Advertisement
OPINI: Bisakah Indonesia Memimpin Dekarbonisasi?
Advertisement
Sebagai negara yang memiliki populasi terbesar keempat, Indonesia berpeluang untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2050.
Ini akan menjadi kisah sukses yang luar biasa, tetapi disertai dengan harapan baru dan koneksi global. Sebuah fakta yang digarisbawahi dalam pengumuman pemerintah baru-baru ini bahwa pemerintah akan membuka perdagangan kredit karbon internasional sebagai bagian dari skema baru yang akan diluncurkan akhir tahun ini.
Seiring dengan menjabatnya sebagai Ketua ASEAN dan adanya keinginan untuk memimpin dalam dekarbonisasi regional maupun nasional, Indonesia mencerminkan negara yang dengan cepat menyadari bahwa negara ini harus mampu menghadapi dua tantangan besar, yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi sekaligus berkontribusi terhadap pergeseran menuju nol karbon secara global.
Namun, bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya perusahaan industri, tantangan yang berbeda muncul dengan cepat: Bagaimana menjadi kompetitif secara global dan memosisikan diri mereka untuk mencapai ekonomi tanpa emisi di masa depan ketika para pesaing dan perusahaan-perusahaan lain di seluruh dunia mempercepat upaya mereka untuk mencapai hal yang sama.
Mengabaikan transisi ini atau menunggu transisi ini terjadi di tempat lain tidak dapat menjadi pilihan bagi mereka yang beroperasi dalam ekonomi yang besar dan terhubung secara global selama masa pesatnya dekarbonisasi.
Industri menghasilkan sekitar seperempat dari PDB global tetapi bertanggung jawab atas sekitar 30% emisi dunia. Hal ini berarti ada risiko dan peluang berskala besar yang ditawarkan ketika dunia bergerak untuk mendefinisikan ulang dan mendesain ulang bagaimana barang-barang yang kita butuhkan dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari diproduksi.
Kita sekarang melihat pergeseran ini secara langsung dalam berbagai aspek penting. Pemerintah makin menyadari bahwa jalan menuju nol emisi akan membutuhkan tingkat kemitraan baru dengan sektor swasta.
Daripada bertindak sendiri-sendiri dalam dunia bisnis, kita melihat kembalinya kebijakan industri yang sangat taktis --dengan intervensi seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS dan Kesepakatan Baru Hijau Eropa yang berusaha menghilangkan hambatan dan menciptakan insentif bagi perusahaan dan entitas swasta untuk bertindak sebagai mesin dekarbonisasi.
Bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang beroperasi di dunia yang makin global, terdapat peluang yang sangat besar. Sebagai perusahaan investasi dan penasihat perubahan iklim yang makin banyak bekerja di Indonesia dan Asia Tenggara, kami melihat bahwa realisasi tersebut dengan cepat terjadi.
Pemerintah Indonesia menunjukkan tekad yang kuat untuk meningkatkan laju dekarbonisasi dan perannya sebagai Ketua ASEAN memberikan banyak peluang.
Seiring dengan meningkatnya eksposur Indonesia terhadap pasar karbon global, Indonesia tidak dapat memperlambat proses dekarbonisasi industri --biayanya akan terlalu besar.
Dampak pada Alam
Untuk industri seperti kehutanan dan pertanian, yang memiliki kepemilikan lahan yang signifikan dan kemampuan untuk memberikan dampak pada alam, ada batasan dan kemungkinan baru yang mulai muncul.
Hutan Indonesia merupakan sumber daya yang signifikan dan melindunginya dari deforestasi akan menjadi jalan utama menuju nol emisi, yang dipercepat dengan adanya bursa karbon yang akan diintegrasikan ke dalam BEI, yang memberikan nilai ekonomi yang jelas pada instrumen pasar lingkungan. Melindungi hutan bakau adalah upaya dekarbonisasi bernilai tinggi lainnya yang kemungkinan besar akan melepaskan aliran modal yang signifikan untuk proyek-proyek nol emisi.
Bagi pemerintah dan perusahaan, titik awalnya serupa: perlu ada kemampuan untuk melihat lapangan permainan yang sedang berkembang dan mengidentifikasi risiko dan peluang secara akurat. Perlu ada strategi transisi menyeluruh yang menjabarkan bagaimana hal ini akan terjadi.
Tugas dekarbonisasi akan berbeda di setiap sektor, tetapi dalam banyak kasus, tugas ini akan dimulai dengan mengenali tingkat dan dampak emisi secara keseluruhan, memindai cakrawala untuk mencari peluang, dan mencatat semua jalan yang tersedia untuk mengakses pembiayaan untuk perjalanan dekarbonisasi.
Pergeseran pertama dan yang paling penting adalah pengakuan bahwa ada kebutuhan untuk bertransisi dan itu perlu dilakukan sekarang. Dengan menjalin kemitraan baru dan belajar dari terobosan dekarbonisasi dan kesalahan langkah yang telah dialami di tempat lain di dunia, ada peluang untuk memilih transisi yang lebih mulus, didukung oleh intelijen dan keahlian strategis.
Hal ini akan menjadi penting untuk menavigasi perubahan dengan cara yang dapat memberikan kemakmuran pada masa depan bagi perusahaan-perusahaan, ekonomi, dan masyarakat Indonesia.
Patrick Suckling
Direktur Pelaksana & Ketua Asia, Polinasi
BACA JUGA: Laptop Harga 6 Jutaan Terbaik, Mulai Axioo Mybook Hingga Acer Aspire
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Berkah Masjid Sheikh Zayed Solo, Omzet PKL Capai Rp1 Juta/Hari di Akhir Pekan
- Viral Jizun Asal Lombok, dari Peternak Kuda hingga Dapat Gelar Doktor di AS
- Targetkan 30% Keterisian Perempuan di Legislatif, Golkar Jateng Lakukan Ini
- Pertahanan Persis Solo Dinilai Rapuh, Medina: Bukan Hanya Salah Lini Belakang
Berita Pilihan
Advertisement

Kampung Ketandan Jadi Salah Satu Tempat Relokasi Pedagang Teras Malioboro 2
Advertisement

Kenalkan! Kirana Aulia Meisya Putri asal Jogja yang Mewakili Indonesia dalam Ajang Miss Teen International 2023 di Thailand
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement