Advertisement

OPINI: Petani dan Politik

Vina Eka Aristya
Selasa, 15 Agustus 2023 - 06:37 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Petani dan Politik Vina Eka Aristya - Dok. Pribadi

Advertisement

Menjelang kontestasi bacaleg presiden dan wakil presiden oleh partai politik, menjadi arena keramaian publik yang khas. Berbagai unsur masyarakat ikut riuh dalam persiapan ajang pesta demokrasi nasional. Pun kaum petani sebagai pemilih potensial juga menjadi daya tarik sebagai peserta potensial menjelang pemilihan umum.

Sebanyak 40,69 juta penduduk Indonesia merupakan petani yang bergerak dalam usaha produksi pangan. Proporsi tenaga kerja di sektor pertanian ini berkisar 15% dari seluruh warga Indonesia. Petani menjadi andalan untuk menopang ketahanan pangan nasional. Petani yang terus menghadapi tantangan kompleks dalam sektor pertanian apakah juga (akan) mendapat sokongan dunia politik?

Advertisement

Pada dekade mendatang, dunia para petani sebagai penghasil bahan pangan pokok (padi) setidaknya perlu dieskalasi 60% dari produktivitas saat ini (5,2 ton/ha). Komoditas utama hasil petani ini berfungsi mencukupi kebutuhan pangan penduduk dengan pertumbuhan 0,9-1,3% per tahun.
Pertanian juga menghadapi tekanan perubahan iklim global, memacu variabilitas curah hujan, peningkatan suhu, pengasaman laut, kekeringan, serta banjir.

Genangan dan intrusi air laut ke darat terus meningkat dan menyebabkan meluasnya lahan marginal, khususnya wilayah pesisir. Inventarisasi spasial juga menunjukkan 444.300 hektare lahan milik petani terdampak salinitas.

Produksi padi sebesar 55,7 juta ton saat ini berasal dari 10,6 juta hektare lahan, aebanyak 46% diantaranya merupakan lahan marginal. Lahan petani yang tidak subur ini terus bertambah akibat dampak salinitas oleh peningkatan muka air laut. Umumnya lahan petani di sepanjang daerah pantai menjadi tergenang oleh intrusi air laut. Petani pun harus tetap berproduksi di tanah kering akibat evaporasi air tanah atau air permukaan secara berlebih.

Penyusutan lahan pertanian produktif selama dua dekade terakhir sekitar 0,24% per tahun (20.000 hektare per tahun). Selain akibat konversi nonpertanian, kawasan pesisir sebagai penghasil padi, berkurang oleh bencana lingkungan, rob, dan abrasi pantai. Alih fungsi lahan pesisir mencapai 2.000 hektare per tahun, sementara penguasaan lahan petani hanya 0,3 hektare.
Climate change menimbulkan kerentanan petani pada dimensi kesehatan, kemiskinan, dan mata pencaharian. Petani skala kecil merupakan kelompok paling rentan dalam menghadapi perubahan iklim.

Petani memiliki keterbatasan sumber daya dan sebagian besar pertanian berada di lanskap marginal.
Dampak lingkungan marginal bagi petani dalam menggarap usaha tani yaitu kelangkaan air, degradasi lahan, kerawanan pangan, dan menurunkan produktivitas tanaman. Cekaman abiotik salinitas skala luas berakibat mengurangi stok pangan nasional, penurunan produksi pangan, dan ancaman ketahanan pangan global.

Mitigasi Pertanian
Skenario swasembada pangan berkelanjutan perlu didukung oleh kebijakan politik nasional yang berpihak petani dalam pengelolaan sumber daya lahan dan menghindari susut lahan pertanian. Pengelolaan pertanian secara global berguna memastikan tercapainya swasembada pangan dan pemberantas kelaparan pada 8,9% populasi dunia (690 juta penduduk rawan).

Perubahan iklim merujuk pada sintesis variasi kondisi iklim pada suatu tempat dalam jangka waktu panjang. Perubahan iklim dipengaruhi oleh suhu, distribusi curah hujan, tekanan udara, angin, dan kelembapan. Climate change ialah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi yang berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan manusia.

Kebijakan mitigasi iklim bagi pertanian bertujuan mengurangi kerentanan petani akibat ketidakmampuan beradaptasi dalam perubahan lingkungan dan sosial. Kerentanan petani dapat dilihat dari perspektif risiko bencana dan kerentanan sosial. Kerentanan petani digambarkan sebagai risiko keberlanjutan mata pencaharian, keamanan pangan, bencana alam, manajemen risiko bencana, kesehatan, perubahan lingkungan global, dan perubahan iklim.

Kerentanan petani merupakan tidak adanya kesejahteraan, modal, akses sumberdaya, aset modal, tenaga kerja, fisik, alam, sosial, dan keuangan. Kerentanan dianggap sebagai sistem yang mengacu pada ketidakmampuan menghadapi tekanan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kondisi ini juga diperburuk oleh transformasi lingkungan global dan sistem sosial-ekologi pertanian. Politik membangun ketahananan ialah cara untuk mengatasi kerentanan petani.

Adaptasi diartikan sebagai upaya penyesuaian yang dilakukan pada sistem alam atau manusia dalam menanggapi dampak perubahan iklim yang terjadi untuk mendapatkan keuntungan, secara spontan atau terencana. Prioritas inovasi sistem budidaya, khususnya padi di lahan terdampak salinitas, mutlak tersedia dan tersosialisasikan di tingkat petani.

Strategi adaptasi politik pertanian menghadapi perubahan iklim mencakup penerapan aturan konservasi tanah, penyesuaian teknis pola tanam, teknologi efisiensi irigasi, serta menggunakan varietas toleran yang meningkatkan efisiensi 50% terhadap cekaman iklim.

Aksesibilitas, kesetaraan, dan tata kelola intervensi kebijakan pertanian untuk adaptasi iklim membantu komunitas petani mengatasi kendala lingkungan dan menjamin ketahananan pangan.

Tata kelola interaktif oleh pelaku politik nasional turut berkontribusi pada penanganan masalah masyarakat. Otoritas sistem pertanian dapat mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas ketahanan pangan jangka panjang. Penegasan regulasi UU No.31/2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; UU No.41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; serta UU No. 22/2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, berupaya melindungi lahan pertanian dan mendukung swasembada pangan.

Langkah nyata pemangku politik dalam mengatasi ancaman kerentanan petani akan menjadi solusi menyelesaikan masalah, khususnya masyarakat pesisir yang terdampak salinitas. Petani dengan sokongan kebijakan dapat menerapkan inovasi teknologi, rekomendasi, dan adaptasi sistem pertanian. Penerapan kebijakan multidisiplin mengarahkan ketahanan pangan berkelanjutan.

Vina Eka Aristya
Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Belasan Pedagang Buah Pisang Depan RS Grhasia Pakem Direlokasi ke Pasar

Sleman
| Kamis, 17 April 2025, 14:17 WIB

Advertisement

alt

Bertengger di Box Office, Film A Minecraft Raup Keuntungan Rp1,3 Triliun di Pekan Kedua

Hiburan
| Senin, 14 April 2025, 11:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement