Advertisement
OPINI: Menjaga Kewarasan Anak

Advertisement
“Yo pro konco, dolanan neng njobo. Padang mbulan, padange koyo rino. Rembulane, sing ngawe-awe. Ngelingake ojo podho turu sore.” Sebuah lagu yang barangkali sudah lama tidak kita dengarkan.
Melambungkan ingatan kita pada masa-masa listrik belum banyak terpasang dan peralatan elektronik belum menjajah aktivitas manusia. Sehingga, padang mbulan atau bulan purnama adalah peristiwa yang sangat dinantikan. Pada saat itu, malam tidak terlalu gelap dan halaman terlihat terang sehingga cocok untuk bermain. Ingkling, gobak sodor, benthik dan patsekong adalah permainan yang wajib dimainkan.
Advertisement
Namun, semenjak terintegrasinya Internet dengan handphone semuanya mulai berubah. Di samping semakin berkurangnya lahan terbuka, interaksi antara orang tua dan anak juga menjadi terhalang. Meski sedang duduk berdekatan, tetapi hubungan emosional tidak bisa terjalin ketika masing-masing pihak pandangannya fokus pada handphone di tangannya. Ketika kedua pihak sama-sama lari ke handphone untuk melepas lelah, pada saat itulah interaksi yang diperlukan dalam mengembangkan kepribadian anak menjadi terputus.
Terputusnya interaksi antara orang tua dan anak ini, jika tidak segera disadari maka kejadian berikut yang seringkali terjadi adalah mudahnya orang tua menjadi emosi, pemarah dan tidak segan menyalahkan anak.
Mereka akan disalahkan dengan ucapan-ucapan yang lebih mengarah pada sifat-sifat negatif sang anak. Serangan ucapan negatif yang berlangsung secara terus-menerus, secara perlahan akan mempengaruhi mentalnya. Sehingga, sikap yang akan berkembang dalam diri anak lebih mengarah pada sikap-sikap negatif seperti minder, pemurung, terjebak pada kesedihan, tekanan mental hingga memunculkan sikap-sikap memberontak.
Terkadang, tekanan-tekanan dari orang dewasa lebih berbahaya dampaknya daripada pengaruh kebebasan akses teknologi. Sikap-sikap negatif yang terpendam secara terus-menerus, jika tidak dilepaskan akan berpotensi untuk meledak pada suatu titik. Maka, tidak heran jika beberapa waktu lalu ada mahasiswa pintar, ceria namun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menahan tekanan. Bisa jadi, tindakan itu merupakan ledakan dari akumulasi tekanan yang selalu dia pendam seorang diri.
Menjadi Pendengar
Solusi dalam memecahkan permasalahan ini tidak bisa dilakukan hanya secara kuratif atau ketika sesuatu telah terjadi saja, tetapi harus dilakukan secara preventif atau mencegah sebelum terjadi. Ledakan tekanan, bisa dicegah sejak anak mulai mengenal kata-kata. Pada masa ini, hal pertama yang wajib dicontohkan adalah keterampilan menyimak. Seorang pembicara yang baik pasti sebelumnya adalah pendengar yang baik. Dia akan mencerna kata-kata yang keluar dari orang lain secara utuh, sebelum mengolahnya sebagai informasi bagi dirinya. Kemudian bisa menyimpulkan arah pembicaraan sehingga bisa menanggapi dengan baik jika dibutuhkan.
Meskipun mudah diucapkan, tetapi pada kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan. Apalagi, secara fitrahnya anak-anak cenderung secara spontan mengeluarkan kata-kata random sejak bisa berbicara. Rasa ingin tahu yang besar ini, jika tidak disimak dengan baik maka secara perlahan akan berhenti berkembang. Bentakan atau larangan untuk berceloteh ketika orang tua pulang dari kerja akan membuyarkan perkembangan keingintahuan mereka.
Setelah mengajarkan keterampilan menyimak dengan baik, biasanya anak-anak akan muncul perasaan segan jika tidak memberikan kesempatan lawan bicaranya. Maka, biasanya anak-anak akan spontan meminta pendapat orang dewasa di depannya. Saat itulah, kesempatan untuk menanggapi dengan baik maksud cerita yang disampaikan oleh si anak. Ketika anak merasa puas didengar ceritanya, secara otomatis anak akan antusias untuk mendengar pendapat positif secara langsung.
Interaksi dua arah ini, menjadi modal yang penting dalam mereduksi tekanan-tekanan yang dialami oleh anak-anak pada masa bermainnya. Karena bagaimana dia akan bertanggung-jawab, berani berbicara, kreatif, inovatif dan mampu mengambil keputusan itu bisa tercermin dari bagaimana dia bermain. Karena bermain bagi anak sesungguhnya merupakan cara anak bekerja. Maka, sudah saatnya kita menjaga kewarasan anak-anak dengan menyajikan lingkungan yang mendukung.
Isdiyono
Guru SDN 1 Pandak, Bantul
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

PHRI Bantul Soroti Akses Jalan ke Wisata Dlingo Minim Penerangan
Advertisement

Sutradara "Rumah Masa Depan" Hidupkan Nostalgia Antar Generasi
Advertisement
Advertisement
Advertisement