pasti tanpa harus menunggu istsbat.

Advertisement

Hisab sebagai penentu awal bulan Qamariah pun ternyata berbeda-beda kriterianya, ada yang mensyaratkan bahwa kemungkinan hilal yang dapat dirukyat (dilihat) ketinggiannya harus 3, sudut elongasi 6,4, inilah yang disebut dengan kriteria imkan rukyat. Hal ini berbeda dengan kriteria wujudul hilal yang mensyaratkan untuk masuknya awal bulan baru adalah terjadinya ijtimak, matahari terbenam kemudian hilal terbenam sun set after moonset, pada saat terbenam hilal sudah di atas. Jika berdasarkan kriteria dan syarat masing-masing maka, masuk bulan baru. Berdasarkan kriteria tersebut seharusnya umat Islam tidak harus menjelek-jelekan satu pendapat dengan pendapat lainnya, apalagi sampai menyebutkan bahwa teori wujudul hilal adalah teori usang. Umat Islam sebenarnya tidak perlu resah atau memandang perbedaan tersebut sebagai suatu polemik, namun perbedaan itu adalah Rahmat.

Potensi dari perbedaan kriteria dalam penentapan awal bulan tersebut akan terjadi terus. Hal ini telah dialami umat Islam pada Ramadan 1443 H dan 1 Dzulhijjahnya 1443 H tahun kemarin antara pemerintah dengan Muhamamdiyah berbeda. Begitu pula untuk 1 Ramadan 1444 H sekarang bisa bersama-sama, tapi untuk akhir Ramadan Muhammadiyah lebih awal selesainya, sementara pemerintah baru 1 Syawal 1444 H esok harinya. Hal ini dapat dilihat pada maklumat PP Muhammadiyah terkait bahwa akhir Ramadan 1444 H  berdasarkan hisab,  ijtimak jelang Syawal 1444 H terjadi pada pukul 11:15:06 WIB, hari Kamis Legi, 29 Ramadan 1444 H bertepatan dengan 20 April 2023 M.  Pada saat matahari terbenam hilal sudah di atas ufuk untuk wilayah Yogyakarta (  = -07 48  LS dan  = 110 21 BT) dengan ketinggian +01 47 58 (hilal sudah wujud). Dengan demikian ditetapkan bahwa 1 Syawal 1444 H bertepatan dengan hari Jumat Pahing, 21 April 2023 M. Oleh karena itu awal Ramadan 1444 H dilaksanakan secara serentak. Namun, untuk 1 Syawalnya berbeda.  Allahu a’lam bishawab.

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pilkada 2024: Jagoan PDIP Menang di Gunungkidul, Sleman, dan Kota Jogja, Begini Kata Pengamat

Bantul
| Selasa, 03 Desember 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Ernest Prakasa Sempat Ragu Bawa Drakor Versi Indonesia CTSDK ke JAFF 2024

Hiburan
| Senin, 02 Desember 2024, 10:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement