Advertisement
NGUDARASA: Nguwongke Uwong dengan Sistem Transportasi Massal
Advertisement
JOGJA—Menyaksikan pemandangan bagaimana orang-orang secara massal menuju ke dan pulang dari tempat kerja, di persekitaran Jogja dan berbagai kota besar di negeri ini, setiap pagi dan sore hari, dengan bersepeda motor—dulunya menggunakan sepeda onthel—sering membuat hati trenyuh.
Tidak adakah niatan pemerintah untuk nguwongke uwong alias memanusiakan manusia, sehingga mereka tidak ‘semenderita’ itu?
Advertisement
Kedua jenis model berkendara dengan sepeda onthel maupun sepeda motor tersebut selain tidak safe/aman dan tak nyaman bagi para pengguna, sebenarnya juga sangat tidak efisien. Karena kedua jenis moda berkendara tersebut, dengan berbagai kekurangannya, memang tidak termasuk sebagai bagian dari sistem transportasi massal.
Di sejumlah negara yang bergeser menuju status bangsa yang lebih beradab, moda transportasi mandiri seperti bersepeda dan/atau bersepeda motor secara massal itu mulai ditinggalkan. Pemerintah di beberapa negeri tersebut berupaya all out untuk menyelenggarakan sistem transportasi massal yang aman, nyaman, dan manusiawi.
Di negeri ini, baru Jakarta dan Palembang yang memiliki sistem transportasi massal cukup mumpuni dengan adanya light rapid transit (LRT). Bahkan Jakarta sudah memiliki pula kereta cepat bawah tanah alias mass rapid transit (MRT), selain membangun bus rapid transit atau lebih dikenal sebagai bus Transjakarta dengan jaringan busway yang sengaja dibangun untuk itu.
Beberapa kota lainnya mulai menyelenggarakan—lebih tepatnya meniru—sistem transportasi massal tersebut untuk kebaikan warganya. Umumnya belum selengkap dan terintegrasi seperti di Jakarta, namun bolehlah hal itu diapresiasi. Karena telanjur dibiarkan bertahun-tahun berkembang tanpa desain, Jakarta tetap saja direpotkan dengan moda transportasi massal nan individual jenis sepeda motor itu. Masih saja terdapat sisi tak manusiawinya.
Kabar terbaru mencuat dari kawasan tengah negeri ini, pekan lalu, Rabu 24 Juli 2024, yakni “keberanian” Pemprov Bali membuat terobosan dengan mengumumkan investor atau mitra pembangunan proyek Bali Subway. Total nilai investasi proyek multiyear itu diperkirakan mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp325 triliun.
Ari Askhara, Direktur Utama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ), pengelola proyek tersebut, menyatakan pihaknya dan investor akan membangun seluruh infrastruktur kereta bawah tanah secara bertahap.
“Setelah dilakukan penilaian dengan konsultan, kami memilih investor yang memenuhi syarat yaitu PT Bumi Indah Prima sebagai investor utama yang dapat mengkoordinasikan investor lain untuk bergabung,” tutur Ari seperti dikabarkan Antara.
Pembangunan proyek Bali Subway akan dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama dan kedua ditargetkan selesai pada 2031 dengan nilai investasi US$10,8 miliar atau sekitar Rp175 triliun. Tahap pertama adalah jalur Bandara Ngurah Rai-Central Park-Seminyak-Canggu, tahap kedua Bandara Ngurah Rai-Nusa Dua, tahap ketiga menuju Sanur, dan tahap keempat pengerjaan rute menuju Ubud.
Askhara, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia, menjelaskan pendekatan nonkonvensional dilakukan untuk mencari investor. Calon investor diminta untuk menyampaikan visi, rencana bisnis, struktur proyek, dan sebagainya sebelum ditentukan untuk memenuhi syarat.
Lima investor tersebut semula menyatakan minat mereka untuk berinvestasi di proyek tersebut. Setelah berkonsultasi dengan konsultan, PT SBDJ menunjuk investor yang siap berinvestasi tanpa jaminan pendanaan negara.
BACA JUGA: Resmi! PP Muhammadiyah Akhirnya Bersedia Mengelola Tambang Batubara
Mewujudkan Mobilitas Modern
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan populasi yang terus berkembang, menghadapi tantangan besar dalam mengelola mobilitas penduduknya. Dengan pertumbuhan kota-kota besar dan semakin padatnya lalu lintas, keberadaan sistem angkutan cepat massal (ACM) menjadi semakin penting.
Arti Penting ACM antara lain untuk mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi kota besar dan/atau kawasan dengan mobilitas tinggi dan padat seperti persoalan kemacetan yang kian akut, isu lingkungan, serta persoalan konektivitas atau keterhubungan antarmoda. Sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya menghadapi masalah kemacetan semakin hari kian serius. ACM merupakan alternatif yang dapat mengurangi beban lalu lintas dan mempercepat perjalanan.
ACM berbasis rel modern mengurangi polusi udara dan emisi gas rumah kaca. Hal ini tentu mendukung upaya mitigasi perubahan iklim yang semakin memerlukan penanganan serius dari seluruh umat manusia, karena hal itu menyangkut masa depan mereka semua.
Angkutan cepat massal juga dianggap sebagai kunci untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah serta memudahkan mobilitas manusia dan barang. Sekarang ini, cukup sering kita mendengar keluhan dari sejumlah anggota masyarakat bahwa sistem transportasi massal kita sering menyisakan blank spot di wilayah tertentu, karena ketiadaan interkonektivitas antarmoda.
Salah satu moda ACM yang layak dipertimbangkan adalah skyway, yakni sistem transportasi berbasis rel yang menghubungkan berbagai titik di sebuah kota. Dengan jalur di atas tanah, skyway mengatasi kendala lahan dan mempercepat perjalanan. Keunggulan skyway terletak pada kecepatan, kenyamanan, dan efisiensi.
Skyway beroperasi dengan kecepatan tinggi, sehingga mengurangi waktu tempuh suatu perjalanan. Selain itu, ketersediaan kabin skyway yang nyaman dan bebas kemacetan membuat pengalaman perjalanan lebih baik. Skyway dianggap efisien karena kemampuannya mengangkut penumpang sekaligus, mengurangi kepadatan jalan.
Di Indonesia, sistem skyway telah diterapkan di beberapa kota, termasuk Jakarta. LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) adalah contoh sukses ACM berbasis skyway. Pembangunan ACM memang memerlukan investasi besar. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan sektor swasta dan lembaga keuangan.
Karena itu, edukasi tentang manfaat ACM penting untuk dilakukan agar masyarakat mendukung dan memanfaatkannya. Dengan demikian, penyelenggara negara perlu melakukan perencanaan yang terintegrasi dengan sistem transportasi lainnya. Dalam rangka mencapai Indonesia Emas pada 2045, ACM berbasis skyway menjadi salah satu kunci untuk mempercepat mobilitas dan membangun masa depan yang lebih baik.
Dampak Sosial
Penerapan sistem angkutan cepat massal seperti skyway dapat memiliki dampak sosial yang signifikan. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi skyway adalah kemudahan mobilitas. Skyway mempercepat perjalanan dan mengurangi kemacetan. Ini memungkinkan warga kota untuk lebih efisien bergerak dari satu tempat ke tempat lain, meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup.
Keuntungan lain penerapan skyway adalah pengurangan polusi yang signifikan. Dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, skyway membantu mengurangi polusi udara dan emisi gas rumah kaca. Lingkungan hidup perkotaan yang lebih bersih berdampak positif pada kesehatan masyarakat.
Implementasi skyway menciptakan lapangan kerja selama pembangunan dan operasionalnya. Selain itu, infrastruktur transportasi yang baik mendukung pertumbuhan ekonomi dan investasi di wilayah terkait. Dengan kemampuan skyway menghubungkan berbagai wilayah kota, hal ini tentu memperkuat konektivitas sosial, memungkinkan orang bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengalaman.
Dalam rangka memaksimalkan dampak positifnya tersebut, perusahaan dan pemerintah perlu memastikan bahwa penerapan skyway didukung oleh perencanaan yang matang, edukasi publik, dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Sebenarnya, di luar moda transportasi massal yang dibahas di atas tersebut masih terdapat pilihan teknologi angkutan cepat yang juga berkapasitas massal, yakni teknologi maglev atau magnetic levitation (kereta terangkat di atas rel dan digerakkan maju oleh levitasi magnetik). Kereta berteknologi maglev diluncurkan 20 tahun lalu, namun hingga kini belum digunakan secara luas. Saat ini, kereta maglev dapat ditemukan di sejumlah wilayah di Eropa dan Asia. Tapi, Eropa justru sedang mencari solusi baru untuk transportasi berkecepatan tinggi.
Mengapa maglev tidak didukung oleh negara lain, karena pengembalian investasi yang rendah, karena hasil eksploitasi sistem tersebut tidak dapat menutupi biaya pemeliharaan dan pemasangan yang sangat mahal itu. Selain itu, secara teknis moda transportasi maglev harus dibangun dari awal dan sebagian besar tidak cocok untuk konstruksi di lanskap yang sulit (danau, gunung, rawa, dll).
Saat ini terdapat pilihan lain lagi yakni sistem UST (Urban Skyway Transport) yang dirancang sebagai solusi transportasi massal yang inovatif. Ia merupakan kendaraan rel listrik berjalan di sepanjang jalur yang jelas, bertukar informasi real-time satu sama lain dan ruang kendali eknologi UST dilengkapi dengan sistem yang menghilangkan risiko tergelincir dan terguling. Jalur ini dirancang untuk mengangkut hingga 50.000 orang per jam. Mobilitas UST diklaim sebagai yang paling efisien, karena cukup signifikan mengurangi kemacetan dan waktu perjalanan.
Mungkinkah Jogja dan Jateng akan menyusul Jakarta dan Bali, agar dapat nguwongke uwong dalam hal bertransportasi massal sehari-hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Jadwal Layanan SIM Keliling Gunungkidul Rabu 30 Oktober 2024
Advertisement
Aktor Jefri Nichol Diperiksa Polisi, Berstatus Saksi Dugaan Pengeroyokan
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement