Advertisement

Ke Jogja Memang Asyik dan Perlu

Ahmad Djauhar
Senin, 13 November 2023 - 06:27 WIB
Abdul Hamied Razak
Ke Jogja Memang Asyik dan Perlu Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja - Gambar Harian Jogja - Hengky Kurniawan\\r\\n\\r\\n

Advertisement

Selain telah “puasa” bepergian selama hampir tiga tahun karena pandemi Covid-19, turis internasional maupun domestik kini seakan memuaskan dahaga mereka untuk pelesiran alias berpergian. Tidak sedikit di antara mereka yang selama pandemi tidak dapat bepergian ke mana-mana, bekerja dari rumah, tetap memperoleh gaji, dan pengeluaran bulanan yang berkurang secara signifikan.

Pascapandemi, persediaan uang di dompet masih cukup tebal, sehingga muncul keinginan untuk berbelanja dan bepergian—ciri khas masyarakat modern. Ditambah banyaknya informasi yang berseliweran di media sosial, terutama yang berformat video, lengkap sudah rasa dahaga tersebut karena merasa diiming-imingi sehingga terprovokasi untuk berkunjung ke suatu tempat.

Advertisement

Kenapa turis internasional alias wisman atau wisatawan mancanegara akhir-akhir ini pating tlungsung mengunjungi Jogja? Turis domestik jangan ditanya lagi. Bagi wisnus alias wisatawan Nusantara tersebut, karena satu dan lain alasan, mereka yang ogah mengunjungi Bali, ya berkunjung ke Jogja menjadi pilihan utama.

Tidak sedikit turis domestik yang bercerita bahwa Bali kini menjadi destinasi wisata yang relatif mahal, bagi turis domestik, karena didominasi turis internasional. Mau tidak mau, muncullah fenomena demand pull inflation, yang menjadikan apa pun jadi serbamahal di Bali, sehingga memunculkan plesetan yang pas: Bali wae nang Jogja.

BACA JUGA: Tingkatkan Potensi Pariwisata, Pemkot Kuatkan Kampung Wisata

Dengan kultur yang tidak terlalu beda jauh dengan Bali, daya dukung Jogja sebagai destinasi wisata sudah sangat memadai. Dari aspek objek wisata, akomodasi dan transportasi, kuliner, hingga suvenir. Ditambah satu lagi, bagi turis beragama Islam, ke Jogja berarti dapat meminimalkan keraguan ketika mengonsumsi aneka kuliner.

Mereka tertarik mengunjungi Jogja karena kota ini memiliki banyak daya tarik wisata yang unik dan menarik. Selain itu, Jogja juga dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa, sehingga banyak wisatawan yang tertarik untuk belajar tentang sejarah dan budaya Jawa. Jogja juga terkenal dengan keramahan penduduknya dan aneka kuliner yang lezat.

Di kanal Youtube, misalnya, terdapat salah seorang turis dari Negeri Belanda yang sedang di Jogja, menyempatkan diri keluar hotel pagi-pagi untuk menikmati makanan tradisional lupis Bu Satinem, yang sempat dicicipinya ketika pertama datang ke Jogja pada awal 2020. Begitu ke Jogja lagi, untuk mengunjungi berbagai objek wisata yang belum dilakukannya secara tuntas, karena ketika itu dia harus buru-buru balik ke negerinya mengingat seluruh dunia keburu dilanda pandemi Covid-19, lupis sebagai kuliner yang ada di top of mind turis tersebutlah yang dikunjunginya lagi.

Kunjungan Wisman Melonjak

Seperti dikabarkan oleh Harian Jogja beberapa waktu lalu, catatan Badan Pusat Statistik (BPS) DIY menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) periode Januari-September 2023 mencapai 75.952 orang atau meningkat hingga 2.360,38% atau 23 kali dari periode yang sama 2022.

Memang, jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan total Januari-September 2019—atau sebelum pandemi Covid-19—yang sebanyak 84.480 wisman. Namun, jika dilihat data per September 2023 saja, dengan jumlah kunjungan wisman 11.855 orang, angka tersebut lebih tinggi dari September 2019 dengan angka kunjungan 10.609 wisman.

Sedangkan bila dihitung berdasarkan asal negara, kunjungan wisman ke DIY selama periode Januari-September 2023 yang terbesar adalah Malaysia 30.167 atau 40%, disusul Singapura sebesar 10.772 atau 14%, dan ketiga Tiongkok sebesar 3.319 atau 4%.

Seiring dengan situasi dunia yang semakin kondusif, perjalanan turis internasional ke Indonesia—dan Jogja, tentunya—juga kian meningkat. Apalagi dengan kian banyaknya vlogger yang bercerita tentang berbagai hal mengenai Indonesia, kini mata dunia kian terbuka.

Soalnya, masih banyak orang di luar sana belum mengerti Indonesia secara kaffah alias holistik.
Berdasarkan pengakuan sejumlah turis dari Eropa dan AS, yang mereka nyatakan di vlog terpopuler, Youtube, mereka merasa tertegun begitu menginjakkan kaki di bandara internasional Soekarno-Hatta maupun bandara internasional Ngurah Rai.

“Yang ada di pikiran kami, tadinya, Indonesia itu masih hutan belantara dan masih banyak nyamuk malaria. Juga ada yang cerita bahwa banyak teroris berkeliaran di mana-mana. Itu yang diceritakan orang tua kami, sanak saudara, dan kerabat saat mereka mendengar bahwa kami ingin mengunjungi Indonesia. Ternyata, Jakarta kota ultramodern. Juga Bali, ternyata merupakan tempat yang selain modern dan kaya budaya, juga sangat menyenangkan untuk dikunjungi,” ujar sepasang wisman dari Inggris di salah satu vlog mereka.

Setelah berkunjung ke Bali, para wisman itu umumnya baru memperoleh informasi lebih riil tentang Indonesia, dan mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi lain dan Jogja merupakan salah satu destinasi dadakan favorit bagi para wisman itu. Apalagi yang beroleh kesempatan menempuh perjalanan dengan moda kereta api dari Jakarta menuju Jogja, umumnya mereka merasa puas dengan layanan transportasi berbasis rel tersebut karena selain nyaman juga dianggap murah sekali bila dibandingkan dengan transportasi sejenis di negeri mereka.

Belum lagi ketika mereka berkesempatan mengunjungi pasar tradisional dan berburu cenderamata berupa kerajinan tradisional, mereka tampak seperti orang kalap dan langsung memborongnya.

Melihat tren kunjungan wisman seperti ini, sangat disayangkan jika negeri ini tidak dapat menangkap peluang meraih devisa dalam jumlah tidak kecil. Inilah industri masa depan jika dapat memanfaatkan kunjungan mereka, sehingga pendapatan negara dapat lebih terdiversifikasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan resiliensi bangsa.

Sudah banyak contoh negara yang mengubah orientasi pendapatan devisanya menuju ke arah turisme. Arab Saudi adalah salah satunya, yang bertekad mengalihkan pendapatan utama dari petrodollar menjadi turismodollar. Indonesia, negeri dengan kekayaan lanskap alam dan budaya seharusnya dapat melakukannya lebih hemat, bukan sekadar beretorika.

Jogja sebagai sebuah Indonesia mini dan gudangnya kreativitas selayaknya menangkap peluang emas ini untuk menjadikan pelbagai usaha berbasis turisme semakin maju, karena dengan kian membanjirnya turis—termasuk wisman, tentunya—jelas akan berpengaruh pada pendapatan masyarakat dan daerah.

Ahmad Djauhar

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kecelakaan Cinomati Minibus Terjun ke Jurang: Selain 1 Korban Meninggal, Ada 9 Penumpang Terluka

Bantul
| Sabtu, 09 Desember 2023, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Lirik Lagu Rohani Katolik, Ave Ave atau Di Lourdes di Gua

Hiburan
| Jum'at, 08 Desember 2023, 23:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement