Advertisement

OPINI: Peran Komunikasi Interpersonal Cegah Fenomena Fatherless

Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, Dosen Ilmu Komunikasi Unisa Jogja
Senin, 05 Juni 2023 - 06:57 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Peran Komunikasi Interpersonal Cegah Fenomena Fatherless Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, Dosen Ilmu Komunikasi Unisa Jogja.

Advertisement

Belakangan ini Indonesia mendapatkan peringkat menjadi negara fatherless ketiga dunia. Peringkat yang dengan tegas menyatakan banyak anak di Indonesia yang kekurangan sosok ayah dalam hidupnya.

Walaupun tidak disebutkan sumbernya, isu ini cukup untuk membangunkan kesadaran kita untuk melihat ke diri sendri, keluarga dan masyarakat secara umum. Psikolog asal Amerika Edward Elmer Smith mengatakan fatherless country diartikan sebagai negara yang masyarakatnya memiliki kecenderungan tidak merasakan keberadaan dan keterlibatan figure ayah dalam tumbuh kembang dan kehidupana anak baik secara fisik maupn psikologis.

Advertisement

Fatherless tidak hanya dialami oleh anak yatim saja. Selama satu keluarga memiliki figure ayah yang dihadirkan dari kakek atau om, maka figure ayah ini bisa tergantikan. Yang dimaksud dengan konsep fatherless adalah mereka yang kehilangan peran ayah dalam pengasuhan dan kehidupan.

Faktor yang menyebabkan fenomena ini adalah alasan ekonomi, sosial dan budaya.
Dilansir dari BKKBN DIY oleh MZ Fathurachman pada acara Hari Ayah Nasional, 12 November, menyatakan betapa sangat pentingnya setiap sosok ayah bagi pondasi bangunan keluarga itu.

Para ayah adalah guru, mereka adalah mentor, para ayah adalah role model bagi keluarganya. Dia yang biasa kau sebut ayah, bapak, papa, mungkin pun abah. Peran kehadiran sosok ayah ini sangat penting.

Andil ayah dalam mengasuh ayah di antaranya mengajarkan anak untuk memecahkan masalah dengan berbasis solusi, mengajarkan nilai-nilai penting dalam hidup sebagai bekal anak di masa depan, menjadi teman bermain bagi anak, terutama untuk permainan yang sifatnya fisik, mengajarkan anak membedakan perilaku benar dan salah, serta memahami konsekuensi atas perilaku yang dilakukan (reward – punishment), mengajarkan tanggung jawab dan mengajarkan moral dan tatak rama.

Dampak Fatherless

Anak yang mengalami fatherless akan merasakan dampaknya hingga dewasa, terutama secara psikologis. Dampak fatherless pada anak antara lain rendahnya penghargaan atas diri sendiri, merasa minder atau tidak percaya diri, merasa takut, cemas, dan tidak bahagia, merasa tidak aman secara fisik dan emosional, memiliki kemampuan akademik yang buruk, memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan, masalah perilaku dan gangguan kejiwaan serta berpotensi melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.

Komunikasi Interpersonal

Menjadi ayah siaga merupakan cita-cita yang harus diperjuangkan bersama. Untuk meraihnya dapat diawali dengan menerapkan komunikasi yang hangat, komunikasi interpersonal dapat diterapkan dengan nyata di lingkungan keluarga. Sosok ayah yang tegas, kaku inilah yang seringkali dianggap dingin sehingga menandakan komunikasi tidak berjalan dengan baik.

Ciptakan ruang komunikasi agar anak dapat berbicara secara asertif, berikan dan bukalah kesempatan diskusi dengan anak sejak kecil.

Proses komunikasi ini harus melihat tujuan dari komunikasi interpersonal itu sendiri. Menurut DeVito dalam buku The Interpersonal Communication Book (DeVito, 2007) ada lima tujuan komunikasi, yakni untuk belajar, untuk berhubungan, untuk mempengaruhi, untuk bermain dan untuk menolong.

Ayah memiliki sejumlah peran yang harus dilakukan yaitu sebagai pemimpin, sebagai imam, sebagai pencari nafkah, sebagai pengasuh, sebagai pelindung, sebagai sahabat dan sebagai pendidik.

Bahkan ada beberapa peran ayah yang tidak bisa digantikan oleh ibu, di antaranya yaitu pertama penanggung jawab pendidikan, dalam hal ini ayah merupakan penanggung jawab utama, karena dia adalah kepala keluarga.

Kedua, pemasok maskulinitas, maksudnya adalah ayah yang mengajarkan keberanian, tangguh dan suka tantangan. Ketiga, pembangun sistem berpikir, ayah memiliki kemampuan logika berpikir yang baik dibandingkan ibu.

Ada beberapa perilaku yang secara umum dapat digunakan untuk menjalin hubungan baik ayah dan anak, yakni saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain, menciptakan interaksi yang menyenangkan, saling memberikan rasa aman mengenai hubungan masing-masing serta saling memperhatikan satu sama lain, saling memberi dukungan dan saling memberi semangat.

Ada pula komunikasi menggunakan media, seperti menggunakan kartu, surat, telepon, dan teknologi, seperti berkomunikasi via email, atau mengirim foto. Lalu mengelola konflik dengan cara kondusif atau membangun yang mengacu pada penyelesaian masalah dan keharmonisan.

Terakhir yakni menggunakan lelucon, humor, atau sarkasme seperti menggunakan nama panggilan yang lucu, dan tertawa bersama-sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disbud DIY Rilis Lima Film Angkat Kebudayaan Jogja

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement