Advertisement

OPINI: Badai Disrupsi di Industri Buku

Oscar Chrismadian Noventa
Kamis, 15 Juni 2023 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Badai Disrupsi di Industri Buku Oscar Chrismadian Noventa - Dok Pribadi

Advertisement

Akhir-akhir ini kita sering mendengar dari media sosial banyak toko buku yang menutup gerainya secara massal mulai dari Togamas yang berhenti beroperasi pada Juli 2022 hingga Gunung Agung yang akan menutup seluruh gerainya pada akhir tahun ini.

Banyaknya toko buku yang tutup ini tentu menimbulkan pertanyaan di masyarakat apa penyebab tutupnya toko buku yang sudah ada sejak puluhan tahun silam? Lalu bagaimana masyarakat bisa mengakses buku fisik?

Advertisement

Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan banyaknya toko buku menutup gerainya. Pertama, situasi pandemi telah membuat omzet penjualan buku menurun drastis daripada tahun-tahun sebelumnya. Data dari Ikatan Penerbit Indonesia atau Ikapi menunjukkan selama pandemi omzet penerbit turun sebanyak 58,2% dari data yang sama jika dibandingkan pada judul buku yang diterbitkan pada 2019 sebanyak 13.757 judul buku. Sedangkan pada 2020 judul buku yang diterbitkan hanya 7.382 judul buku.

Kedua, rendahnya minat baca masyarakat Indonesia dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh perpustakaan nasional pada 2017 yang menunjukkan rata-rata orang Indonesia dalam membaca buku kurang dari satu jam dalam sehari.

Hal ini semakin diperkuat dengan banyaknya konten-konten visual di media sosial yang hanya menyajikan berita atau informasi dengan durasi satu sampai tiga menit.

Penyebab berikutnya adalah adanya perubahan pada minat baca konsumen dari yang sebelumnya berupa buku cetak menjadi buku digital. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Reportlinker pada 2020, memprediksi pertumbuhan pasar buku digital akan terus tumbuh sebesar 2% setiap tahunnya.

Buku digital tentu menjadi opsi yang lebih menarik karena harganya lebih murah daripada buku cetak, tidak memakan banyak tempat, dan pembaca bisa membaca banyak buku dari mana saja.

Masalah berikutnya yang membuat banyak toko buku akhirnya gulung tikar adalah dari sisi tata kelola perusahaan itu sendiri. Perusahaan tidak bisa beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi di dalam industri buku itu sendiri. Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus karena menurunnya penjualan dan berubahnya minat beli konsumen ke buku digital atau membeli buku melalui layanan e-commerce.

Hal ini bisa kita lihat pada kasus toko buku Togamas dan Gunung Agung meskipun kedua toko buku ini sudah beroperasi selama puluhan tahun dan membuka gerai dibanyak kota besar tetapi perusahaan tidak berinvestasi pada sektor online. Sehingga mereka kehilangan momentum saat transformasi digital terjadi di Indonesia.

Hal itu semakin dipercepat dengan adanya pandemi yang memaksa semua orang untuk mengubah semua aktifitas offline menjadi online termasuk aktivitas dalam membaca atau membeli buku.

Hal yang kontras justru bisa kita lihat pada toko buku Gramedia di saat pesaing-pesaing lainnya sibuk memperkuat gerai yang ada atau membuka gerai baru di kota-kota besar. Gramedia justru memperkuat sistem penjualan online-nya termasuk pada penjualan buku digital. Gramedia membuat layanan aplikasi bernama Gramedia Digital yang memberikan pengalaman bagi konsumen untuk bisa mengakses buku digital Gramedia dengan cara berlangganan paket premium.

Paket premium ini membuat konsumen dapat mengakses berbagai buku digital yang ada di Gramedia. Gramedia juga memberikan pengalaman lebih kepada konsumen dengan menambahkan kafe di beberapa gerainya yang ada di kota kota besar.

Adanya kafe pada sebuah toko buku tentu memberikan pengalaman berbeda bagi konsumen. Jika sebelumnya konsumen hanya datang ketika ingin membeli buku atau sekadar melihat-lihat buku referensi, kini konsumen datang karena ingin menikmati suasana kafe yang tenang baik untuk bekerja maupun sekedar membaca.

Tentu dengan adanya fasilitas kafe akan membuka ruang-ruang publik baru sehingga terbentuklah berbagai komunitas yang bisa mendukung kelangsungan bisnis Gramedia. Melalui inovasi-inovasi tersebut, Gramedia sukses bertahan di saat pesaing-pesaing lainnya memilih untuk gulung tikar.

Strategi Baru
Toko buku saat ini sedang menghadapi situasi yang sama dengan yang dialami oleh toko CD dan DVD pada awal 2000-an. Oleh karena itu dibutuhkan strategi baru untuk dapat bertahan hidup di mana strategi ini membutuhkan kombinasi antara beradaptasi dengan perubahan tren dan memanfaatkan keunggulan yang unik.

Ada tiga cara yang dapat digunakan toko buku dalam menangkap perubahan tren industri sekaligus membangun keunikannya sendiri. Pertama, memperkuat online market baik melalui situs website maupun melalui media sosial.

Stategi ini berguna di dalam membangun kesadaran konsumen akan suatu brand toko buku sekaligus juga menjangkau potensi konsumen yang ada di media sosial. Kedua, menciptakan ruang publik baru, toko buku tidak akan dapat bertahan tanpa adanya stakeholder baik itu komunitas, penerbit, maupun penulis. Dengan menciptakan ruang publik baru seperti kafe akan membuka kesempatan bagi stakeholder untuk saling bertemu dan berkolaborasi.

Hal ini juga sekaligus menambah keinginan konsumen untuk datang kembali ke toko buku. Terakhir, ketahui permintaan yang terus meningkat untuk e-book dan buku audio. Pertimbangkan untuk bermitra dengan platform digital untuk menawarkan pilihan bacaan digital atau membuat platform sendiri untuk menjual dan mempromosikan e-book sambil tetap mendukung penjualan buku fisik.

Ingatlah, untuk bertahan di pasar buku saat ini dibutuhkan keseimbangan antara pendekatan tradisional dan modern. Dengan memanfaatkan kekuatan, merangkul perubahan, dan menawarkan pengalaman unik, toko buku dapat berkembang dan terus menjadi surga bagi para pencinta buku.

Oscar Chrismadian Noventa
Dosen Departemen Manajemen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UAJY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Catat! Ini Cara Mengurus Sertifikat Rumah Hilang atau Rusak

Jogja
| Minggu, 06 Oktober 2024, 08:27 WIB

Advertisement

alt

Cerita Artis Horor Kemah Terlarang: Syuting di Hutan Wanagama Sempat Dihentikan Akibat Banyak Kesurupan

Hiburan
| Minggu, 06 Oktober 2024, 08:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement