Advertisement
OPINI: Tantangan dan Peluang Pasar Karbon Indonesia
Advertisement
Ini adalah waktu yang menarik bagi kepemimpinan Indonesia dalam persaingan global menuju titik nol. Saat Jakarta menjadi tuan rumah KTT ASEAN 2023, Indonesia juga sedang bersiap-siap menyambut kehadiran pasar karbon dan perdagangan karbon.
Seperti halnya pasar baru lainnya, akan ada peluang dan risiko, dan yang paling penting bagi investor atau pengembang proyek yang ingin terlibat adalah memastikan bahwa mereka memahami kekhususan pasar dan apa yang ingin dicapai.
Advertisement
Kita telah melihat pasar karbon bermunculan di seluruh dunia dalam dua dekade terakhir dan sekarang kita melihat adanya peningkatan keterkaitan dan koordinasi antara pasar nasional dengan investasi dan perdagangan internasional. Keputusan Indonesia untuk mengizinkan investor asing membeli kredit yang dihasilkan dari skema yang baru saja diluncurkan ini memiliki potensi untuk menarik pendanaan baru bagi proyek-proyek lingkungan yang sangat dibutuhkan, namun juga meningkatkan kompleksitas sistem itu sendiri.
Memahami detail yang muncul di balik pasar Indonesia akan menjadi kunci bagi mereka yang ingin beroperasi di bidang ini, mendorong proyek dan investasi yang dapat menguntungkan diri mereka sendiri, ekonomi nasional, dan dorongan global menuju net zero, nature positive future.
Apa Yang Sudah Diketahui
Indonesia merupakan rumah bagi sejumlah besar hutan hujan dunia, serta hutan bakau yang luas yang merupakan penyimpan 'karbon biru' yang sangat penting dan harus dilindungi atau dipulihkan. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan dan menjadi tuan rumah bagi solusi berbasis alam yang merupakan penghasil utama kredit karbon.
Solusi berbasis alam (NBS) memiliki potensi yang sangat besar untuk menyerap emisi karbon dalam skala besar, sekaligus memberikan dampak keanekaragaman hayati (biodiversity) dan masyarakat (community) yang signifikan. Potensi maksimum Indonesia untuk mitigasi iklim berbasis alam diperkirakan mencapai 177% dari kontribusi nasional Indonesia di semua sektor berdasarkan Perjanjian Paris. Hal ini berarti bahwa jika Indonesia dapat mencapai potensi NBS-nya, maka Indonesia akan menjadi pengekspor utama kredit karbon.
Kualitas Kuncinya
Tugas penting bagi Indonesia dalam membangun pasar barunya adalah memastikan proyek-proyek dan kredit yang mereka hasilkan berkualitas tinggi, berintegritas dan transparan.
Perusahaan-perusahaan besar yang ingin membeli kredit dalam jumlah besar semakin waspada terhadap kerusakan reputasi yang dapat timbul akibat pembelian kredit yang terkait dengan proyek-proyek berintegritas rendah (dan klaim-klaim greenwashing yang tak terelakkan). Kredit berintegritas tinggi sudah mulai menarik harga premium di pasar global, namun bagi Indonesia untuk menghasilkan kredit tersebut akan membutuhkan sistem akuntabilitas dan pelaporan yang menyeluruh dan teruji.
Peraturan sedang diberlakukan untuk memastikan hal itu terjadi. Hal ini berarti bahwa menggiring proyek hingga mencapai titik di mana kredit dikeluarkan akan menjadi perjalanan persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan kepatuhan. Hal ini akan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus, rekam jejak yang telah terbukti, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks Indonesia. Ini akan menjadi pasar Indonesia dengan rintangan, jebakan, dan ekspektasi tersendiri.
SRN akan menjadi pintu gerbang pertama bagi proyek-proyek untuk mendapatkan persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penyelarasan dengan metodologi yang disetujui dalam fase desain proyek akan menjadi kuncinya.
Para pemrakarsa proyek perlu ''menyelaraskan lebih awal dan menyelaraskan dengan baik'' - memastikan bahwa mereka melibatkan konsultan teknis dengan keahlian yang mendalam. Mencoba untuk memaksakan compliance secara tidak tepat dapat menimbulkan resiko terhadap keberhasilan suatu proyek.
Bagian penting dalam memenuhi kriteria kualitas dan integritas adalah bagaimana Anda menetapkan pendekatan Anda terhadap pembagian manfaat - sejauh mana proyek mengarahkan bagian yang adil dari pendapatan dari penjualan kredit untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat sekitar, secara transparan dan terukur menciptakan dampak positif terhadap keanekaragaman hayati dan alam.
Para pemrakarsa perlu terlibat lebih awal dengan masyarakat setempat dan mencari jenis kemitraan dan kolaborasi yang tepat untuk memastikan desain terbaik di kelasnya seputar Mekanisme Pembagian Manfaat (benefit sharing mechanism), mengakses kemampuan dan keahlian seputar pelibatan masyarakat dan pembangunan kemitraan.
Bagi calon pembeli kredit karbon, ada juga pekerjaan yang harus dilakukan, yaitu mengerahkan auditor teknis atau menggunakan panduan dari lembaga pemeringkat untuk memastikan bahwa mereka membeli kredit yang berkualitas tinggi. Secara historis, proyek-proyek yang tidak memprioritaskan integritas dan transparansi cenderung memberikan hasil yang tidak adil atau eksploitatif dan juga kredit berkualitas rendah yang disertai dengan risiko reputasi.
Penting juga untuk dicatat bahwa pasar karbon tidak boleh dianggap sebagai obat mujarab bagi perusahaan yang sedang berjuang untuk beradaptasi dengan dunia tanpa emisi. Mengimbangi emisi melalui pembelian kredit dapat menjadi cara yang berguna untuk memenuhi target dan berkontribusi penuh terhadap tujuan nol bersih sembari melakukan proses dekarbonisasi yang sulit dan terkadang bertahap. Namun, hal ini tidak boleh menjadi pengganti untuk menjalani proses tersebut.
Apa Selanjutnya
Pemerintah telah mengindikasikan bahwa Indonesia terbuka untuk investasi internasional dalam proyek-proyek berbasis alam, tetapi hal ini akan membutuhkan pengaturan kebijakan yang menciptakan jalur bagi pembeli kredit internasional untuk membiayai proyek-proyek tersebut. Permintaan di pasar internasional sebagian besar akan didorong oleh pasar karbon sukarela, yang diatur oleh Standar Karbon Sukarela (VCS).
Pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana standar SRN akan selaras dengan hal ini perlu dijawab, karena hal ini akan menentukan bagaimana kredit yang dihasilkan oleh Indonesia diperdagangkan secara internasional. Satuan tugas gabungan antara Verra dan Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia (IDCTA) telah dibentuk untuk memastikan proyek-proyek tersebut sesuai dengan hukum dan peraturan domestik dan program VCS di masa depan. Mereka yang ingin menjual kredit di pasar global harus bersiap-siap pada tahap desain proyek untuk menyelaraskan keduanya.
Patrick Suckling
Managing Director dan Asia Chair di Pollination
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Waspada! BMKG Mengeluarkan Peringatan Dini Potensi Hujan Lebat, Petir Disertai Angin Kencang di Bantul dan Gunungkidul Malam Ini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement