Advertisement
OPINI: Urgensi Literasi Keuangan di Kalangan Guru

Advertisement
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari pada dialog bertajuk Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digitigal beberapa waktu lalu menyatakan guru merupakan profesi yang paling banyak menjadi korban pinjaman online (pinjol) ilegal.
Datanya menyebutkan sebanyak 43% korban pinjol ilegal adalah guru. Ironis jika melihat guru sebagai kalangan yang memiliki pendidikan tinggi. Pertanyaannya, mengapa guru menjadi profesi yang paling banyak terjerat pinjol? Menurut analisis penulis, faktor-faktor penyebabnya adalah: Pertama, faktor masih minimnya kesejahteraan guru. Hingga kini, kekurangan guru di sekolah negeri dipenuhi kebutuhannya oleh guru honorer yang jumlahnya sebanyak 781.000 orang (Kemendikbudristek, 2022).
Advertisement
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesejahteraan guru honorer masih memperihatinkan. Guru honorer bekerja tanpa standar gaji. Mereka masih digaji di bawah UMP/UMK. Gaji guru honorer masih kalah dari buruh pabrik lulusan SMA.
Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyebutkan guru honorer digaji rata-rata antara Rp 500.000-Rp1 juta perbulan. Selain guru honorer di sekolah negeri, guru yayasan di sekolah-sekolah swasta kecil juga menghadapi persoalan sama.
Sementara Mendikbudristek, Nadiem Makarim telah menjanjikan akan mengangkat satu juta guru menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun, hingga akan berakhir masa jabatannya sebagai menteri pada 2024 nanti, target satu juta guru PPPK tidak kunjung tercapai. Dari waktu tiga tahun dengan dua kali seleksi hanya sebanyak 544.292 orang yang lulus PPPK.
Karut-marut mengiringi perekrutan guru PPPK. Persoalan-persoalan tersebut antara lain guru lulus tes tidak mendapatkan formasi atau sekolah, guru lulus tes dianulir karena administrasi, dan persoalan pemerintah daerah (pemda) yang tidak pernah memenuhi kuota formasi.
Dari dua kali seleksi guru PPPK. Usulan formasi dari pemda tidak pernah mencapai 50% kuota. Pada seleksi ketiga yang rencananya akan dilaksanakan September 2023 pun sama. Dari formasi PPPK 2023 sebanyak 601.174 orang. Pemda hanya mengajukan sebanyak 278.102 orang atau 46% saja.
Persoalan pemda tidak pernah memenuhi formasi karena masih adanya kekhawatiran anggaran penggajian guru PPPK. Sistem penggajian guru PPPK di daerah menggunakan sistem reimburse yaitu pemda menalangi dahulu penggajian. Lalu Pemerintah Pusat baru akan mentrasfer melalui dana alokasi umum (DAU) sesuai dengan gaji yang telah dikeluarkan pemda.
Persoalan kekhawatiran pemda terhadap gaji guru PPPK yang membebani anggaran daerah. Bahkan ada pemda yang berencana akan menghentikan pengusulan PPPK karena tidak memiliki anggarannya. Inilah yang menyebabkan pemda tidak pernah memenuhi formasi guru PPPK.
Persoalan kesejahteraan menjadi penyebab guru terjebak pada jerat pinjol. Jika kebutuhan hidup tidak dapat terpenuhi maka cara mudah adalah guru lari pada pinjol.
Kedua, faktor gaya hidup konsumtif. Meningkatnya kesejahteraan guru dengan adanya tunjangan profesi guru (TPG) atau tunjangan sertifikasi mengubah gaya hidup guru. Guru yang biasanya serba kekurangan dengan adanya tambahan satu kali gaji tiap bulan yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali (triwulan). Kini mengalami perubahan gaya hidup.
Tunjangan yang tujuannya mendukung peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, justru banyak disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan peningkatan kompetensi.
Justru yang banyak terjadi peningkatan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif seperti memiliki mobil mewah atau rumah megah. Selain itu, tunjangan sertifikasi telah meningkatkan kasus-kasus perceraian dan perselingkuhan di kalangan guru. Jika guru bergaya hidup konsumtif dan boros, dalam memenuhi gaya hidupnya tersebut maka sangat mungkin guru terpeleset dan masuk jerat pinjol.
Ketiga, faktor masih minimnya literasi keuangan guru. Secara umum, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia tahun 2022 sebesar 49,68% (SNLIK, 2022). Ini artinya dari 100 orang, sebanyak 50 orang belum memiliki literasi keuangan yang baik. Literasi keuangan yang buruk membuat guru mudah tergoda bujuk rayu pinjol. Guru tidak menerapkan prinsip 2L (logis dan legal) saat memilih pinjol. Akibatnya guru terjerat pinjol ilegal.
Keempat, faktor memenuhi kebutuhan konsumtif dengan berhutang. Bukan rahasia lagi jika surat keputusan (SK) PNS sebagian besar guru menjadi agunan pinjaman bank. Jika tujuan berhutang lebih pada tujuan konsumtif akan mengganggu neraca keuangan keluarga. Gaji habis untuk membayar hutang bank dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga lari ke pinjol.
Kesejahteraan Guru
Agar guru tidak terjerat pinjol ilegal maka yang harus diperbaiki adalah pertama, meningkatkan kesejahteraan guru. Caranya dengan menstandarkan gaji guru honorer setara UMK/UMP. Selain itu, dibutuhkan political will atau keberpihakan pemerintah menjadikan seluruh guru honorer sebagai guru PPPK. Meski dalam perekrutan tetap menerapkan prinsip meritokrasi tetapi harus pula dipertimbangkan seperti nilai afirmasi atau lama pengabdian atau masa kerja. Permudah seleksi untuk guru-guru honorer menjadi guru PPPK. Jika guru honorer telah menenuhi syarat maka wajib pemerintah mengangkatnya menjadi guru PPPK.
Kedua, mengoptimalkan peran kepala dinas pendidikan dan badan kepegawaian daerah (BKD). Sebagai atasan guru harus mampu untuk melakukan pembinaan terhadap guru sehingga guru tidak sampai terjerat pinjol.
Ketiga, guru harus mempraktekkan gaya hidup hemat. Guru harus bisa menghindari gaya hidup “besar pasak daripada tiang”. Guru harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Belilah sesuatu sesuai kebutuhan dan hindari membeli karena keinginan.
Keempat, meningkatkan literasi keuangan guru. OJK sebagai lembaga yang memiliki peran dalam peningkatkan literasi dapat menginternalisasikan dan mensosialisasikan literasi keuangan di kalangan guru. OJK dapat mengajarkan perencanaan keuangan yang baik. OJK dapat mensosialisasikan trik pemanfaatan jasa keuangan digital (fintech) yang aman seperti menerapkan prinsip 2L (logis dan legal).
Kelima, meningkatkan kegiatan menabung dan berinvestasi. Guru harus bisa meninggalkan gaya hidup konsumtif dan menerapkan gaya hidup hemat dengan menabung dan berinvestasi.
Udi Utomo
Guru SMPN 5 Pati, alumnus Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Perjalanan Cepat Tanpa Macet, Berikut Jadwal KRL Solo-Jogja Hari Ini
- Tak Bisa Bantu Padamkan Kebakaran di Purwantoro, Damkar Wonogiri Minta Maaf
- Jalan-jalan di Kampus Kopi Banyuanyar Boyolali, Cek Yuk Paket Wisata & Tarifnya
- Ibu dan Anak di Kediri Meninggal di Dalam Rumah, Penyebabnya Diduga Kelaparan
Berita Pilihan
Advertisement

Jadwal Keberangkatan Bus Damri Tujuan Jogja-Bandara YIA dan Sekitarnya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement