Advertisement

OPINI: Fenomena YOLO, FOMO, FOPO dan Anomali Pengelolaan Keuangan Generasi Muda

Elizabeth Fiesta Clara Shinta Budiyono
Kamis, 20 Juni 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Fenomena YOLO, FOMO, FOPO dan Anomali Pengelolaan Keuangan Generasi Muda Elizabeth Fiesta Clara Shinta Budiyono - Dok. Pribadi

Advertisement

Apakah kalian adalah individu yang memiliki perasaan takut atau cemas ketika melewatkan kesempatan maupun pengalaman berharga yang dinikmati orang lain?. Merasa haus akan validasi sosial dalam kehidupan sehari hari? atau apakah anda adalah individu yang memiliki moto menekankan pentingnya menikmati hidup dan mengambil risiko karena hidup hanya sekali? Jika iya, maka Anda sedang berada pada lingkaran fenomena sosial yang sering dirasakan generasi muda, yaitu fear of missing out (FOMO), fenomena you only live once (YOLO) dan fenomena fear of other people’s opinions (FOPO). 

Ketiga fenomena sosial ini terjadi karena sejumlah faktor psikologis dan sosial yang mempengaruhi persepsi dan perilaku individu. FOMO muncul karena ketakutan akan merasa kehilangan pengalaman yang berharga atau tidak termasuk dalam suatu kegiatan atau acara yang dianggap penting oleh kelompok atau lingkaran sosial tertentu. Ketika seseorang menyadari bahwa waktu atau sumber daya yang mereka miliki terbatas, seperti uang atau kesempatan, mereka menjadi lebih cenderung untuk merasa FOMO terhadap pengalaman atau kesempatan yang tampaknya terbatas. 

Advertisement

Berbeda dengan FOMO, YOLO terjadi karena beberapa faktor misalnya menganggap kebutuhan nomor satu dalam hidup adalah menikmati hidup itu sendiri, menganggap bahwa dengan hidup YOLO maka individu dapat melakukan penghindaran penyesalan, prinsip YOLO juga bisa muncul sebagai reaksi terhadap tekanan sosial atau ekspektasi masyarakat. 

FOPO juga merupakan istilah baru merujuk kepada kondisi psikologis di mana seseorang merasa cemas, tertekan, atau tidak nyaman karena mereka khawatir tentang apa yang orang lain pikirkan atau rasakan tentang mereka. FOPO dapat memengaruhi seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keputusan keuangan. Misalnya, seseorang mungkin merasa perlu untuk membeli barang-barang mewah atau mengikuti tren konsumen tertentu demi mendapatkan validasi sosial, meskipun hal itu mungkin tidak sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Ini bisa mengarah pada perilaku konsumtif dan masalah keuangan dalam jangka panjang.

Kadangkala, YOLO, FOMO dan FOPO dianggap seperti hal biasa bagi anak muda, bahkan ada yang beranggapan bahwa ketiga hal tersebut bermanfaat misalnya mendorong anak muda mengeksplorasi dan mendapatkan pengalaman baru, ketika mereka menyadari bahwa hidup singkat, hal ini bisa mendorong mereka untuk bertindak sekarang daripada menunda-nunda, yang bisa sangat bermanfaat dalam mencapai tujuan karier, pendidikan, atau pribadi, dan FOMO bisa menjadi dorongan untuk aktif secara sosial dan terlibat dalam komunitas. Namun apakah ketiga fenomena tersebut tidak menimbulkan bahaya? Tentu tidak. Penting untuk diingat bahwa baik YOLO maupun FOMO memiliki potensi risiko jika tidak dikelola dengan bijaksana. 

Potensi Risiko

Misalnya, terlalu terfokus pada YOLO tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjangnya dapat menyebabkan masalah finansial atau keputusan impulsif yang merugikan. Fenomena FOMO, YOLO dan FOPO kebanyakan dikatikan dengan kegiatan pembelian barang/jasa kebutuhan sehari-hari secara impulsif karena tergiur oleh kesenangan sesaat/ketakutan akan ketertinggalan dari komunitas. 

Namun apakah Anda pernah membayangkan investor membeli produk investasinya karena FOMO dan YOLO yang dialaminya? Apakah dengan ketiga fenomena psikologis tersebut investor tetap dianggap sebagai konsumen yang impulsif? 

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK mengatakan bahwa saat ini fenomena YOLO, FOMO, dan FOPO marak terjadi di kalangan milenial dalam mengelola keuangannya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengatakan bahwa ketiga faktor psikologis di atas menyebabkan individu mendapatkan uang dengan mudah dan waktu yang sesingkat-singkatnya tanpa mempertimbangkan risiko apa yang akan dialami oleh individu tersebut. Selain itu, ketiga faktor diatas mempengaruhi generasi muda terjerat investasi yang tidak sesuai dengan profil risiko yang dimiliki bahkan lebih berat lagi yaitu terjerat investasi bodong. 

Salah satu bentuk fenomena di atas terkait anomali pengelolaan keuangan adalah FOMO terhadap investasi saham. Generasi Z saat ini merasa butuh untuk melakukan investasi saham karena status sosial di mana ketika anak muda sudah memiliki saham, maka dianggap sebagai sesuatu yang sangat keren. 

Hal ini didukung oleh beberapa penelitian misalnya di Eropa yang mengatakan bahwa FOMO merupakan salah satu faktor orang-orang melakukan investasi crowdfunding. FOMO dapat memberikan keputusan irasional sehingga tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.  

Seseorang yang terpengaruh oleh YOLO mungkin cenderung untuk mengambil risiko yang tinggi dalam investasi, mencari keuntungan besar dalam waktu singkat tanpa memperhitungkan risiko atau tujuan keuangan jangka panjang mereka. FOPO dapat mendorong seseorang untuk mengabaikan nasihat atau rekomendasi profesional dalam investasi, karena mereka lebih mementingkan apa yang orang lain pikirkan tentang keputusan investasi mereka.

Hal ini akan berakibat fatal apabila tidak diatasi sedini mungkin. Penting bagi generasi muda untuk diberikan pendidikan tentang manajemen keuangan yang baik, termasuk pentingnya menabung untuk masa depan dan membuat keputusan pembelian yang cerdas. Selain itu, penting untuk mendorong generasi muda untuk memahami nilai sebenarnya dari kebahagiaan dan kepuasan, serta mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan finansial mereka. 

Sudah saatnya semua pihak yang terlibat memberikan pemahaman dan mengajarkan generasi muda untuk mengelola dan menginvestasikan uang mereka dengan bijak, sehingga mereka tidak sepenuhnya tergantung pada opini atau ekspektasi orang lain. Dengan hal tersebut maka akan membantu generasi muda untuk menerima bahwa mereka tidak perlu selalu mengejar kesempurnaan atau ekspektasi orang lain, dan mempelajari cara mengatasi kecemasan atau tekanan dari FOMO dan FOPO.

Elizabeth Fiesta Clara Shinta Budiyono

Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UAJY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KA Prameks dari Stasiun Tugu Jogja ke Kutoarjo, Minggu 29 September 2024

Jogja
| Minggu, 29 September 2024, 03:17 WIB

Advertisement

alt

Sunsetphoria Festival Dipenuhi Ribuan Penikmat Musik

Hiburan
| Sabtu, 28 September 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement