Advertisement

OPINI: Ganja Medis dalam Perspektif Kesehatan & Filsafat Islam

Febriana Astuti
Rabu, 04 Oktober 2023 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Ganja Medis dalam Perspektif Kesehatan & Filsafat Islam Febriana Astuti - Dok. Istimewa

Advertisement

Dalam Konvensi Tunggal 1961/United Single Covention on Narcotic Drugs tahun 1961, ganja masuk schedule IV (klasifikasi sangat berbahaya). Hasil sidang Commission on Narcotic Drugs (CND) tahun 2020 disepakati rekomendasi 5.1 bahwa ganja diturunkan dari schedule IV (klasifikasi sangat berbahaya) ke schedule I (klasifikasi berbahaya).

Namun international convention masih mengawasi secara ketat, dan Pasal 39 konvensi tersebut mengakui kedaulatan negara dalam menerapkan aturan sesuai dengan pertimbangan masing-masing negara apabila sebuah zat dipandang masih sangat berbahaya.

Advertisement

Dalam aspek Kesehatan menurut Food And Drug Administrasion (FDA) melaporkan terdapat lebih dari 80 zat aktif yang terdapat pada tanaman ganja yang yang biasa diketahui adalah tetrahydrocannabinol (THC) dan Cannabidiol (CBD). Hasil penelitian yang dilaksanakan di luar negeri menunjukkan bahwa penggunaan ganja medis hanya efektif sebagai obat tambahan pada kasus epilepsi tipe tertentu dan terbukti tidak lebih unggul dari obat-obatan yang selama ini ada seperti clobazam.

Tetrahydrocannabinol (THC) sebagai zat psikoaktif utama ganja dengan kandungan rata-rata 18% - 20% menurut European Monitoring Centre for Drugs and Drugs Addication (EMCDDA). Hasil analisis sampel terbatas yang diperiksa oleh Pusat Labotraturium Narkotika BNN ditemukan kadar THC 25,09%. THC dapat mempengaruhi syaraf pusat dan otak manusia sehingga menyebabkan perubahan pola berfikir, berperilaku dan emosi, di mana penggunaan jangka panjang atau lama dapat menyebabkan terjadinya toleransi dan ketergantungan.

Cannabidiol (CBD) memiliki efek antinyeri dan antikejang yang dianggap memiliki potensi dalam pengobatan. Berdasarkan UU RI No.35/2009 tentang Narkotika Pasal 8 ayat (1) secara tegas menyatakan nakrotika golongan I dilarang untuk pelayanan kesehatan. Sedangkan Pasal 8 ayat (2) manyatakan dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Beberapa negara yang melegalkan ganja untuk nonmedis antara lain Kanada, Kolumbia, Belanda, Spanyol, Meksiko, Afrika Selatan, Uruguai, Tahiland, Peru. Negara yang melegalkan penggunaan ganja untuk kepentingan medis antara lain Argentina, Brazil, Kosta Rica, Yunani, Irlandia, Israel, Italia, Portugal dan masih banyak negara terutama di Benua Eropa.

Ganja dalam Islam
Di Indonesia legalitas ganja medis sudah diajukan. Pengajuan meminta Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 6 ayat 1 UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I ganja untuk medis. Amar putusan MK menyatakan menolak dengan alasan ganja berpotensi ketergantungan tinggi. Belum ada pengkajian dan penelitian secara komprehensif mengenai manfaat ganja untuk medis di Indonesia, serta kebijakan negara lain belum bisa diadopsi di Indonesia karena perbedaan karakter baik jenis bahan narkotikanya, struktur dan budaya dari negara yang bersangkutan.

Dalam hukum Islam narkotika yang dikenal pada saat ini sebenarnya tidak ada pada permulaan Islam. Bahkan tidak satupun ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis Nabi yang membahas masalah tersebut. Menurut Yusuf Qardhawi, ganja, heroin serta bentuk lainya baik padat maupun cair dikenal dengan sebutan mukhaddirat yang dikenal oleh umat Islam pada akhir abad ke-6 hijriah dan itupun hanya terbatas pada ganja. Salah satu dalil yang menunjukkan keharaman narkotika adalah surah Al-Maidah ayat 90: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya [meminum] khamr, berjudi [berkorban untuk] berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Dalam Al-Qur’an maupun hadis tidak secara langsung disebutkan narkotika melainkan hanya istilah khamr. Khamr merupakan segala sesuatu yang yang menutup akal, di mana khamr dan narkotika mempunyai sifat mengacaukan, menutup dan mengeluarkan akal.

Menurut Islam Allah SWT menciptakan segala sesuatu karena suatu alasan. Hal ini dijabarkan dalam Al-Qur’an surat Ali-Imron ayat 191 yang berbunyi: Ya Tuhan kami tidaklah engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.

Ayat tersebut menjelaskan segala sesuatu yang Allah SWT ciptakan memiliki manfaat termasuk ganja, memiliki manfaat yang dapat menjadi bahan obat untuk membantu masyarakat. Analisis hukum Islam terhadap penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan dibolehkan apabila dalam kenyataaan tidak bisa atau tidak ditemukan benda halal (karena ada unsur darurat) untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan selain narkotika.

Kondisi darurat yang dimaksud adalah suatu kondisi keterpaksaan menggunakan obat yang mengandung narkotika karena tidak ada pilihan lain. Komisi Fatwa MUI memberikan pandangan dalam perspektif fikih mengutip dari hadis Nabi Muhammad, bahwa Allah tidak menjadikan obat untuk manusia di dalam hal-hal yang diharamkan. Dalam kitab Al-Majmu’ juz 8, halaman: 53 dijelaskan bahwa jika tidak ada keperluan memanfaatkan barang haram untuk obat, misalnya karena ada benda lain yang suci dan berfungsi sama, maka barang haram tersebut tidak boleh digunakan.

Febriana Astuti
Dosen Prodi D3 Farmasi Poltekkes TNI AU Adisutjipto dan Program Doktor Ilmu Farmasi UAD

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Bawaslu DIY Bubarkan Kampanye Terselubung di Bantul

Jogja
| Kamis, 30 November 2023, 20:37 WIB

Advertisement

alt

Lirik Lagu Kisinan 1&2 Denny Caknan feat Masdddho

Hiburan
| Kamis, 30 November 2023, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement