Advertisement
OPINI: Konstruksi Pembelajaran Menuju Indonesia Emas 2045
Selasa, 19 Desember 2023 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani

Advertisement
Seorang arsitek selalu memulai pekerjaannya dengan membangun pondasi yang kokoh. Karena membuat bangunan tidak hanya tentang membuat bangunan yang indah saja. Tetapi, di samping memiliki nilai estetik juga harus memiliki nilai perlindungan dan ketahanan bagi penghuninya. Sehingga, perubahan-perubahan lingkungan yang dinamis, tidak akan mempengaruhi keberadaannya.
Begitu pula dalam membangun negara, terlebih negara yang pernah mendapatkan invansi dari negara lain. Satu sampai lima dekade awal adalah pembangunan pondasi infrastruktur agar mobilisasi ekonomi bisa lancar. Barulah pada tahap berikutnya, pembangunan harus segera beralih pada sektor pengembangan sumber daya manusia (SDM). Terlebih, pada 2030-2040 Indonesia kita tercinta ini akan mendapatkan bonus demografis. Singkatnya, penduduk yang ada lebih dari 60% berada pada usia produktif.
Nah, bonus yang sudah ada di depan mata ini jika tidak dipersiapkan dengan baik maka bisa saja akan terlewat dan menimbulkan berbagai macam permasalahan sosial dan ekonomi. Pasalnya, tantangan yang dihadapi oleh generasi emas ini tidak hanya datang dari ketersediaan lapangan kerja saja. Tetapi, ditambah dengan mulai tergantikannya beberapa sektor pekerjaan yang bersifat padat karya dengan Artificial Intelligence (AI).
Maka, untuk menyambut peluang bonus demografi ini diperlukan pembentukan pondasi karakter yang kuat dalam diri generasi emas. Tahapan yang kokoh, akan terlihat dari bagaimana kurikulum disajikan secara bertahap sesuai dengan tahapan belajar anak. Baik dalam segi kematangan emosi, psikis maupun kognitifnya.
PR besar dalam tahapan ini adalah pemecahan masalah keterampilan membaca di kelas I atau fase A dalam kurikulum pembelajaran. Pasalnya, di level pra-sekolah anak tidak boleh diajarkan membaca di sekolah. Tetapi, langsung dituntut untuk membaca pemahaman di kelas I. Tidak hanya harus segera bisa membaca, tetapi langsung memecahkan permasalahan dengan uraian deskripsi yang kompleks.
Untuk beberapa anak dengan kecerdasan yang tinggi didukung dengan orang tua dan fasilitas yang memadai tidak ada kendala. Yang menjadi masalah adalah fakta bahwa penduduk miskin di Indonesia masih di angka 25,90 juta orang pada 2023 (BPS, 2023). Di samping itu, keluarga dengan penghasilan menengah pun terancam kesulitan untuk memperhatikan 100% perkembangan anaknya.
Karena pada level ekonomi ini, orang tua cenderung lebih banyak menghabiskan waktu di kantor atau di tempat kerja lainnya daripada di rumah. Sedangkan di rumah, lebih banyak sudah merasa sangat kelelahan.
Pun demikian, untuk memenuhi kebutuhan hidup kebanyakan kedua orang tua harus bekerja karena UMR tidak diukur berdasarkan jumlah keluarga. Tetapi kebutuhan layak hidup untuk satu orang saja.
Kenyamanan Belajar
Jika pondasi yang dibangun memudahkan semua orang yang berhubungan dengan perkembangan belajar anak, maka langkah-langkah selanjutnya akan lebih mudah. Kemudahan-kemudahan dalam belajar, seharusnya ditampilkan untuk mengurangi tingkat stres anak. Karena di samping menghadapi masalah-masalah yang harus dipecahkan di sekolah mereka pun seringkali datang dengan membawa masalahnya sendiri.
Jika sekolah tidak bisa menyajikan kenyamanan dan kebahagiaan bagi anak, maka keberhasilan anak di masa depan rasa-rasanya masih jauh panggang dari api. Pasalnya, bagi sebagian anak, sekolah merupakan tempat merdeka di mana mereka tidak disuruh mencuci piring, mencuci baju atau menemani adiknya bermain. Terutama bagi anak yang memiliki saudara, terkadang memiliki masalah yang berlebih. Pasalnya, seringkali orang tua membebankan sedikit atau banyak tanggung jawab penjagaan kepada anak yang lebih tua.
Jadi, mempersiapkan Indoensia Emas 2045 merupakan tantangan sulit yang dirasakan langsung oleh satuan pendidikan. Karena jika masalah kerancuan dalam menyajikan kurikulum yang ada tidak segera ditangani, maka akan terjadi miskonsepsi di kepala anak-anak. Dampaknya luas seperti anak akan mengalami kebosanan belajar di level tertentu, ketidaksediaan tanggung jawab anak terhadap belajarnya, lunturnya adab dan tata krama hingga potensi pembentukan kelompok anak bermasalah.
Sedikit demi sedikit, pembenahan terhadap konsep dasar pendidikan harus dilakukan sesuai dengan tingkatannya. Karena target Indonesia Emas 2045 bukanlah target yang main-main. Pendidikan sebagai langkah awal membentuk dasar pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, memiliki tanggung jawab dalam menyediakan pembelajaran yang tepat.
Isdiyono
Guru SD N 1 Pandak, Kabupaten Bantul
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- NGUDARASA: Keadilan Restoratif, Solusi yang Kian Diminati
- Gratifikasi dan Ketidakjujuran Akademik Masih Membayangi Dunia Pendidikan
- HIKMAH RAMADAN: Tasamuh Sesama Muslim dalam Perbedaan Gerakan Salat
- HIKMAH RAMADAN: Merangkul Duka, Menemukan Cahaya
- HIKMAH RAMADAN: Meningkatkan Keterampilan Regulasi Emosi Anak saat Ramadan
Advertisement

Kelurahan Kadipaten Jogja Gencarkan Penggunaan Biopori Demi Kurangi Sampah Organik
Jogja
| Selasa, 01 Juli 2025, 11:17 WIB
Advertisement

Agenda Wisata di Jogja Akhir Pekan Ini, 28-30 Juni, Ada Pameran Buku BBW, Balon Jumbo Raksasa hingga Artjog 2025
Hiburan
| Sabtu, 28 Juni 2025, 09:07 WIB
Advertisement
Advertisement
Advertisement